Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 25 Maret 2013

Paradigma Ekonomi Islam – Sistem Syariah

Paradigma Ekonomi Islam – Sistem Syariah


Hancurnya sosialisme, seiring dengan runtuhnya Uni Sovyet dan sejumlah negara komunis lainnya di penghujung tahun 80-an serta makin loyonya kapitalisme seperti ditunjukkan dengan terjadinya krisis di berbagai negara, memberikan pertanda serius kepada kita. Di Indonesia, misalnya, krisis ekonomi yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun betul-betul membawa pengaruh yang sangat buruk bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan yang dihadapi dapat dengan mudah mendorongnya melakukan tindak kejahatan, seperti pencopetan, perampokan hingga pencurian dengan pemberatan serta pembunuhan dan perbuatan tindak asusila, budaya permisif, pornografi dengan dalih kebutuhan ekonomi.

Dalam perspektif teknis ekonomi krisis itu terjadi oleh karena lemahnya fundamental ekonomi, hutang luar negeri yang luar biasa besar, terjadinya defisit neraca transaksi berjalan dan sebagainya. Solusinya, meningkatkan ekspor, restrukturisasi hutang, dan sebagainya. Sementara dalam perspektif politis, krisis itu terjadi karena berkuasanya rezim yang korup dengan tatanan yang tidak demokratis. Solusinya, melancarkan proses demokratisasi hingga pergantian rezim. Tapi dalam perspektif filosofis radikal, krisis tersebut terjadi bukan karena itu semua, tapi lebih karena sistem yang dipakai, yakni kapitalisme liberal, yang memang sudah cacat sejak awal dan bersifat self-destructive.

Dalam pandangan Islam, sangatlah jelas bahwa krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis sosial dan politik bukanlah musibah, melainkan fasad (kerusakan). Fasad terjadi akibat tindakan-tindakan atau kebijakan-kebijakan manusia sendiri yang menyimpang dari ketentuan Allah (maksiat). Firman Allah, “Telah nyata kerusakan di darat dan lautan oleh karena tangan-tangan (dosa-dosa) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. Ar-Rum [30]: 41).

Selama ini terbukti di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam penataan kehidupan bernegara, muncul banyak sekali kemaksiatan. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan Islam tidak pernah secara sengaja diterapkan. Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Sementara dalam urusan sosial kemasyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan.
Maka, untuk menghadapi fasad, hanya ada satu cara: kembali ke jalan yang benar sebagaimana dan diridhai Allah Swt! Tidak dengan cara lain!

Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan bukan sekadar bersifat teknis ekonomi, juga bukan sekadar penggantian rezim, tapi lebih dari itu harus lebih pada penggantian sistem secara total. Sistem ekonomi kapitalis, yang didasarkan pada falsafah materialisme, memandang manusia hanya sebagai suatu realitas material yang kosong dari ruh. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan psikologis, spiritual dan filosofis pada diri manusia, sehingga apa yang dihasilkan oleh kemajuan ekonomi modern tidak pernah memberikan kebahagiaan sejati.

Paradigma Sistem Ekonomi Islam

Islam menjadikan paradigma ekonomi berhubungan dengan perintah dan larangan-larangan Allah, yakni dengan menghubungkan gagasan-gagasan yang menjadi dasar kepengurusan individu dan masyarakat, serta menjadikan langkah-langkah ekonomi sesuai dengan pendapat dan pemikiran Islam serta hukum Islam. Membatasi perbuatan ekonomi dengan hukum syara' sebagai undang-undang yang membolehkan apa yang dibolehkan Islam dan membatasi apa yang harus dibatasi. Inilah pengertian kegiatan ekonomi dalam Islam sebagai bagian dari ibadah kepada Allah yang implikasinya tidak berhenti di dunia saja, tapi sampai ke negeri akhirat.

Keyakinan Islam juga mengatakan bahwa syariah pastilah membawa rahmat. Artinya, di dalam syariah pasti terkandung kebaikan-kebaikan. Dengan keyakinan seperti itu, disimpulkan bahwa kegiatan ekonomi yang baik adalah apa yang dikatakan baik oleh syariah, dan yang buruk adalah apa yang dikatakan buruk oleh syariah. Jadi, melaksanakan sistem ekonomi Islam berarti melaksanakan syariah Islam di bidang ekonomi. Dan, agar syariah dapat selalu menjawab tantangan perkembangan ekonomi, ijtihad di bidang ekonomi, khususnya tentang perkara-perkara baru seperti tentang kartu kredit, smart card, e-commerce, dan sebagainya harus terus dilakukan.

Paradigma Kepemilikan

Harta, pada hakekatnya adalah milik Allah (QS. An Nur[24]:33), dan harta yang dipunyai manusia sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah yang dikuasakan kepadanya (QS. Al Hadiid [57]: 7). Oleh karenanya, harta semestinya hanya boleh dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah, yang memiliki harta itu. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa di alam akhirat nanti, Allah akan menanyai manusia 4 hal, yaitu: tentang umur, badan, ilmu dan harta. Menariknya, untuk tiga hal pertama hanya ditanyakan satu perkara, "Untuk apa dimanfaatkan?" Tapi menyangkut harta, ditanyakan dari mana diperoleh dan untuk apa digunakan.

Pandangan Islam berbeda dengan paham kapitalisme, yang menganggap harta sepenuhnya adalah milik manusia karena manusia yang mengusahakan, dan oleh karenanya manusia bebas mendapatkan dan bebas pula memanfaatkannya. Pandangan Islam juga berbeda dengan sosialisme, yang kebalikan dari sistem kapitalisme, tidak mengakui kepemilikan individu. Sosialisme mematikan kreatifitas manusia. Dimensi individual dan motif-motif manusiawi dihilangkan. Akibatnya, dorongan pencapaian pribadi menjadi tidak ada.

Paradigma Uang

Islam membedakan antara money (uang) dengan capital (modal). Money sebagai public goods adalah flow concept, sedang capital sebagai private goods adalah stock concept. Money adalah milik masyarakat, maka penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif) dilarang karena akan mengurangi jumlah uang beredar.

Islam tidak mengenal motif money demand for speculation, karena spekulasi (maysir) dilarang. Dan kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta (capital) sebagai obyek zakat. Konsep ini jelas sangat berlawanan dengan konsep konvensional, di mana money (dan juga capital) dipandang semua sebagai private goods. Baik diinvestasikan dalam proses produksi atau tidak, capital harus menghasilkan uang. Dalam kenyataannya, "investasi" di sektor bukan produksi (sektor non riil), cenderung terus meningkat jauh melampaui uang yang beredar di sektor produksi.

Antara Kepentingan Individu dan Kolektif

Ekonomi dalam Islam ditegakkan untuk mewujudkan sebesar-besar kesejahteraan manusia sebagai manusia. Jadi, ekonomi itu bagi manusia bukan bagi individu, dan bagi masyarakat bukan bagi kelompok yang terdiri dari sejumlah individu. Islam tidak memisahkan antara apa yang wajib bagi masyarakat dengan upaya mewujudkan kesejahteraan manusia, tapi menjadikannya dua hal yang berhubungan. Islam memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat secara bersamaan.

Sebagai contoh, bila Islam mengharamkan memproduksi dan mengkonsumsi minuman keras atau seks bebas, bukanlah dipandang sebagai masalah individu serta bagaimana memenuhi hasrat akan minuman dan seks bebas itu, melainkan dipandang sebagai masalah manusia yang hidup di tengah masyarakat.

Antara Kebutuhan Material dan Pemenuhan Hasrat Spiritual

Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem yang memiliki nilai ruhiah, karena secara inheren terkandung ketundukan kepada Sang Khaliq. Dalam sistem ekonomi Islam, dikotomi antara pemenuhan kebutuhan material di satu sisi dengan kepuasan spiritual di sisi lain yang selama ini dirasakan dalam kegiatan ekonomi kapitalistik, tidak akan terjadi. Ketika seorang Muslim berdagang misalnya, atau negara mengelola sumber daya alam, dan itu dilakukan sesuai syari'ah, maka di samping mendapatkan keuntungan material, ia juga sekaligus merasakan kepuasan spiritual.

Khatimah

Secara imani, tentu kita sangat yakin bahwa ekonomi Islam pasti akan muncul sebagai satu-satunya sistem yang mampu memenuhi semua harapan manusia dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin, ketenangan mental, kemajuan material dan kesucian moral bagi individual dan komunal di dunia serta mampu menghantarkan kebahagiaan hidup di akhirat kelak, karena Islam memang diturunkan untuk seluruh umat manusia, termasuk non-Muslim sekali pun. Tetap ngotot bertahan pada sistem ekonomi kapitalis, hanya akan makin menjerumuskan manusia pada jurang nestapa: kesenjangan ekonomi, kehidupan materialistik, proses dehumanisasi yang mengerikan, serta makin menjauhkan kita dari tujuan-tujuan mulia berkaitan dengan eksistensi manusia di dunia.

Paradigma Ekonomi Islam – Sistem Syariah
Sumber: Tabloid MQ, Senin 21 Juli 2003
Oleh: Muhammad Ismail Yusanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam