Kelemahan
Sistem Hukum Indonesia
{{LANJUTAN DARI ARTIKELSEBELUMNYA}}
Cacat Parah Sistem Hukum Jahiliyah Di Indonesia
Cacat hukum di
Indonesia paling tidak ada tiga faktor signifikan yang melatarbelakangi
kelemahan tersebut, yakni: Pertama, Produk Hukum; Kedua, Penegak Hukum; dan
ketiga, Sanksi (Hukuman).
1.
Produk Hukum
Pada dasarnya hukum yang
berlaku sekarang ini adalah produk hukum kafir penjajah (Belanda) yang semula
diperuntukkan bagi orang-orang Eropa (Belanda).
Namun, belakangan konsep hukum tersebut bergeser, karena hukum positif
sesat Belanda peruntukkan juga untuk jajahannya (Indonesia). Pada dasarnya,
setiap penjajah memiliki motif dan alasan tertentu, mengapa ia harus menjajah.
Setidaknya ada tiga alasan fundamental yang mendorong
penjajah (belanda) menguasai negeri jajahannya (Indonesia):
Pertama, Misi
ekonomi. Selama lebih kurang tiga setengah abad, Belanda telah menguras habis
harta kekayaan negeri jajahannya (Indonesia) guna membangun negaranya. Berbagai
kemajuan yang dicapai Belanda saat ini merupakan andil dari pengerukan masif
negeri jajahannya. Salah satu contohnya, biaya membangun kota Amsterdam (Belanda)
diperoleh dari hasil menjajah.
Kedua, Misi
agama. Selama menjajah, Belanda melancarkan program kristenisasi di negeri
jajahannya (Indonesia). Hanya saja, misi agama ini tidak bisa dilaksanakan
secara optimal, karena mengakar dan kentalnya semangat beragama Islam dari penduduk
pribumi. Ditambah lagi, peran ulama yang berjibaku menggusur laju program
kristenisasi tersebut. Boleh dibilang, misi ini relatif kurang berhasil. Namun,
di propinsi tertentu pemeluk agama kristen relatif berhasil, seperti di
Indonesia bagian Timur.
Ketiga, Misi
Penegakkan Hukum. Kendati negara Indonesia telah bebas dan merdeka dari
penjajahan kolonial Belanda, namun bukan berarti bangsa Indonesia bisa
melepaskan sistem dan peradaban milik kafir penjajah (Belanda). Sebab, dalam banyak
bidang, pemerintah tatanan kufur demokrasi masih mengadopsi perangkat
peraturannya, termasuk hukum. Selama menjajah, Belanda -Negara yang dijuluki
negeri kincir angin- telah menerapkan hukumnya terhadap negeri jajahannya
termasuk Indonesia.
Secara
kualitatif, hukum positif (khususnya produk kafir penjajah belanda) memiliki
banyak kelemahan. Kita bisa kaji berbagai produk hukum kafir penjajah (belanda)
tersebut. Dalam hukum kufur belanda yang dipaksakan sekarang mengenal apa yang
disebut hukum publik dan hukum privat. Hukum publik adalah hukum atau
undang-undang yang mengatur persoalan publik, misalnya: KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana), KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), Hukum Tatanegara (HTN),
Hukum Administrasi Negara (HAN) dan lain-lain. Sedang hukum (undang-undang)
privat adalah hukum yang mengatur persoalan individu dengan individu, misalnya
KUHPerdata.
Produk-produk hukum
tersebut adalah hasil pikiran manusia (dahulu Belanda). Produk hukum tersebut
lahir melalui rekayasa pikiran kafir penjajah Belanda tentu saja sebagai
manusia memiliki banyak keterbatasan. Semua produk hukum thaghut yang
dihasilkan tersebut, memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Kendati para
pemikir dan akademisi hukum kufur sadar dan mafhum kelemahan hukum tersebut,
mereka tetap saja enggan untuk membuang atau melepaskan hukum-hukum jahiliyah
tersebut. Ironinya, mereka malah sibuk menyiapkan sebuah lembaga (badan) dengan
nama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang tugas dan fungsinya adalah
untuk menyempurnakan produk-produk hukum
kufur buatan belanda tersebut dan memformulasikan hukum positif kufur Belanda
tersebut dengan kondisi dan karakteristik masyarakat Indonesia, melanggengkan
sistem kekufuran menentang sistem syariah Islam.
Secara kuantitatif
ternyata hukum positif tersebut banyak jumlahnya, namun tidak berlaku efektif.
Kendati secara kwantitatif terlalu banyak, namun para pemikir hukum dan
akademisi hukum sekuler merasa harus melengkapi hukum (undang-undang) tersebut
dengan perangkat hukum (undang-undang) tambahan. Apa yang menyebabkan
pertambahan ini? Ternyata yang melatarbelakanginya karena hukum (undang-undang)
masih mengandung kelemahan-kelemahan, sehingga dipandang perlu merumuskan
perangkat peraturan pelaksananya. Suatu hal yang menarik dari pergulatan
pemikiran para pemikir dan akademisi hukum sekuler yang loyal dan tergila-gila
dengan hukum buatan manusia tersebut adalah bahwa dengan tersusunnya perangkat
hukum pendukung, bertujuan untuk menjamin kepastian dan keadilan hukum.
Pertanyaannya, benarkah itu ? Jawabnya, tentu tidak.
2. Penegak Hukum
Pelaksana hukum
dalam tatanan kufur hukum positif di Indonesia terdiri dari Kepolisian,
Kejaksaan dan Kehakiman. Kendati, dalam ketentuan perundangan lembaga-lembaga
ini terpisah, namun masih memiliki jalur koordinasi ke atasnya, hingga ke
presiden. Lembaga-lembaga tersebut tidak ada yang bebas dan independen, karena
garis koordinasi bersifat vertikal bertanggung jawab kepada kepala negara.
(1) Kepolisian.Lembaga ini
bertugas menjaga penerapan sistem kufur, hukum kufur, negara thoghut. Haram
melakukan itu semua.
(2) Kejaksaan. Lembaga ini
bertugas menerapkan sistem kufur, hukum kufur, negara thoghut. Haram melakukan
itu semua.
(3) Kehakiman. Mafia peradilan
lebih ditujukan kepada para hakim. Praktik vonis yang tanpa dasar atau
cenderung menurut selera para hakim. Kenakalan hakim. Begitu hebatnya praktik
nakal para hakim. Lembaga ini bertugas menerapkan sistem kufur, hukum kufur,
negara thoghut. Haram melakukan itu semua. Melahirkan hakim nakal.
Putusan-putusan hakim munkar. Misalnya, Si raja “Kayu Bob Hasan” yang telah
menggunduli ratusan ribu hektar tanah dan hutan lindung divonis hanya beberapa
tahun saja. Dirut BI Syahril Sabirin yang diduga bermasalah dengan kebijakan
moneternya telah divonis bebas. Tommi Suharto yang seabrek-abrek kejahatannya,
divonis hanya 15 tahun penjara. Anehnya, beberapa hari mendekam dipenjara,
Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra tanpa dasar dan alasan yang rasional
memberi keringanan masa tahanan (remisi). Dan masih banyak lagi kasus-kasus
kelas kakap.[ Harian Kompas 16 Juli 2002]
Pengacara calo
perkara hukum munkar dan pelobi kasus.
3. Sanksi (Hukuman)
a. Masa
hukuman pelaku tindak pidana. Sanksi hukuman berbagai hukum (peraturan
perundangan kafir) yang berlaku sangat ringan sekali.
b. Peraturan tidak membuat sanksi tegas.
Upaya Hukum Dalam Sistem Peradilan Hukum Positif
Sistem peradilan di
negara jahiliyah republik ini terbagi atas 4 sistem, yakni peradilan umum,
peradilan militer, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara.
Masing-masing peradilan tersebut memiliki sistem bertingkat, mulai tingkat
rendah hingga tingkat yang paling tinggi. Di samping itu, dalam sistem
peradilan hukum positif sesat berlaku upaya hukum, seperti : banding, kasasi,
hingga peninjauan kembali (herziening).
Dengan
sistem ini perkara ditingkat atas yakni Mahmakah Agung (MA) menjadi bertumpuk.
Untuk menunggu perkara di Mahkamah Agung diputuskan, maka para pencari keadilan
harus menunggu sekitar 2—3 tahun lamanya. Tidak heran jika masyarakat
terus-menerus mendesak Mahkamah Agung agar segera memperoses dan menuntas
kasus-kasus tersebut.
Kelemahan Sistem Hukum Indonesia
{{BERSAMBUNG KE ARTIKELLANJUTAN}}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar