Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 14 April 2013

Kekeliruan Ide Hak Asasi Manusia

Kekeliruan Ide Hak Asasi Manusia




C. Hak Asasi Manusia
Slogan ketiga yang digembar-gemborkan oleh Amerika dan Barat serta selalu mereka upayakan agar kaum muslimin mengambil dan mengadopsinya, ialah Hak Asasi Manusia (HAM). Slogan ini ternyata mempunyai penampilan yang indah dan mempesona di mata kebanyakan kaum muslimin, karena mereka memang merasakan kezhaliman, kekeja­man, dan penindasan dari para penguasa mereka yang menjadi kaki tangan AS dan Barat.

Pemikiran mengenai HAM berpangkal dari pandangan ideologi Kapitalisme terhadap tabiat manusia, hubungan individu dengan masyarakat, fakta masyarakat, dan tugas negara.

Berkaitan dengan tabiat manusia, ideologi Kapitalisme memandang bahwa manusia itu pada hakekatnya adalah baik, tidak jahat. Kejahatan yang muncul dari manusia disebabkan oleh pengekangan terhadap kehendaknya. Oleh karena itu, kaum Kapitalis menyerukan untuk membebaskan kehendak manusia agar dia mampu menunjukkan tabiat baiknya yang asli. Dari sinilah, muncul ide kebebasan yang kemudian menjadi salah satu ide yang paling meno­njol dalam ideologi Kapitalisme.

Mengenai hubungan individu dengan masyarakat, kaum Kapitalis memandang bahwa hubungan itu bersifat kontradiktif. Oleh karenan­ya, harus ada pemeliharaan individu dari dominasi masyarakat, sebagaimana harus ada jaminan dan pemeliharaan terhadap kebeba­san-kebebasan individu. Jadi bertolak belakang dengan opini umum pada masa Feodalisme bahwa kepentingan masyarakat harus didahulu­kan daripada kepentingan individu, orang-orang  Kapitalis menga­takan bahwa kepentingan individulah yang harus didahulukan dari­pada kepentingan masyarakat. Atas dasar ini, mereka menetapkan bahwa tugas pokok negara adalah menjamin kepentingan individu dan memelihara kebebasannya.

Tentang fakta masyarakat, kaum Kapitalis berpandangan bahwa masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang hidup bersa­ma di suatu tempat. Jadi apabila kepentingan individu-individu itu terjamin penuh, maka secara alami akan terjamin pula kepen­tingan masyarakat. Demikianlah.

Sesungguhnya, seluruh pemikiran kaum Kapitalis mengenai tabiat manusia, hubungan individu dengan masyarakat, fakta masyarakat, dan tugas negara; tak lebih hanyalah setumpuk kesalahan belaka.

Sebab, tabiat manusia sesungguhnya bukanlah baik seperti yang dikatakan oleh orang-orang Kapitalis. Begitu pula bukan jahat sebagaimana pandangan Gereja yang berasal dari filsafat-filsafat kuno yang dibangun atas dasar pemahaman bahwa manusia telah mewarisi dosa Adam.

Pandangan yang benar terhadap tabiat manusia, ialah bahwa manusia itu memiliki sejumlah naluri (gharaiz) dan kebutuhan-kebutuhan jasmani (hajat al udlwiyah) yang menuntut pemuasan. Dengan akal yang dikaruniakan Allah, manusia kemudian mempunyai kehendak untuk memilih jalan yang akan dia tempuh untuk memuas­kan naluri dan kebutuhan jasmaninya itu.

Maka dari itu, apabila manusia memenuhi kebutuhan naluri dan jasmaninya dengan jalan yang benar, berarti dia telah melakukan kebaikan. Sebaliknya apabila dia memenuhinya dengan jalan yang keliru atau menyimpang, berarti dia telah melakukan keburukan.

Dengan demikian, tabiat manusia itu sebenarnya siap atau berpotensi untuk menerima kebaikan dan kejahatan sekaligus. Dan manusialah yang memilih kebaikan atau keburukan, sesuai kehen­daknya sendiri.

Inilah pandangan yang dilontarkan Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah SWT :

وَ نَفْسٍ وَ مَـا سَوَّاهَـا فَأَلْــهَمَهَـا فُجُوْرَهَـا وَ تَقْوَاهَـا
"Dan demi jiwa (manusia) serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah-lah yang mengilhamkan (menyerukan) kepada jiwa itu memilih (jalan) kefasikan (kemaksiatan) dan ketakwaannya (ketaa­tan kepada Allah)." (Q.S. Asy Syams: 7-8)

وَ هَدَيْنَـاهُ النَّجْـدَيْنِ
"dan Kami telah menunjukkan kepadanya (yakni manusia) dua jalan (baik dan buruk)." (Q.S. Al Balad: 10)

إٍنَّـا هَدَيْنـَاهُ السَّبِيْـلَ إِمَّـا شَـاكِرًا وَ إِمَّـا كَفُوْرًا
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir." (Q.S. Al Insan: 3)

Demikian pula apa yang mereka lontarkan mengenai hubungan individu dengan masyarakat, yang menurut mereka merupakan hubun­gan yang berlawanan dan bertentangan, juga merupakan kesalahan.

Semuanya tidak tepat, baik pendapat orang-orang Kapitalis yang lebih mendahulukan kepentingan individu daripada kepentingan masyarakat; maupun pendapat para propagandis sistem Feodalisme yang menyerukan bahwa kepentingan individu telah tercakup dalam kepentingan kolektif/masyarakat; ataupun pendapat orang-orang Sosialis Marx yang menjadikan individu hanya sebagai gigi dalam sebuah roda masyarakat.

Hubungan yang benar adalah seperti yang digambarkan oleh Islam, yang memandang hubungan itu sebagai hubungan keanggotaan yang bersifat saling melengkapi. Bukan hubungan yang saling berlawanan. Sebab, individu adalah bagian dari masyarakat, seper­ti halnya tangan merupakan bagian dari tubuh manusia. Sebagaimana tubuh tidak lengkap tanpa tangan, maka tangan pun tidak ada artinya apabila terpisah dari tubuh.

Dalam hal ini Islam telah menetapkan hak-hak bagi individu sebagaimana Islam telah menetapkan hak-hak bagi masyarakat. Hak-hak tersebut bukan saling bertentangan ataupun berlawanan, tetapi saling melengkapi.

Demikian pula Islam telah mengatur kewajiban-kewajiban masing-masing dan menyerahkan pelaksanaannya kepada negara untuk menjamin keseimbangan antara dua pihak, agar masing-masing tidak melanggar atau mendominasi pihak yang lainnya. Sebab masing-masing harus mendapat­kan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Berkaitan dengan hal ini, tidak ada gambaran yang lebih indah untuk menun­jukkan hubungan antara individu dan jama'ah daripada sabda Rasu­lullah Saw.:

مَثَلُ القَـائِمِ علَى حُدودِ الله و الواقِعِ فيهَـا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا على سفِينَةٍ فَأَصَـابَ بعضُهُـم أَعْلاَهـا وَ بَعْضُهُـم أَسْفـلُهـا، فكَـانَ الَّذِينَ في أسْفَلِهـا إِذا اسْتَقَوا من المَـاءِ مَرُّوا عَلى مَن فَوقهم فقـالوا : لَوْ أَنـَّا خَرَقْنَـا في نَصِيبنا خَرْقًا وَ لَمْ نُؤْذِ مَن فَوقنا فإِنْ يَتركُوهم وَ مَـا أرَادُوا هَلَكُوا جميعـًا و إن أَخَذُوا على أيدِهِم نَجَوا و نَجَوْا جميعـًا

"Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang diundi dalam sebuah kapal. Sebagian mendapatkan bagian atas dan sebagian yang lain berada di bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Maka berkatalah orang-orang yang berada di bawah: 'Andai saja kami melobangi (dinding kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami'. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), niscaya binasalah seluruhnya. Dan jika mereka dicegah melakukan hal itu, maka ia akan selamat dan selamatlah semuanya”.
(HSR. Ahmad, Bukhari, dan Tirmidzi)

Pendapat orang-orang Kapitalis yang menyatakan bahwa masyarakat itu merupakan sekumpulan individu-individu yang hidup bersa­ma di suatu tempat, adalah pendapat yang jauh dari kebenaran. Sebab masyarakat bukan hanya sekumpulan individu yang hidup bersama di suatu tempat, melainkan terdiri pula dari ide-ide dan perasaan-perasaan yang ada pada individu-individu tersebut serta sistem/peraturan yang diterapkan atas mereka.

Dengan kata lain, masyarakat merupakan sekumpulan individu yang memiliki interaksi yang terus-menerus. Karena itu para penumpang kapal atau kereta tidak dapat dikategorikan sebagai masyarakat sekalipun jumlahnya mencapai ribuan. Sebaliknya, penduduk kampung yang kecil bisa membentuk sebuah masyarakat, sekalipun jumlahnya hanya beberapa ratus jiwa.

Dengan demikian, jelaslah kesalahan ideologi Kapitalisme dalam memahami fakta masyarakat, tabiat manusia, serta hubungan individu dengan masyarakat.

Kesalahan pemahaman mereka mengenai peran negara lebih jelas lagi. Sebab negara bukanlah alat untuk menjamin dan menjaga kemaslahatan individu saja, akan tetapi merupakan suatu institusi yang mengurusi kebutuhan individu, jamaah, dan masyarakat sebagai satu kesatuan, baik urusan dalam maupun luar negerinya, sesuai dengan peraturan tertentu yang membatasi hak dan kewajiban mas­ing-masing. Di samping itu negara bertugas untuk mengemban risa­lah ke seluruh dunia, kalau memang dia memiliki risalah kemanu­siaan, yaitu risalah yang layak untuk manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, tanpa memperhatikan pertimbangan lainnya.

Ringkasnya, atas dasar pandangan ideologi Kapitalisme terha­dap tabiat manusia, hubungan individu dengan masya rakat, fakta masyarakat yang menjadi tempat hidupnya, serta peran negara yang menjamin dan menjaga kemaslahatan individu, maka ideologi ini menyerukan jaminan terhadap empat kebebasan bagi individu, yaitu: kebebasan beraqidah/ beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan hak milik, dan kebebasan bertingkah laku.

Kebebasan inilah yang merupakan asas HAM, sekaligus biang keladi segala kebobrokan yang terjadi di tubuh masyarakat-masyar­akat Kapitalis. Kebebasan di sana telah menjerumuskan manusia menjadi gerombolan binatang-binatang buas di mana yang kuat akan memakan yang lemah. Kebebasan itu telah mengakibatkan pula timbulnya kebejatan moral yang memerosotkan harkat dan martabat manusia hingga sederajat dengan binatang yang hina, karena manusia dibe­baskan tanpa kendali untuk memuaskan kebutuhan naluri dan kebutu­han jasmaninya.

Jadi, manusia dalam masyarakat-masyarakat Kapitalis tak ubahnya seperti kawanan binatang ternak, yang hanya bernafsu untuk meraup sebanyak mungkin kenikmatan fisik. Ironisnya, kenik­matan fisik ini dianggap sebagai puncak kebahagiaan oleh ideologi Kapitalisme. Padahal pada hakekatnya, masyarakat-masyarakat Kapitalis itu tak pernah mengecap cita rasa kebahagiaan sedikit pun, sebab kehidupan mereka memang senantiasa bergelimang dengan penderitaan, kegoncangan, dan keresahan yang tak pernah berakhir.

Kekeliruan Ide Hak Asasi Manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam