Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 05 April 2013

Sistem Tepat Terbaik Untuk Negara

Sistem Tepat Terbaik Untuk Negara


{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}

Opini Negatif

Berkenaan dengan gagasan penerapan syariat Islam, ada sejumlah tuduhan miring yang dilontarkan, yang kemudian menimbulkan kesesatan di tengah masyarakat. Tuduhan miring ini lebih merupakan upaya penciptaan opini negatif terhadap citra syariat Islam. Disebut opini negatif karena opini tersebut memang tidak sesuai dengan realitas syariat Islam itu sendiri. Opini negatif terhadap syariat Islam ini bila dicermati pada dasarnya disandarkan pada dua hal (i) konsepsi tentang Islam, dan (ii) kondisi faktual di masyarakat. Beberapa opini negatif yang disuarakan dengan lantang di berbagai media massa adalah sebagai berikut:

I.    Konsepsi tentang Islam

a. Islam tidak mengatur tentang negara, atau dengan kata lain tidak ada sistem negara dalam Islam. Islam cukup diamalkan secara pribadi tidak perlu diundangkan.

Pendapat seperti ini akan jelas kekeliruannya bila dikonfirmasikan kepada apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Negara, yang dalam bahasa Arabnya daulah, memang kata baru yang mengandung makna istilah. Kata dûlah dalam Al Quran bahkan tidak terkait dengan makna daulah (negara). Sekalipun demikian, makna negara dalam konteks modern dilaksanakan oleh Nabi SAW.

Secara umum, negara dalam istilah sekarang dimaknai sebagai suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah [i].

Nampak, ada 4 unsur hingga terbentuknya negara, yaitu: daerah/teritorial, pemimpin/pejabat, rakyat, dan hukum.  Keempat unsur ini ternyata dibuat oleh Rasulullah SAW sejak mendirikan negara Islam di Madinah. Daerah/teritorialnya adalah Madinah, kemudian meluas ke Makkah, Yaman dan Jazirah Arab lainnya.

Pada masa awal di Madinah beliau meminta 7 orang kalangan Anshor dan 7 orang kalangan Muhajirin sebagai tempat bermusyawarah [ii]. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Hamzah, Ibnu Mas’ud, Abu Dzarr, Bilal, Sa’ad bin Ubadah, Mu’adz bin Jabal, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah, Ubai bin Khalaf dan Zaid bin Tsabit.

Nabi SAW bertindak sebagai kepala negara. Beliau mengirim utusan kepada para kepala negara saat itu (termasuk Heraklius) untuk menyebarkan Islam dan utusan tersebut disambut dengan sambutan kenegaraan.

Juga, beliau menunjuk para pejabat. Sa’ad bin Ubadah pernah diangkat mewakili Rasulullah SAW mengurusi pemerintahan saat beliau memimpin perang Al-Abwa` pada tahun pertama Hijriyah, dan mengangkat Muhammad bin Maslamah untuk peranan yang sama saat beliau memimpin Perang Tabuk [iii]. Pada masa pemerintahannya beliau memiliki 2 pembantu umum, yaitu Abu Bakar dan Umar.
Pembantuku dari penduduk bumi (madinah) adalah Abu Bakar dan Umar,” sabda Nabi Saw. (HR. At Turmudzi dari Abi Sa’id al Khudriy).
Beliau pun mengangkat Hudzaifah bin Yaman sebagai Amir Sirr (semacam Sekretaris Negara) yang memegang hampir semua rahasia dan kebijakan negara [iv].

Nabi Saw. membagi pemerintahannya menjadi 12 wilayah. Di antara pemimpin wilayah yang dipilihnya adalah At Taab bin Usaid sebagai wali Makkah setelah futuh Makkah, mantan wakil raja Kisra, Bâdan bin Sassan, setelah masuk Islam diangkat sebagai wali daerah Yaman, Qada’ah ad Dausi sebagai amil (pemimpin daerah di bawah tingkat Wilayah) di Yaman [v]. Ali bin Abi thalib pernah ditugasi sebagai juru tulis perjanjian antarnegara, Zubair bin Awwam sebagai juru tulis keuangan bidang zakat, dan Al Mughirah bin Shuba’ untuk bidang simpan-pinjam [vi].

Selain itu, Rasulullah Saw. membagi angkatan bersenjata menjadi beberapa pasukan (sarriyah) yang masing-masing dipimpin seorang komandan. Ketika Nabi wafat terdapat 30.000 personil angkatan darat dan 6000 pasukan berkuda [vii].

Untuk menjaga keamanan masyarakat beliau membentuk polisi kota. Di antaranya beliau pernah mengangkat Qaisy bin sa’ad menjabat kepala polisi kota (Shâhib asy syurthah) [viii].

Realitas demikian menunjukkan bahwa Rasulullah SAW saat itu telah memiliki pejabat-pejabat untuk menjalankan roda pemerintahan. Dilihat dari rakyatnya, jelas, kaum muslimin dan non-muslim. Dan aturan yang diterapkannya adalah al Quran yang terus turun dan hadits, yang salah satunya terwujud dalam Piagam Madinah (watsîqah Madînah).

Nampaklah, Rasulullah SAW menjalankan sebuah negara menurut definisi modern. Sekalipun dilihat dari istilah negara termasuk baru namun makna, kandungan dan fungsinya dijalankan oleh Rasul.

Pihak yang phobi atau anti-Islam atau munafik menyatakan dalam Islam tidak dibahas persoalan negara Islam padahal justru Rasulullah SAW melakukannya. Ini adalah realitas. Manakah yang layak dipercaya, tudingan sekelompok orang kafir dan munafiq itu ataukah realitas yang dilakukan oleh Nabi SAW? Bagi orang yang beriman tentu saja akan mengikuti apa yang dilakukan oleh Nabi Saw. sebagai utusan Allah Swt. Karenanya, pernyataan bahwa Islam tidak mengenal negara, dan negara tidak boleh digabung dengan agama (Islam) bertentangan dengan realitas yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW (as-Sunnah).

Juga, para ulama salaf sepakat mengenai wajibnya mengangkat dan mewujudkan pemerintahan dalam bentuk Khilafah Islam (sebutan Negara Islam setelah Rasulullah Saw. wafat). Baik kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah maupun Syi'ah, Khawarij bahkan Mu'tazilah. Semuanya berpendapat bahwa umat ini harus mempunyai seorang Imam/ Khalifah yang menerapkan syariat Islam. Dan hukum mengangkat Khalifah adalah wajib [ix].

Kenyataan dari sirah Rasulullah SAW telah menunjukkan bahwa ajaran Islam sama sekali tidak dibatasi pada pribadi-pribadi pemeluknya. Bahkan beliau SAW menjadikannya sebagai asas Negara Islam. Hal ini tercantum dalam Piagam Madinah (watsiqoh Madinah) yang dijadikan peraturan umum antara kaum Muslim dan non Muslim di kota Madinah :
"Bahwasanya apabila di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka tempat kembalinya adalah kepada Allah dan kepada Muhammad Rasulullah SAW dan bahwasanya Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini."

Bila demikian, siapakah yang layak dipercaya, manusia munafik atau bodoh yang menyatakan bahwa cukup Islam itu diterapkan secara individual saja tidak perlu dalam masalah kemasyarakatan dan negara, ataukah Allah SWT yang justru mewajibkan kepada manusia untuk menjalankan Islam secara kaffah (lihat Surat Al Baqârah[2]:208)?

[i] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, halaman 40.
[ii] Musnad Imam Ahmad, Jilid V, halaman 314.
[iii] Sîrah Ibnu Hisyâm, Jilid I, halaman 591 dan Jilid II halaman 519.
[iv] Muhammad Abdullah asy Syabâni, Nizhamul Hukmi wal Idârah fid Dawlah al Islâmiyyah, halaman 24.
[v] Al Qattaniy, Nizhâmul Hukûmah an Nabawiyyah, Jilid I, halaman 241 – 244.
[vi] Al Qattaniy, ibidem, halaman 180.
[vii] Anwar ar Rifa’i, An nuzhum al islâmiyyah, halaman 141.
[viii] Lihat hadits riwayat Imam Muslim, nomor 3939.
[ix] Imam asy-Syaukani, Nayl al-Authar, Jilid VIII, halaman 265.

Sistem Tepat Terbaik Untuk Negara

{{BERLANJUT KE ARTIKEL LANJUTAN}}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam