Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 14 April 2013

Kesalahan Paham Kebebasan

Kesalahan Paham Kebebasan





1. Kebebasan Beraqidah
Kebebasan beraqidah menurut kaum Kapitalis, artinya ialah manusia berhak untuk meyakini ideologi atau agama apapun dan berhak mengingkari agama atau ide apapun. Manusia juga dianggap berhak mengubah agamanya, bahkan berhak tidak memper­cayai suatu agama sama sekali.

Sebagian kaum muslimin yang tertipu oleh kaum kafir dan menjadi corong mereka, menyangka bahwa kebebasan beraqidah yang dipropagandakan oleh kaum Kapitalis itu tidaklah bertentangan dengan Islam. Mereka berargumentasi dengan firman Allah SWT:

لاَ إِكْرَاهَا فيِ الدِّيْنَ
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)." (Q.S. Al Baqarah : 256)

فَمَنْ شَاءَ فــَلْيُؤْمِنْ و َمَنْ شَاءَ فـَلْيَكْفُرْ
"Maka siapa saja yang ingin (beriman) hendaklah beriman, dan siapa saja yang ingin (kafir) biarlah ia kafir." (Q.S. Al Kahfi : 29)

Mereka sengaja pura-pura tidak mengetahui objek pembahasan dua nash tersebut, karena sesungguhnya seruan (khithab) dalam dua nash tersebut terbatas hanya ditujukan untuk orang-orang kafir. Jadi, kaum muslimin tidak boleh memaksa orang kafir untuk masuk Islam, sebab orang-orang kafir dalam hal ini berhak untuk beriman kepada Islam dan berhak pula untuk tidak mengimaninya. Dengan demikian, kaum muslimin tidak boleh memaksa mereka untuk mengima­ni Islam.

Hanya saja seruan dalam dua nash tadi tidak tepat jika diterapkan untuk kaum muslimin, sebab setelah mereka beragama Islam, kaum muslimin tidak diberi pilihan lagi untuk kafir atau murtad dari Islam. Hukum Islam bagi seorang muslim yang murtad, ialah diminta bertaubat agar kembali kepada haribaan Islam. Jika dia tetap bersikeras pada kekafirannya, maka kepadanya dikenakan sanksi (had) yang ditetapkan untuk orang murtad, yaitu dihukum mati. Hal ini semata-mata dalam rangka melaksanakan sabda Rasu­lullah Saw.:

مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
"Siapa saja yang mengganti agama (Islam)-nya, bunuhlah dia." (HSR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Ashhabus Sunan)

Jadi, kebebasan beraqidah tidak ada dalam kamus kaum muslim­in, bahkan sebaliknya, mereka wajib untuk terus memeluk Aqidah Islamiyah. Seorang muslim tidak boleh memeluk aqidah apapun selain Aqidah Islamiyah, baik aqidah itu berasal dari agama samawi lainnya seperti Yahudi dan Nashrani, maupun dari ideologi lain, seperti Kapitalisme dan Sosialisme. Dia tak boleh pula meyakini aqidah apa pun dari agama dan ide apapun, selama itu bukan Aqidah Islamiyah.

Jelaslah, bahwa seorang muslim tidak boleh menerima ide kebebasan beraqidah yang diserukan oleh orang-orang Kapitalis. Bahkan dia wajib menolaknya dan menentang siapapun yang menggem­bar-gemborkan ide tersebut.

2. Kebebasan Berpendapat
Kebebasan berpendapat menurut orang-orang Kapitalis berarti bahwa setiap orang memiliki hak untuk menyatakan pendapat apa saja di segala bidang dan segala persoalan tanpa terikat dengan batasan apapun.

Kebebasan berpendapat ini sangat menarik bagi sebagian kaum muslimin, sebab mereka memang hidup tertindas di negara-negara tirani (militer), yang melarang siapapun untuk menyatakan pendapatnya, apabila bertentangan dengan pendapat penguasa, walau pendapat tersebut berasal dari Islam, bahkan dari ayat-ayat Al Qur'an atau hadits-hadits Nabi. Semua pendapat ini dilarang, selama yang dimaksud oleh ayat atau hadits itu bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh penguasa atau kebijakan politik yang dijalankannya. Hal ini sudah sedemikian rupa, sampai-sampai salah seorang penguasa kaum muslimin memerintahkankan aparatnya yang penindas itu untuk mencampakkan ayat-ayat atau hadits-hadits dari dinding-dinding masjid dan tempat-tempat umum lainnya serta menyobek-nyobeknya. Mereka melakukan kejahatan ini hanya karena ayat atau hadits tersebut menjelaskan hakekat bangsa Yahudi, seperti firman Allah SWT:

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا اليَهُوْدَ وَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا
"Tidaklah engkau dapati manusia yang paling keras per- musuhannya terhadap orang-orang yang beriman kecuali orang Yahudi dan orang-orang musyrik.." (Q.S. Al Maaidah: 82)

Sungguhpun demikian, apa yang menimpa kaum muslimin -yakni kejahatan dan penindasan para penguasa berikut pelanggaran mereka terhadap hukum-hukum Allah- tetap tidak membolehkan kaum muslimin menerima apa yang dimurkai Allah, yakni menerima ide kebebasan berpendapat.

Kebebasan berpendapat pada ideologi Kapitalisme tidak terba­tas pada hal-hal yang berhubungan dengan koreksi terhadap penguasa, kritik terhadap sepak-terjang para politikus, dan yang lainnya. Ide kebebasan ini juga mencakup kebebasan untuk terang-terangan bersikap kufur, ingkar terhadap adanya Allah, atau mempropagandakan ide apa saja, walaupun ide tersebut bertentangan dengan Aqidah Islamiyah atau menyalahi hukum-hukum yang terpancar dari Aqidah Islamiyah itu. Misalnya, propaganda terhadap hal-hal yang diharamkan Allah seperti praktek riba, perjudian, minuman keras, perzinaan, penyimpangan seksual, dan segala sesuatu yang menghancurkan nilai-nilai luhur Islam yang harus kita pegang teguh dan kita jaga sesuai perintah Allah SWT kepada kita.

Kebebasan berpendapat juga berarti kebolehan bagi para agen Barat, orang-orang munafik dan orang-orang fasik serta musuh-musuh Islam untuk berpropaganda menentang Islam dan menghancurkan kesatuan umat, dengan memecah belahnya menjadi berbagai bangsa, negara, kelompok, dan golongan yang berbeda-beda. Kebebasan berpendapat juga membolehkan seruan-seruan yang bertolak dari fanatisme golongan (ashabiyah), seperti Nasionalisme, Patriotis­me, dan sebagainya. Padahal Islam telah memerintahkan umatnya untuk menghapuskan fanatisme golongan dan mengharamkan mereka untuk menyeru­kannya. Bahkan Rasulullah Saw. pernah mengklasifikasikannya seba­gai bangkai atau ajaran yang rusak.

Selain itu kebebasan ini juga berarti kebolehan bagi agen-agen Barat tersebut untuk menyerukan ide-ide kufur yang dijajakan untuk menjatuhkan martabat kaum wanita, menyebarkan kebejatan dan kebobrokan moral, serta memusnahkan nilai-nilai luhur, kehorma­tan, dan kemuliaan.

Untuk mengetahui sejauh mana kebebasan ini diberikan oleh orang-orang Kapitalis, cukuplah kita mengingat hujatan Salman Rushdi yang mendiskreditkan Nabi Saw. dan isteri-isteri beliau yang mulia (ummahatul mu'minin). Semua ini dibenarkan menurut prinsip kebebasan berpendapat yang digembar-gemborkan kaum Kapi­talis.

Memang benar, bahwa Islam telah membolehkan seorang muslim untuk menyatakan pendapatnya terhadap segala hal dan persoalan. Akan tetapi Islam mensyaratkan bahwa pendapat tersebut wajib terpancar dari Aqidah Islamiyah atau dibangun di atasnya, serta tetap berada di dalam lingkaran Islam. Karena itu, seorang muslim berhak menyatakan pendapat apa saja sekalipun pendapat itu ber­tentangan dengan pendapat yang diadopsi Khalifah dan berlawanan dengan pendapat mayoritas kaum muslimin. Tetapi tentu semua pendapatnya ini tetap harus bersandar kepada dalil syara' atau berada dalam batas-batas syara'.

Lebih dari itu, Islam telah mewajibkan seorang muslim untuk menyatakan pendapatnya dan mengoreksi penguasa, apabila mereka bertindak zhalim dan mengeluarkan pernyataan atau memerintahkan sesuatu yang dimurkai Allah. Bahkan dalam hal ini Islam menseja­jarkan aktivitas seperti ini dengan jihad fi sabilillah. Rasulul­lah Saw. bersabda:

سَيِّدَ الشُّهَدَاءِ حَمْزةُ بن عَبْدِ المُطَلِّبْ وَرَجُلٌ قَامَ إلَى إمامٍ جَائِرٍ فَأمره وَ نَهَاه فَقتَلهُ
"Penghulu para syuhada' ialah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa zhalim, lalu orang itu memerintahkannya berbuat ma'ruf (menjalankan apa yang diwajibkan oleh syara') dan melarangnya berbuat mungkar (kekufuran/kezhaliman/kemaksiatan), kemudian penguasa itu membu­nuhnya." (HR. Al Hakim)

Sekalipun demikian, seorang muslim tidak boleh menyatakan pendapat yang bertentangan dengan Islam, yakni bila pendapat itu bertentangan dengan Aqidah Islamiyah atau bertentangan dengan pemikiran dan hukum yang terpancar darinya.

Maka dari itu, seorang muslim tidak diperkenankan menyerukan apa yang dinamakan sebagai kebebasan wanita, Nasionalisme, Patri­otisme, dan sebagainya. Ia tidak boleh pula mempropagandakan ideologi-ideologi kufur seperti Kapitalisme dan Sosialisme atau pemikiran apa pun yang bertentangan dengan Islam.

Atas dasar inilah, seorang muslim tidak diperbolehkan mener­ima ide kebebasan berpendapat yang diserukan oleh orang-orang Kapitalis. Sebab, segala pendapat yang dinyatakan seorang muslim wajib terikat dengan hukum syara'. Rasulullah Saw. dalam konteks ini pernah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ اليَوْمِ الأَخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمِتْ
"Siapa saja yang telah beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menyatakan Al Khair atau diam." (HSR. Ahmad, Buk­hari, dan Muslim)

Al Khair dalam hadits di atas artinya adalah Islam atau apa yang dibenarkan Islam.

Selain itu, Islam juga telah melarang para pemeluknya untuk mempunyai kecenderungan -walaupun baru berupa kecenderungan- terhadap hal-hal yang bertentangan dengan Islam. Rasulullah saw bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَـا جِئْتُ بِهِ
"Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sebelum hawa nafsunya tunduk kepada apa yang aku bawa (Islam)". (HSR. Al Baghawi dan Imam Nawawi)

Kesalahan Paham Kebebasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam