Keunggulan
Sistem Hukum Islam Syariah
{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}
Haram Mempertahankan Hukum Positif
Meyakini Bahwa Hukum Positif (Hukum Jahiliyah/Taghut) Adalah Baik, Boleh = Kafir
Berbagai bentuk
kriminalitas sangat meresahkan masyarakat yang cinta dengan ketenangan,
ketentraman, kepastian hukum dan keadilan. Di satu sisi, kriminalitas terus
menerus meningkat dalam berbagai bentuk. Sisi lain, sistem hukum sesat tidak
sungguh-sungguh memberantas segala bentuk kejahatan. Masyarakat sudah tidak
percaya lagi dengan sistem hukum sesat yang ada. Masyarakat menilai hukum yang
ada tidak mampu menjadi terminal akhir untuk memperoleh keadilan. Lantas, apa
yang mesti kita perbuat? Adakah solusi lain yang efektif mengatasi kriminalitas
tersebut?
Kita harus merubah
secara mendasar dan totalitas sistem hukum yang ada. Kita harus cerabut dan
campakkan hukum positif itu, karena secara empiris terbukti telah gagal. Kita
harus melihat kembali khazanah Islam (hukum Islam), karena secara empiris pula
terbukti telah memberikan keamanan, ketenangan, dan keadilan, baik Muslim maupun
Non Muslim.
Mengapa harus hukum
Islam? Hukum Islam diciptakan oleh Allah Swt. Hanya dengan hukum Islam seluruh
permasalahan kriminalitas bisa diatasi. Islam adalah agama yang sempurna
dibandingkan agama yang lain. Di dalam hukum Islam terjamin ketaatan dan
kebaikan. Di dalam hukum Islam memuat sanksi yang tegas dan mengikat pelaku
kejahatan. Bagi pelanggar hukum Islam akan dikenakan sanksi yang tegas tanpa pandang
bulu. Esensi sanksi dalam hukum Islam bertujuan menghukum dan mengadili pelaku
kriminalitas sekaligus penebus dosa jika pelakunya muslim. Sanksi merupakan
keharusan. Tanpa sanksi, hukum diibaratkan macan ompong. Tanpa sanksi pula
hukum tidak bermakna apa-apa. Dan, itu artinya hukum hanya akan menjadi
pajangan atau hiasan saja.
Sistem Islam dalam
sejarah penerapannya oleh Khilafah memberi hasil yang luar biasa.
Hukum Islam Berpihak Kepada Kebenaran dan Keadilan
Hukum Islam ditegakkan kepada siapa saja tanpa
pandang bulu, pejabat pemerintah (Khalifah dan jajarannya), pengusaha, aparat
penegak hukum, dan sebagainya. Dalam Islam, rasa taqwa kepada Allah melahirkan
penegak hukum yang jujur dan adil. Allah Swt berfirman, artinya:
﴿يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ
ءَامَنُوا
كُونُوا
قَوَّامِينَ
بِالْقِسْطِ
شُهَدَاءَ
لِلَّهِ
وَلَوْ عَلَى
أَنْفُسِكُمْ
أَوِ
الْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ
إِنْ يَكُنْ
غَنِيًّا أَوْ
فَقِيرًا
فَاللَّهُ
أَوْلَى
بِهِمَا فَلَا
تَتَّبِعُوا
الْهَوَى
أَنْ
تَعْدِلُوا
وَإِنْ
تَلْوُوا أَوْ
تُعْرِضُوا
فَإِنَّ
اللَّهَ
كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرًا﴾
“Wahai orang-orang
yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa’ [4]:
135)
Prinsip hukum Islam
tersebut tidak dikenal dalam sistem hukum sekuler (Barat). Peradilan hukum
Islam yang berlaku secara adil dan memuaskan para pihak. Suatu saat diajukan
seorang pencuri wanita kepada Rasulullah untuk diadili dan dijatuhi hukuman/had
potong tangan. Usamah ibn Zaid memohon keringan hukuman kepada Rasulullah,
namun sikapnya ini ditanggapi Rasul seraya bersabda, “Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari
Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong
tangannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).[BKIM-IPB,
Materi Dasar Islam, (Bogor : BKIM Press, 1996),
hlm. 104.]
Perkara lain,
Khalifah Usman ibn Affan memerintahkan eksekusi hukuman qishash terhadap
Ubaidillah ibn Umar (anak kandung mantan Khalifah Umar ibn Khattab) karena
terbukti bersalah membunuh. Hanya saja, eksekusi gagal dilaksanakan karena
pihak korban memaafkannya, sebagai gantinya ia dikenakan pembayaran diyat
(denda). Juga perkara, Khalifah (Kepala Negara Negara Khilafah Islam) Ali bin
Abi Thalib r.a yang berselisih dengan seorang Yahudi soal baju besi. Dalam
proses persidangan Kholifah Ali r.a tidak bisa meyakinkan hakim karena saksi
yang diajukan Ali adalah anak dan pembantunya. Akhirnya hakim memutuskan Yahudi
tidak bersalah.
Asas Penerapan Hukum Islam
Islam
sebagai agama dan ideologi (akidah dan syariah komprehensif), dilaksanakan
secara utuh dengan tigas asas penerapan hukum Islam, pertama ketaqwaan individu
yang mendorongnya untuk terikat kepada syariat Islam, kedua pengawasan
masyarakat, dan ketiga Negara Islam yang menerapkan syariat Islam secara utuh.
Apabila salah satu asas ini telah runtuh, maka penerapan syariat Islam dan
hukum-hukumnya akan mengalami penyimpangan, dan akibatnya Islam sebagai agama
dan ideologi (mabda) akan hilang dari bumi Allah ini. [Hafidz Abdurrahman, Islam Pilitik dan Spritual,
(Singapore : Lisan Ul-Haq, 1998), hlm. 210.]
Allah Memerintahkan Manusia Agar Melaksanakan Hukum Islam
Hukum
positif yang merupakan hasil rekayasa pikiran manusia sangat paradoksal dengan
hukum Islam. DR. Taher Azhari mengemukakan bahwa substansi hukum positif
(barat) berbeda dengan hukum islam. Hukum Islam dilandasi oleh aqidah dan
akhlak. Sedangkan hukum barat mengabaikan keduanya. Norma agama dan susila
dimata mereka di luar norma hukum. Pada masa penjajahan kafir belanda, Van
Vollenhoven (sarjana belanda) mengeliminasi hukum Islam dan mengedepankan hukum
adat. Ia sengaja menerima dan mengenalkan pemberlakuan hukum adat dengan tujuan
mencampakkan hukum Islam. Dengan kemampuan rekayasa berpikir liciknya, ia
membuat rumusan bahwa hukum adat lebih tinggi dari pada hukum Islam.
Pendapatnya segera mendapat kritikan dan protes dari para pemikir Islam yang memang
wajib mendukung hukum Islam semisal
Prof. Hazairin, SH. Dengan tajam, Hazairin menanggapi teori Van Vollenhoven
sebagai teori iblis. Hazairin mengatakan bahwa pendapat Vollenhaven tanpa dasar
dan tendensius. Taher Azhari menilai bahwa sarjana barat di masa lalu telah
salah paham memahami hukum Islam. Alasannya, sarjana barat hanya mengkaji hukum
Islam dengan parameter barat. Mereka tidak memberikan peran pada hukum yang
bersumber dari Allah Swt.
Islam
adalah agama sempurna. Tidak ada sistem
hukum di muka bumi ini sesempurna Islam. Allah Swt berfirman, artinya:
﴿اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلاَمَ دِ يْنًا﴾
“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu” (QS. Al-Maidah [5]:
3)
Hukum
Islam sangat lengkap dan mampu menjawab persoalan hukum dan keadilan. Menurut Syeikh
Abdurrahman al-maliki dalam kitabnya Nidzam al-Uqubat bahwa sanksi di dalam hukum
Islam terdiri 4 macam, yakni: Had, Jinayat, Ta’zir dan Mukhalafah. Sanksi
(uqubat) memiliki fungsi pencegah dan penebus. Syeikh Muhammad Muhammad Ismail
dalam kitabnya Fikr al-Islam menjelaskan bahwa sanksi berfungsi sebagai zawajir
(pencegah) dan jawabir (penebus). Pencegah maksudnya dengan sanksi itu manusia
takut berbuat jahat, karena menyadari hukumannya berat. Penebus maksudnya
muslim yang berdosa di dunia harus mendapatkan hukuman agar ia terlepas siksa
di akhirat.[Ismail Yusanto, Islam Ideologi Spiritual Refleksi Cendekiawan
Muda, ( Bangil : al-Izzah, 1998), hlm. 64-66.]
Di dalam
al-Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk berhukum dengannya dan mencampakkan
sistem hukum buatan manusia:
]فَاحْكُمْ
بَيْنَهُمْ
بِمَا
أَنْزَلَ اللهُ
وَلاَ
تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ
عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ
الْحَقِّ[
“Maka, putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan (al-Qur’an) dan janganlah kamu
mengikuti hawa hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah)
yang telah datang kepadamu” (QS. Al-Maidah [5]: 48)
﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوْ قِنُوْنَ﴾
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang
lebih baik dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al-Maidah [5]: 50)
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Keunggulan Sistem Hukum Islam Syariah
Diolah
dari makalah oleh: M. Jabir Ardiansyah, SH: KRIMINALITAS MENINGKAT CERMIN KEGAGALAN HUKUM POSITIF SEKULARISTIK
Makalah ini
disampaikan pada acara “Diskusi Publik Jakarta”, pada tanggal 1 September 2002.
Kegiatan ini merupakan bagian kampanye penegakan syariat Islam “Selamatkan
Indonesia Dengan Syariah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar