Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 05 April 2013

Anggapan Keliru Terhadap Syariah Islam

Anggapan Keliru Terhadap Syariah Islam


{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}

g.   Syariat Islam tidak bersifat tetap, sehingga perlu modifikasi terhadap syariat sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat saat ini.

Dengan memahami fakta yang ada di tengah-tengah manusia tampak nyata realitas dan hakikat benda itu tetap. Misalnya aktivitas mencuri. Dalam pandangan Islam mencuri merupakan aktivitas mengambil barang secara sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau yang mewakilinya dengan syarat telah mencapai ukuran yang mengharuskan potong tangan. Hukum perbuatan mencuri adalah haram. Sanksinya adalah potong tangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

﴿وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa dan Bijaksana." (QS. Al Ma’idah : 38)

Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"Potong tangan diterapkan pada pencurian seperempat dinar atau lebih" (HR. Imam Bukhori)

Kini berkembang sarana-sarana dan teknik pencurian, demikian pula untuk memelihara harta diperlukan alat-alat penjagaan yang ketat termasuk peralatan elektronik, sehingga pencurian pun menjadi aktivitas yang memerlukan kesungguhan berfikir dan pengalaman. Namun, apakah perubahan dalam cara dan teknik seperti ini mengubah hakikat pencurian dan realitasnya seperti yang dijelaskan oleh hukum syara’? Jawabannya tentu saja tidak.

Bila demikian, sementara Al Quran itu tetap Al Quran dan Hadits pun tetap Hadits, bagaimana mungkin berfikir untuk mengubah hukum? Bukankah hukum ini merupakan pemecahan yang benar yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. sebagai Pemilik Pahala dan Siksa, serta Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan?

Contoh lain hakikat khamr. Sekalipun penamaannya beraneka ragam, metode pembuatannya bermacam-macam, dan kemasannya juga berbeda-beda seperti whisky, bir, champagne, sake dan sebagainya, hakikatnya tetap khamer, yakni minuman yang memabukkan dan merusak akal yang hukumnya haram itu. Allah SWT berfirman:

﴿يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamer, judi, undian nasib dan berhala merupakan najis dan perbuatan syetan, maka jauhilah oleh kalian agar kalian beruntung" (QS. Al Maidah 90)

Bila hakikat benda tersebut tetap tidak berubah, mungkinkah orang berakal mengatakan bahwa hukum Allah dalam hal tersebut harus berubah?

Siapapun yang mengelaborasi hakikat perbuatan dan benda-benda adalah tetap dari dulu sampai sekarang sesuai dengan batasan-batasan hukum syara’. Memang, terjadi perubahan. Hanya saja perubahan tersebut pada perkara teknis, cara ataupun bentuknya semata. Sedangkan hakikatnya adalah sama saja. Jadi tetapnya hakikat perbuatan dan benda disertai dengan terjaganya syariat Islam menunjukkan pula bahwa syariat Islam itu bersifat tetap sampai hari kiamat. Yang bermacam-macam adalah objek hukum itu sendiri.

II.Kondisi Faktual di Masyarakat

a.   Negara-negara Islam yang menerapkan syariat Islam seperti Sudan, Afganistan, Arab Saudi, Iran tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan bahkan cenderung pada kegagalan.

Sebenarnya, negara-negara tersebut mengalami kegagalan justru karena tidak menerapkan syariat Islam secara kaffah. Negara-negara itu bukanlah Negara Islam yang seharusnya, bukanlah Negara Islamiyah yang sah menurut sunnah Rasul Saw. dan sunnah Khulafaur Rasyidin. Hal ini dapat menjadi pelajaran bagi kita bahwa penerapan syariat Islam secara parsial akan memunculkan masalah baru. Negara-negara tersebut memang telah menerapkan syariat Islam terbatas pada hukum hudud, jinayat, dan al-ahwal asy-syakhshiyyah (hukum perdata). Namun negara-negara tersebut tidak menjalankan hukum-hukum Islam di bidang kebijakan ekonomi, pemerintahan dan ketatanegaraan, politik dalam dan luar negeri, militer, pergaulan sosial, pendidikan, dan lain-lain.

Apalagi negara-negara tersebut dan negeri-negeri muslim lainnya sistem keamanannya sangat bergantung kepada AS dan sekutunya. Karenanya, ketakberhasilan yang terjadi di negeri-negeri muslim tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dalih untuk menolak syariat Islam. Sebaliknya, yang sudah benar-benar terjadi adalah rusaknya kemanusiaan pada saat diterapkannya sistem musyrik kapitalistik-sekuleristik.

b.   Akan terjadi tirani mayoritas (muslim) terhadap minoritas (non-muslim) karena masyarakat bersifat pluralis yang heterogen.

Pertama, hal ini sebenarnya mencerminkan kegagalan pihak penuduh tersebut dalam memahami realitas masyarakat. Pada kenyataannya, hukum manapun yang diterapkan tidaklah diperuntukkan hanya bagi kalangan yang homogen saja. Contohnya, di Amerika tidak semua penduduknya Kristen, akan tetapi aturan yang diterapkannya adalah kapitalisme. Di Indonesia, terdapat 4 agama resmi yang diakui, tetapi hukum yang diterapkan juga kapitalisme atas dasar sekularisme. Di Cina, puluhan juta umat Islam tinggal di sana, namun aturan yang diberlakukan aturan sosialisme-komunisme. Jadi, tidak rasional menolak ditegakkannya syariat Islam dengan alasan heterogenitas penduduknya. Mereka sendiri tidak pernah melarang penerapan sistem kapitalisme meskipun tidak semua penduduk berideologi kapitalisme; tidak pernah juga berteriak tidak boleh menerapkan sosialisme-komunisme dengan alasan tidak semua penduduknya berideologi sosialisme-komunisme.

Sebenarnya persoalannya bukan terletak pada homogen atau heterogen, tetapi terletak pada sistem aturan mana yang akan diterapkan untuk mengatur penduduk (apapun agamanya) demi terciptanya keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat. Jawabannya, tentu saja Islam!

Kedua, adanya ketidakpahaman terhadap kenyataan hidup Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya. Sejarah menunjukkan bahwa penduduk negara Islam saat itu tidak hanya Muslim, tetapi juga Yahudi dan Nasrani. Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan para khalifah penerusnya selama lebih dari seribu tahun orang-orang non Muslim bisa hidup sejahtera di bawah naungan Islam. Misalnya, di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, beliau menjatuhkan hukum qishas (pembalasan setimpal) kepada anak pejabat Gubernur Mesir yang mencambuk seorang anak Nasrani dari suku Qibthi.
Rasulullah SAW bersabda, artinya:
"Barangsiapa mengganggu seorang dzimmi (non Muslim yang menjadi warganegara Daulah Islamiyah), sungguh (berarti) ia telah menggangguku. Dan barangsiapa yang menggangguku, sungguh ia telah mengganggu Allah." (HR. Thabrani)

Ketiga, tidak adanya penghayatan bahwa syariat Islam itu adalah untuk kebaikan bersama. Sebagai contoh, ketika riba dilarang sebagai landasan perekonomian, hal ini tidaklah ditujukan hanya bagi kepentingan kaum Muslim, melainkan juga untuk kepentingan penduduk non-Muslim. Faktanya, akibat riba kini banyak negara dijerat utang luar negeri, banyak negara di dunia ini terkena krisis besar yang bersumber sektor non-riil (sektor ribawi). Semua penduduk, Muslim dan non-muslim menanggung kerugian ini.

Dalam sejarah peradaban Islam, bisa dikatakan tidak pernah penerapan syariat Islam dilakukan hanya dalam masyarakat homogen atau yang seluruh warganya muslim. Masyarakat yang berhasil dibentuk di Madinah di awal perkembangan Islam misalnya, atau di Irak dan Mesir pada perkembangan selanjutnya, selalu ada di dalamnya warga non-muslim. Islam memang tidak memaksa orang untuk memeluk aqidah Islam. Maka, sekalipun dalam masyarakat Islam seperti saat Rasulullah Saw. memimpin di Madinah atau ketika Islam telah berkembang sampai ke Irak atau Mesir, hidup dengan damai di tengah-tengah masyarakat Islam, warga non-muslim sebagai ahl-dzimmah di mana harta, jiwa dan kehormatan mereka dilindungi.

Siapa saja yang mencederai mereka, mengambil hartanya atau menodai kehormatannya akan dihukum setimpal kendati pelakunya beragama Islam. Dalam hal ini, ahl-dzimmah diperlakukan sama dengan warga muslim. Andai Islam tidak memiliki ketentuan yang gamblang tentang bagaimana memperlakukan warga non-muslim dan perilaku orang-orang Islam katakanlah seperti serdadu Serbia yang membantai secara sadis warga Bosnia, niscaya tidak akan terlahir mantan Sekjen PBB, Boutros Boutros Ghali, anak keturunan suku Koptik di Mesir yang beragama Kristen dan Deputi PM Irak, Thariq Azis, yang juga beragama Kristen, karena nenek moyangnya keburu habis dibantai. Spanyol yang selama sekitar 800 tahun dikuasai oleh Islam disebut Spanyol in three religion, karena di samping Islam yang berkuasa, hidup damai dan sentausa warga beragama Yahudi dan Nashrani.

Sepanjang sejarah kehidupan Islam, tidak tercatat pengusiran apalagi pembantaian warga minoritas non muslim oleh mayoritas muslim. Yang ada adalah justru sebaliknya, pengusiran warga muslim oleh mayoritas non-muslim di mana-mana, seperti yang terjadi di Bosnia, Kosovo, Timor Timur dan sebagainya.

Masyhur akan keelokan budi orang-orang Islam dan ketangguhan sistem Islam dalam melindungi warga non-muslim, membuat Islam dengan mudah masuk ke berbagai wilayah yang semula penduduknya non-muslim. Amr bin Ash ketika menaklukkan Mesir yang ketika itu dikuasai oleh Romawi Kristen, dibantu oleh penduduk suku Koptik yang juga beragama Kristen. Pasukan Islam bahkan dielu-elukan di kanan kiri jalan oleh penduduk ketika masuk Polandia.

Islam mewajibkan tegaknya sebuah adikuasa melalui Khilafah Islam yang akan menaungi umat Islam seluruh dunia di bawah kepemimpinan seorang Khalifah, semata-mata sebagai satu-satunya sarana yang ditetapkan oleh syariat Islam untuk sempurnanya pelaksanaan syariat Islam secara menyeluruh.

Khilafah berfungsi untuk melindungi warganya, muslim dan non-muslim, dan mewujudkan kehidupan yang Islami, damai, sejahtera dan sentausa. Khilafah juga melakukan dakwah dan jihad yang berfungsi sebagai kekuatan untuk menggerakkan penyebaran risalah Islam yang berintikan kalimah tauhid dan akan membentuk tata dunia baru yang sangat berbeda dengan tata dunia sesat yang dibentuk oleh negara-negara Barat sekarang ini.

    Melalui tata dunia yang ada, kafir Barat menyebarkan ideologi  kufur sekularisme. Di bidang ekonomi menyebarkan kesesatan kapitalisme yang eksploitatif, di bidang politik menyebarkan pertentangan dan kemusyrikan demokrasi, di bidang  budaya menyebarkan budaya setan permisif yang berintikan amoralisme, di bidang pendidikan menyebarkan atheisme materialisme.

Lembaga-lembaga imperialisme dunia seperti PBB, IMF dan World Bank dibentuk semata untuk melancarkan semua tujuan-tujuan ideologisnya itu. Penindasan dan eksploitasi seakan menjadi tindakan sah setelah dilegalkan oleh badan-badan dunia bentukan negara-negara kafir Barat itu.

Sementara, melalui khilafah, Islam akan menyebarkan tauhid yang berintikan pembebasan manusia dari penghambaan kepada  manusia menuju penghambaan kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Melalui syariat Islam yang harus dilaksanakan sebagai  konsekuensi dari tauhid, akan tercipta tatanan ekonomi yang adil, budaya yang luhur, pendidikan yang meneguhkan visi dan misi penciptaan manusia, dan hubungan antar negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip aqidah Islam. Lebih dari 1000 tahun Khilafah memimpin dunia, telah terbentuk peradaban yang agung. Sementara kurang dari 200 tahun dominasi kafir Barat, yang muncul adalah peradaban yang kacau, pertentangan, eksploitasi, perang tiada henti, ketidakadilan, kesengsaraan, kemiskinan, dan sebagainya.

Anggapan Keliru Terhadap Syariah Islam

{{BERLANJUT KE ARTIKEL LANJUTAN}}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam