Anggapan Keliru Terhadap Syariah Islam
{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}
g.
Syariat Islam tidak bersifat tetap, sehingga perlu
modifikasi terhadap syariat sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat saat
ini.
Dengan memahami fakta yang ada di tengah-tengah manusia
tampak nyata realitas dan hakikat benda itu tetap. Misalnya aktivitas mencuri.
Dalam pandangan Islam mencuri merupakan aktivitas mengambil barang secara
sembunyi-sembunyi dari pemiliknya atau yang mewakilinya dengan syarat telah
mencapai ukuran yang mengharuskan potong tangan. Hukum perbuatan mencuri adalah
haram. Sanksinya adalah potong tangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
﴿وَالسَّارِقَةُ
فَاقْطَعُوا
أَيْدِيَهُمَا
جَزَاءً
بِمَا
كَسَبَا
نَكَالاً
مِنَ اللهِ
وَاللهُ
عَزِيزٌ
حَكِيمٌ﴾
"Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa dan Bijaksana." (QS. Al Ma’idah : 38)
Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah Saw.
bersabda:
"Potong tangan
diterapkan pada pencurian seperempat dinar atau lebih" (HR. Imam Bukhori)
Kini berkembang sarana-sarana dan teknik pencurian,
demikian pula untuk memelihara harta diperlukan alat-alat penjagaan yang ketat
termasuk peralatan elektronik, sehingga pencurian pun menjadi aktivitas yang
memerlukan kesungguhan berfikir dan pengalaman. Namun, apakah perubahan dalam
cara dan teknik seperti ini mengubah hakikat pencurian dan realitasnya seperti
yang dijelaskan oleh hukum syara’? Jawabannya tentu saja tidak.
Bila demikian, sementara Al Quran itu tetap Al Quran dan
Hadits pun tetap Hadits, bagaimana mungkin berfikir untuk mengubah hukum?
Bukankah hukum ini merupakan pemecahan yang benar yang telah ditetapkan oleh
Allah Swt. sebagai Pemilik Pahala dan Siksa, serta Pencipta alam semesta,
manusia dan kehidupan?
Contoh lain hakikat khamr. Sekalipun penamaannya beraneka
ragam, metode pembuatannya bermacam-macam, dan kemasannya juga berbeda-beda
seperti whisky, bir, champagne, sake dan sebagainya,
hakikatnya tetap khamer, yakni minuman yang memabukkan dan merusak akal yang
hukumnya haram itu. Allah SWT berfirman:
﴿يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا
إِنَّمَا
الْخَمْرُ
وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ
وَالْأَزْلَامُ
رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ﴾
"Wahai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamer, judi, undian nasib dan berhala merupakan
najis dan perbuatan syetan, maka jauhilah oleh kalian agar kalian
beruntung" (QS.
Al Maidah 90)
Bila hakikat benda tersebut tetap tidak berubah,
mungkinkah orang berakal mengatakan bahwa hukum Allah dalam hal tersebut harus
berubah?
Siapapun yang mengelaborasi hakikat perbuatan dan
benda-benda adalah tetap dari dulu sampai sekarang sesuai dengan
batasan-batasan hukum syara’. Memang, terjadi perubahan. Hanya saja perubahan
tersebut pada perkara teknis, cara ataupun bentuknya semata. Sedangkan hakikatnya
adalah sama saja. Jadi
tetapnya hakikat perbuatan dan benda disertai dengan terjaganya syariat Islam
menunjukkan pula bahwa syariat Islam itu bersifat tetap sampai hari kiamat.
Yang bermacam-macam adalah objek hukum itu sendiri.
II.Kondisi Faktual di Masyarakat
a.
Negara-negara Islam
yang menerapkan syariat Islam seperti Sudan, Afganistan, Arab Saudi, Iran tidak
menunjukkan kemajuan yang signifikan bahkan cenderung pada kegagalan.
Sebenarnya, negara-negara tersebut mengalami kegagalan
justru karena tidak menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Negara-negara itu bukanlah Negara Islam yang seharusnya, bukanlah Negara Islamiyah
yang sah menurut sunnah Rasul Saw. dan sunnah Khulafaur Rasyidin. Hal ini dapat
menjadi pelajaran bagi kita bahwa penerapan syariat Islam secara parsial akan
memunculkan masalah baru. Negara-negara tersebut memang telah menerapkan
syariat Islam terbatas pada hukum hudud, jinayat, dan al-ahwal
asy-syakhshiyyah (hukum perdata). Namun negara-negara tersebut tidak
menjalankan hukum-hukum Islam di bidang kebijakan ekonomi, pemerintahan dan
ketatanegaraan, politik dalam dan luar negeri, militer, pergaulan sosial,
pendidikan, dan lain-lain.
Apalagi negara-negara tersebut dan negeri-negeri muslim
lainnya sistem keamanannya sangat bergantung kepada AS dan sekutunya.
Karenanya, ketakberhasilan yang terjadi di negeri-negeri muslim tersebut tidak
dapat dijadikan sebagai dalih untuk menolak syariat Islam. Sebaliknya, yang sudah benar-benar terjadi
adalah rusaknya kemanusiaan pada saat diterapkannya sistem musyrik
kapitalistik-sekuleristik.
b.
Akan terjadi
tirani mayoritas (muslim) terhadap minoritas (non-muslim) karena masyarakat
bersifat pluralis yang heterogen.
Pertama, hal ini sebenarnya mencerminkan kegagalan pihak penuduh
tersebut dalam memahami realitas masyarakat. Pada kenyataannya, hukum manapun
yang diterapkan tidaklah diperuntukkan hanya bagi kalangan yang homogen saja.
Contohnya, di Amerika tidak semua penduduknya Kristen, akan tetapi aturan yang
diterapkannya adalah kapitalisme. Di Indonesia, terdapat 4 agama resmi yang
diakui, tetapi hukum yang diterapkan juga kapitalisme atas dasar sekularisme.
Di Cina, puluhan juta umat Islam tinggal di sana, namun aturan yang
diberlakukan aturan sosialisme-komunisme. Jadi, tidak rasional menolak ditegakkannya
syariat Islam dengan alasan heterogenitas penduduknya. Mereka sendiri tidak
pernah melarang penerapan sistem kapitalisme meskipun tidak semua penduduk
berideologi kapitalisme; tidak pernah juga berteriak tidak boleh menerapkan
sosialisme-komunisme dengan alasan tidak semua penduduknya berideologi
sosialisme-komunisme.
Sebenarnya persoalannya bukan terletak pada homogen atau
heterogen, tetapi terletak pada sistem aturan mana yang akan diterapkan untuk mengatur penduduk (apapun
agamanya) demi terciptanya keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat.
Jawabannya, tentu saja Islam!
Kedua, adanya ketidakpahaman terhadap kenyataan hidup Nabi
Muhammad saw. dan para sahabatnya. Sejarah menunjukkan bahwa penduduk negara
Islam saat itu tidak hanya Muslim, tetapi juga Yahudi dan Nasrani. Pada masa
pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan para khalifah penerusnya selama lebih dari
seribu tahun orang-orang non Muslim bisa hidup sejahtera di bawah naungan
Islam. Misalnya, di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, beliau
menjatuhkan hukum qishas (pembalasan
setimpal) kepada anak pejabat Gubernur Mesir yang mencambuk seorang anak
Nasrani dari suku Qibthi.
Rasulullah SAW bersabda, artinya:
"Barangsiapa
mengganggu seorang dzimmi (non Muslim yang menjadi warganegara Daulah
Islamiyah), sungguh (berarti) ia telah menggangguku. Dan barangsiapa yang
menggangguku, sungguh ia telah mengganggu Allah." (HR. Thabrani)
Ketiga, tidak adanya penghayatan bahwa syariat Islam itu adalah
untuk kebaikan bersama. Sebagai contoh, ketika riba dilarang sebagai landasan
perekonomian, hal ini tidaklah ditujukan hanya bagi kepentingan kaum Muslim,
melainkan juga untuk kepentingan penduduk non-Muslim. Faktanya, akibat riba kini banyak negara dijerat
utang luar negeri, banyak negara di dunia ini terkena krisis besar yang
bersumber sektor non-riil (sektor ribawi). Semua penduduk, Muslim dan non-muslim
menanggung kerugian ini.
Dalam sejarah peradaban Islam, bisa dikatakan tidak
pernah penerapan syariat Islam dilakukan hanya dalam masyarakat homogen atau
yang seluruh warganya muslim. Masyarakat yang berhasil dibentuk di Madinah di
awal perkembangan Islam misalnya, atau di Irak dan Mesir pada perkembangan
selanjutnya, selalu ada di dalamnya warga non-muslim. Islam memang tidak
memaksa orang untuk memeluk aqidah Islam. Maka, sekalipun dalam masyarakat
Islam seperti saat Rasulullah Saw. memimpin di Madinah atau ketika Islam telah
berkembang sampai ke Irak atau Mesir, hidup dengan damai di tengah-tengah
masyarakat Islam, warga non-muslim sebagai ahl-dzimmah di mana harta,
jiwa dan kehormatan mereka dilindungi.
Siapa saja yang mencederai mereka, mengambil hartanya
atau menodai kehormatannya akan dihukum setimpal kendati pelakunya beragama
Islam. Dalam hal ini, ahl-dzimmah diperlakukan sama dengan warga muslim.
Andai Islam tidak memiliki ketentuan yang gamblang tentang bagaimana
memperlakukan warga non-muslim dan perilaku orang-orang Islam katakanlah
seperti serdadu Serbia yang membantai secara sadis warga Bosnia, niscaya tidak
akan terlahir mantan Sekjen PBB, Boutros Boutros Ghali, anak keturunan suku
Koptik di Mesir yang beragama Kristen dan Deputi PM Irak, Thariq Azis, yang
juga beragama Kristen, karena nenek moyangnya keburu habis dibantai. Spanyol
yang selama sekitar 800 tahun dikuasai oleh Islam disebut Spanyol in three
religion, karena di samping Islam yang berkuasa, hidup damai dan sentausa
warga beragama Yahudi dan Nashrani.
Sepanjang sejarah kehidupan Islam, tidak tercatat
pengusiran apalagi pembantaian warga minoritas non muslim oleh mayoritas
muslim. Yang ada adalah justru sebaliknya, pengusiran warga muslim oleh
mayoritas non-muslim di mana-mana, seperti yang terjadi di Bosnia, Kosovo,
Timor Timur dan sebagainya.
Masyhur akan keelokan budi orang-orang Islam dan
ketangguhan sistem Islam dalam melindungi warga non-muslim, membuat Islam
dengan mudah masuk ke berbagai wilayah yang semula penduduknya non-muslim. Amr
bin Ash ketika menaklukkan Mesir yang ketika itu dikuasai oleh Romawi Kristen,
dibantu oleh penduduk suku Koptik yang juga beragama Kristen. Pasukan Islam
bahkan dielu-elukan di kanan kiri jalan oleh penduduk ketika masuk Polandia.
Islam mewajibkan tegaknya sebuah adikuasa melalui
Khilafah Islam yang akan menaungi umat Islam seluruh dunia di bawah
kepemimpinan seorang Khalifah, semata-mata sebagai satu-satunya sarana yang
ditetapkan oleh syariat Islam untuk sempurnanya pelaksanaan syariat Islam
secara menyeluruh.
Khilafah berfungsi untuk melindungi warganya, muslim dan
non-muslim, dan mewujudkan kehidupan yang Islami, damai, sejahtera dan
sentausa. Khilafah juga melakukan dakwah dan jihad yang berfungsi sebagai
kekuatan untuk menggerakkan penyebaran risalah Islam yang berintikan kalimah
tauhid dan akan membentuk tata dunia baru yang sangat berbeda dengan tata dunia
sesat yang dibentuk oleh negara-negara Barat sekarang ini.
Melalui tata
dunia yang ada, kafir Barat menyebarkan ideologi kufur sekularisme. Di bidang ekonomi
menyebarkan kesesatan kapitalisme yang eksploitatif, di bidang politik
menyebarkan pertentangan dan kemusyrikan demokrasi, di bidang budaya menyebarkan budaya setan permisif yang
berintikan amoralisme, di bidang pendidikan menyebarkan atheisme materialisme.
Lembaga-lembaga imperialisme dunia seperti PBB, IMF dan
World Bank dibentuk semata untuk melancarkan semua tujuan-tujuan ideologisnya
itu. Penindasan dan eksploitasi seakan menjadi tindakan sah setelah dilegalkan
oleh badan-badan dunia bentukan negara-negara kafir Barat itu.
Sementara, melalui khilafah, Islam akan menyebarkan
tauhid yang berintikan pembebasan manusia dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Sang
Pencipta Alam Semesta. Melalui syariat Islam yang harus dilaksanakan
sebagai konsekuensi dari tauhid, akan
tercipta tatanan ekonomi yang adil, budaya yang luhur, pendidikan yang meneguhkan
visi dan misi penciptaan manusia, dan hubungan antar negara yang didasarkan
pada prinsip-prinsip aqidah Islam. Lebih dari 1000 tahun Khilafah memimpin
dunia, telah terbentuk peradaban yang agung. Sementara kurang dari 200 tahun
dominasi kafir Barat, yang muncul adalah peradaban yang kacau, pertentangan,
eksploitasi, perang tiada henti, ketidakadilan, kesengsaraan, kemiskinan, dan
sebagainya.
Anggapan Keliru Terhadap Syariah Islam
{{BERLANJUT KE ARTIKEL LANJUTAN}}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar