Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 17 April 2013

Bahaya Politik Pasar Bebas

Bahaya Politik Pasar Bebas



D. Politik Pasar Bebas
Slogan keempat yang diangkat oleh AS dan Barat dalam seran­gan universalnya untuk menjadikan ideologi Kapitalisme sebagai agama seluruh manusia -termasuk kaum muslimin-, adalah slogan Politik Pasar Bebas.

Politik Pasar Bebas dalam serangan ini berarti penerapan kebebasan hak milik-yang bersumber dari aqidah ideologi Kapitalisme- secara internasional, yakni penerapan kebebasan hak milik dalam hubungan perdagangan internasional.

Tujuan dari Politik Pasar Bebas adalah meringankan atau menghentikan intervensi (campur tangan) negara-negara dalam perdagangan khususnya, dan dalam kegiatan perekonomian pada umumnya. Bertolak dari sini, AS berusaha menggiring negara-negara di dunia untuk menghilangkan hambatan tarif (bea masuk) dan rintangan apapun dalam perdagangan internasional. Termasuk di dalamnya kebijakan proteksi perdagangan secara langsung -seperti larangan impor komoditas tertentu untuk memproteksi produk dalam negeri dari persaingan- maupun kebijakan proteksi tidak langsung, seperti penetapan tarif yang tinggi untuk sebagian barang impor, pemberian subsidi untuk sebagian produk dalam negeri, dan penetapan kuota untuk mencegah pertukaran perdagangan.

Tujuan AS memaksakan politik pasar bebas atas negara-negara di dunia, adalah mengubah keadaan dunia menjadi "Pasar Bebas", membuka pasar negara-negara di dunia bagi penanaman modal asing, dan mengeliminir peran negara-negara di dunia untuk menga­tur perekonomian, dengan melakukan privatisasi sektor publik. Tujuan terakhir ini khususnya diarahkan kepada negara-negara dengan sektor publik yang menempati proporsi tinggi dalam kegia­tan perekonomian mereka. Artinya, keberadaan sektor publik ini telah dianggap menghalangi kemunculan peran dan pertumbuhan pemilikan individu (private property).

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan itu, AS dan negara-negara Kapitalis besar telah mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan internasional dan membentuk kelompok-kelompok ekonomi seperti NAFTA (beranggotakan AS, Kanada dan Meksiko), Pasar Bersama Eropa, dan APEC, yang beranggotakan negara-negara NAFTA, Austra­lia, Selandia Baru, Jepang, Indonesia, dan negara-negara macan Asia, yang semuanya berada di sekitar Lautan Pasifik. Selain itu, AS juga telah menjadikan ketujuh negara industri kaya (negara G-7) sebagai instrumen untuk merumuskan kebijakan-kebijakan ekono­mi, keuangan, dan perdagangan internasional, serta untuk menjamin dan mengontrol pelaksanaan semua kebijakan itu. Ini semua merupa­kan langkah persiapan yang ditempuh AS untuk melegitimasi semua kebijakan tersebut menjadi undang-undang internasional, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan di sektor perdagangan.

AS juga memanfaatkan WTO (World Trade Organization) untuk mewujudkan tujuannya. Sebelum WTO berdiri, GATT (General Agree­ment on Tariff and Trade) atau perjanjian umum tentang tarif dan perdagangan,  tetap menjadi rujukan bagi perdagangan internasion­al hingga tahun lalu. Hampir semua negara di dunia terikat dengan GATT, baik negara-negara yang menandatanganinya maupun yang tidak.

Namun karena GATT hanya mengatur hubungan perdagangan antarnegara, dan tidak memberi otoritas kepada AS untuk mengatur kebijakan ekonomi dan perdagangan dalam negeri yang diambil oleh negara-negara di dunia, AS pun merasa bahwa GATT tidak memadai lagi untuk mewujudkan tujuan-tujuannya. Maka, AS kemudian mengam­bil langkah baru untuk menggantinya dengan WTO, yang kelahirannya telah diumumkan di Maroko tahun 1994 lalu.

Tak lama kemudian, mayoritas negara di dunia pun ramai-ramai menandatangani perjanjian baru tersebut dan bergabung dengan organisasi baru itu. Tentu, ini adalah hasil berbagai tekanan yang dilancarkan oleh AS terhadap negara-negara di dunia untuk mewujudkan tujuannya.

Aspek terpenting dari perjanjian baru itu, ialah adanya otoritas yang diberikan kepada negara-negara Kapitalis kaya dan berpengaruh -dengan AS sebagai gembongnya- untuk mengintervensi urusan ekonomi dan perdagangan negara-negara yang terikat dengan perjanjian itu secara umum, melalui peraturan yang dirancang oleh negara-negara berpengaruh tadi.

Maka bukan rahasia lagi, bahwa tujuan utama AS dan negara-negara Kapitalis dalam strategi pasar global ini adalah membuka pasar seluruh negara-negara di dunia bagi produk-produk unggulan dan investasi-investasi mereka. Dengan begitu, negara-negara yang disebut sebagai negara-negara berkembang itu akan senantiasa berada di bawah hegemoni AS dalam bidang ekonomi dan perdagangan, serta tidak berpeluang membangun ekonominya sendiri di atas basis-basis yang kuat dan kokoh.

Padahal kondisi demikian ini, akan bisa membebaskan ketergantungan ekonomi negara-negara berkembang tadi dari negara-negara kaya, sehingga nantinya negara-negara berkembang itu tidak lagi menjadi pasar bagi barang-barang konsumtif (consumer goods) yang diproduksi negara-negara kaya.

Jadi, apabila negara-negara berkembang itu tetap berada di bawah hegemoni negara-negara kaya, maka mereka tak akan pernah mampu mengubah kondisi ekonomi mereka menjadi produktif, yang harus bertumpu pada industri berat sebagai prasyarat mutlak bagi kondisi perekonomian yang produktif itu.

Berdasarkan seluruh penjelasan tadi, kaum muslimin tidak boleh menerima Politik Pasar Bebas yang dipropa-gandakan dengan gencar dan luas oleh AS dan negara-negara Barat. Sebab, strategi tersebut merupakan penerapan kebebasan hak milik yang diserukan oleh sistem Kapital-isme. Dan jelas ini bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Selain itu, keterikatan negeri-negeri Islam dengan Politik Pasar Bebas akan memberikan kesempatan luas kepada kaum kafir untuk menguasai perekonomian negeri-negeri Islam.

Terlebih lagi, Politik Pasar Bebas juga akan menghalang-halangi negeri-negeri Islam untuk membebaskan diri dari belenggu kekufuran dan orang-orang kafir. Jelas ini adalah perkara yang diharamkan oleh Allah SWT. Firman Allah SWT:

وَ لَنْ يَجْعَلَ اللهُ  لِلْكاَفِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nisaa': 141)

Benar, Islam memang mengharamkan ditentukannya bea cukai atas perdagangan, berdasarkan sabda Rasul Saw.:

لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ
"Tidak akan masuk surga orang yang mengambil cukai (bea impor dari kaum muslimin dan rakyat Daulah Islamiyah)." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Al Hakim)
    
Demikian juga, Islam memang tidak membolehkan penetapan bea cukai yang dikenakan atas seluruh pedagang yang menjadi rakyat Daulah Islamiyah. Asal komoditas tak diperhatikan lagi di sini, sebab dalam strategi perdagangannya Islam tidak mempertimbangkan asal barang, tetapi kewarga negaraan pedagang.

Dan memang benar pula, bahwa bea cukai tidak boleh dikenakan terhadap para pedagang dengan kewarganegaraan manapun, kecuali sekedar menjalankan perlakuan yang sama dari negara asing terha­dap pedagang warga negara Daulah Islamiyah.

Akan tetapi, semua ini sama sekali tidak berarti bahwa politik pasar bebas itu sesuai dengan Islam, yang berarti tidak ada larangan untuk terikat dengannya. Sebab, kalaulah sebagian hukum-hukum Islam itu mirip dengan hukum-hukum pada sistem lain dalam beberapa segi, hal itu tidak berarti kaum muslimin boleh mengambil hukum-hukum non Islam.

Jadi, kaum muslimin tetap tidak boleh mengambil hukum-hukum non Islam dengan alasan mengandung kemiripan dengan hukum-hukum Islam. Begitu pula sebaliknya, kaum muslimin tidak boleh memberi­kan sifat-sifat kekufuran kepada sistem Islam hanya karena adanya kemiripan antara Islam dengan aspek-aspek tertentu dalam ideolo­gi-ideologi lain.

Perbuatan keliru seperti itu pernah dilakukan oleh sementara orang. Penyair Ahmad Syauqi, misalnya, pernah menyifati Islam sebagai sistem yang sosialistis. Dalam sebuah syairnya yang dia tujukan untuk Rasulullah saw, dia berkata: "Engkau, wahai Rasulullah, adalah pemimpin orang-orang Sosialis."

Kesalahan serupa juga diperbuat oleh sebagian kaum muslimin, yang telah menyifati syura -yang memang diserukan oleh Islam- sebagai prinsip Demokrasi.

Tindakan seperti itu sangat keliru, sebab setiap ajaran yang ada dalam Islam tiada lain adalah Islam semata. Bukan Sosialisme, bukan Demokrasi, atau apapun. Lagipula, Islam itu sendiri sudah lebih dulu ada di muka bumi ini sebelum lahirnya Sosialisme dan Demokrasi-Kapitalis.

Atas dasar ini, kaum muslimin wajib menolak Politik Pasar Bebas karena strategi ini bertentangan dengan Islam, baik ditin­jau dari segi pandangan dasar yang melahirkannya dan asas-asas pijakannya, maupun dari segi berbagai kemudlaratan besar yang akan terjadi akibat adanya keterikatan kaum muslimin dengan strategi itu.

Tindakan mengikatkan perekonomian negeri-negeri muslim dengan perekonomian negara-negara Kapitalis yang melaju dengan amat cepat, adalah tindakan gegabah yang sangat berbahaya. Sebab, hal ini akan menghalangi pem bangunan ekonomi Dunia Islam di atas basis-basis yang kokoh, dan di samping itu akan memberikan kesempatan luas kepada kaum kafir untuk mempertahankan cengkeramannya atas kaum muslimin dan negeri-negeri mereka.

Bahaya Politik Pasar Bebas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam