Macam Jenis Kepemilikan
Harta
{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}
Macam-Macam Kepemilikan
Zallum (1983); Az-Zain
(1981); An-Nabhaniy (cetakan 1990); Abdullah (1990) mengemukakan bahwa
kepemilikan (property) menurut pandangan Islam dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu: (1). Kepemilikan individu (private property);
(2) kepemilikan umum (collective
property); dan (3) kepemilikan negara (state
property).
1) Kepemilikan Individu
(private property)
Kepemilikan individu adalah
ketetapan hukum syara' yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu,
yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi - jika barangnya diambil kegunaannya oleh
orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya
seperti dibeli - dari barang tersebut. Oleh karena itu setiap orang bisa
memiliki kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara) kepemilikan tertentu.
An-Nabhaniy (cetakan 1990)
mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehensif hukum-hukum syara' yang menentukan
pemilikan seseorang atas harta tersebut, maka akan nampak bahwa sebab-sebab
kepemilikan tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini :
(1) Bekerja
(2) Warisan
(3) Kebutuhan akan harta
untuk menyambung hidup
(4) Harta pemberian negara
yang diberikan kepada rakyat
(5) Harta-harta yang
diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun
2) Kepemilikan Umum
(collective property)
Kepemilikan umum adalah izin
As-Syari' (Pembuat hukum = Allah Swt.) kepada suatu komunitas untuk sama-sama
memanfaatkan benda. Sedangkan benda-benda yang termasuk dalam kategori
kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan
Rasulullah Saw. bahwa benda-benda tersebut untuk suatu komunitas di mana mereka
masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum
Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang atau sekelompok
kecil orang. Dengan pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam
kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelonipok:
a. Benda-benda yang merupakan fasilitas umum, di
mana kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan
menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketaan dalam mencarinya
Yang merupakan fasilitas
umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum.
Rasulullah Saw. telah menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana sifat fasilitas
umum tersebut. Dari lbnu Abbas, bahwa Nabi saw bersabda:
“Kaum muslimin berserikat
dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api.” [HR. Abu
Daud]
Anas ra. meriwayatkan hadits
dari lbnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan: Wa tsamanuhu haram
(dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan. lbnu Majah
juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda:
“Tiga hal yang tidak akan
pemah dilarang (untuk dimiliki siapapun) yaitu
air, padang rumput, dan api.” [HR. Ibnu Majah]
Dalam hal ini terdapat
dalil, bahwa manusia memang sama-sama membutuhkan air, padang rumput dan api,
serta terdapat larangan bagi individu untuk menguasainya. Namun perlu
ditegaskan di sini bahwa sifat benda-benda yang menjadi fasilitas umum adalah
adalah karena jumlahnya yang besar dan menjadi kebutuhan umum masyarakat. Namun
jika jumlahnya terbatas seperti sumur-sumur kecil di perkampungan dan
sejenisnya, maka dapat dimiliki oleh individu dan dalam kondisi demikian air
sumur tersebut merupakan milik individu. Rasulullah Saw. telah membolehkan air
di Thaif dan Khaibar untuk dimiliki oleh individu-individu penduduk.
Oleh karena itu jelaslah,
bahwa sesuatu yang merupakan kepentingan umum adalah apa saja yang kalau tidak
terpenuhi dalam suatu komunitas, apapun komunitasnya, semisal komunitas
pedesaan, perkotaan, ataupun suatu negeri, maka komunitas tersebut akan bersengketa
dalam mendapatkannya. Oleh karena itu, benda tersebut dianggap sebagai
fasilitas umum.
b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besar
Bahan tambang dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu bahan tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya, yang tidak
termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu, serta bahan tambang yang
sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya. Barang tambang yang sedikit
(terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara
pribadi, dan terhadap bahan tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz
(barang temuan), yang darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5
bagiannya (20%).
Adapun bahan tambang yang
sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan
oleh individu, maka bahan tambang tersebut termasuk milik umum (collective
property), dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Imam At-Tirmidzi
meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada
Rasulullah Saw. untuk dibolehkan mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah Saw.
memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis tersebut
bertanya:
“Wahai Rasulullah,
tahukah engkau, apa yang engkau berikan
kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu
bagaikan air yang mengalir.” Rasulullah Saw. kemudian
bersabda: “Tariklah tambang tersebut darinya.” [HR.
At-Tirmidzi]
Hadits tersebut menyerupakan
garam dengan air yang mengalir, karena jumlahnya yang sangat besar. Hadits ini
juga menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. memberikan tambang garam kepada Abyadh
bin Hamal yang mununjukkan kebolehan memiliki tambang. Namun tatkala beliau
mengetahui bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang
mengalir (jumlahnya sangat
besar), maka beliau mencabut pemberiannya dan melarang dimiliki oleh
pribadi, karena tambang tersebut merupakan milik umum.
Yang dimaksud di sini
bukanlah garam itu sendiri, melainkan tambangnya. Dengan bukti, bahwa ketika
Nabi Saw. mengetahuinya, yakni tambang tersebut sangat besar jumlahnya, maka
beliau mencegahnya, sementara beliau juga mengetahui, bahwa itu merupakan
tambang garam dan sejak awal beliau berikan kepada Abyadh. Jadi, pencabutan
tersebut karena tambang garam tadi merupakan tambang yang sangat besar
jumlahnya.
Ketetapan hukum ini, yakni
ketetapan bahwa tambang yang sangat besar jumlahnya adalah milik umum adalah
meliputi semua tambang, baik tambang yang nampak yang bisa diperoleh tanpa
harus susah payah, yang bisa didapatkan oleh manusia, serta bisa mereka
manfaatkan, semisal tambang garam, tambang batu mulia dan sebagainya; ataupun
tambang yang berada di dalam perut bumi, yang tidak bisa diperoleh selain
dengan kerja dan susah payah, semisal tambang emas, perak, besi, tembaga,
timah, bauksit, marmer, dan sejenisnya. Baik berbentuk padat, semisal kristal
ataupun berbentuk cair, semisal minyak bumi, maka semuanya adalah tambang yang
termasuk dalam pengertian hadits di atas.
c. Benda-benda yang sifat
pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara
perorangan.
Yang juga dapat
dikategorikan sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat
pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi. Hal ini karena benda-benda
tersebut merupakan benda yang tercakup kemanfaatan umum. Yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah jalan raya, sungai, masjid dan fasilitas umum lainnya.
Benda-benda ini dari segi bahwa merupakan fasilitas umum adalah hampir sama
dengan kelompok pertama. Namun meskipun benda-benda tersebut seperti jenis yang
pertama, namun benda-benda tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama, dari
segi sifatnya, bahwa benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu.
Barang-barang kelompok pertama dapat dimiliki oleh individu jika jumlahnya
kecil dan tidak menjadi sumber kebutuhan suatu komunitas. Misalnya sumur air,
mungkin saja dimiliki oleh individu, namun jika sumur air tersebut dibutuhkan
oleh suatu komunitas maka individu tersebut dilarang memilikinya. Berbeda
dengan jalan raya, mesjid, sungai dan lain-lain yang memang tidak mungkin
dimiliki oleh individu.
Oleh karena itu, sebenarnya
pembagian ini dasarnya - meskipun dalilnya bisa diberlakukan illat syar'iyah-
yaitu keberadaannya sebagai kepentingan umum yang menunjukkan, bahwa
benda-benda tersebut merupakan milik umum (collective property). Ini
meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat dan
sebagainya. Yang juga bisa disetarakan dengan hal-hal tadi adalah masjid,
sekolah milik negara, rumah sakit negara, lapangan, tempat-tempat penampungan
dan sebagainya.
3). Kepemilikan Negara
(state properti)
Harta-harta yang terrnasuk
milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang
pengelolaannya menjadi wewenang negara, di mana negara dapat memberikan kepada
sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. Makna pengelolaan oleh
negara ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelolanya
semisal harta fai’, kharaj, jizyah dan sebagainya.
Meskipun harta milik umum dan milik negara pengelolaannya dilakukan oleh negara Khilafah, namun ada perbedaan
antara kedua bentuk hak milik tersebut. Harta yang termasuk milik umum pada
dasamya tidak boleh diberikan negara kepada siapapun, meskipun negara Khilafah dapat
membolehkan kepada orang-orang untuk mengambil dan memanfaatkannya. Berbeda
dengan hak milik negara di mana negara berhak untuk memberikan harta tersebut
kepada individu tertentu sesuai dengan kebijakan negara Islam.
Sebagai contoh terhadap air,
tambang garam, padang rumput, lapangan dan lain-lain tidak boleh sama sekali
negara memberikannya kepada orang tertentu, meskipun semua orang boleh
memanfaatkannya secara bersama-sama sesuai dengan keperluannya. Berbeda dengan
harta kharaj yang boleh diberikan kepada para petani saja sedangkan yang
lain tidak. Juga dibolehkan harta kharaj dipergunakan untuk keperluan
belanja negara saja tanpa dibagikan kepada seorangpun.
Macam Jenis Kepemilikan Harta
{{BERSAMBUNG KE ARTIKEL LANJUTAN}}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar