Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 13 Maret 2013

Prosedur Mekanisme Pemilihan Kepala Negara

Prosedur Mekanisme Pemilihan Kepala Negara


PEMILIHAN KEPALA NEGARA:

Golongan Ahl al-Sunnah dan jumhur ulama berpendapat bahwa Kepala Negara hendaklah dipilih secara pilihanraya. Pada pendapat mereka pemilihan Khalifah merupakan ikatan kontrak di antara Khalifah dan umat. Justru itu istilah yang dipakai dalam kontrak ini “Bai’ah”(30). Berdasarkan ini pemerintahan Khalifah adalah didapati daripada umat, umat merupakan sumber kekuasaan yang sebenar dan ikatan di antara umat dengan Kepala Negara adalah ikatan “Kontrak Sosial”(31). Abdul Wahab Khallaf menjelaskan tentang kedudukan Khalifah dalam Islam, bahwa Kepala Negara dalam pemerintahan Islam adalah kedudukannya sama dengan pemerintahan negara-negara yang berperlembagaan karena Khalifah mendapat kuasa pemerintahannya daripada umat yang diwakilkan kepada “Ahl al-Hal wa al-Aqd”. Kekuasaan pemerintahan itu kekal bergantung kepada kepercayaan mereka dan kemampuannya dalam pemerintahan untuk menjaga kemaslahatan umat… (32).

Dalam pemilihan khalifah, terlibat di dalamnya tiga golongan manusia:
1. Calon Khalifah yang mencukupi syarat.
2. Ahl al-Hal wa al-‘aqd
3. Orang umum Muslim (33)

CALON KHALIFAH

Syarat  bagi calon Khlaifah telah dibahas sebelumnya.

SYARAT ANGGOTA PEMILIHAN DAN TUGASNYA:

Anggota “Ahl al-Hal wa al-Aqd” perlu memenuhi beberapa syarat untuk melayakkannya memilih Kepala Negara supaya pemilihannya tepat. Mengikut penjelasan Mawardi mereka perlu memenuhi tiga syarat yaitu:
1.   Adil. Sifat adil yang dikehendaki di sini ialah sebagaimana sifat adil yang diperlukan pada Khalifah.
2.   Berilmu yaitu ilmu yang memungkinkannya untuk menilai calon yang layak untuk memegang jabatan Kepala Negara dengan mengambil kira syarat-syarat yang diperlukan.
3.   Kecakapan dan kebijaksanaan dalam memilih calon yang layak dan memilih yang lebih baik, lebih berpengetahuan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat(34).

Tugas mereka ialah memilih dan menentukan calon yang layak untuk jabatan itu. Apabila mereka bermusyawarah untuk memilih calon hendaklah meneliti syarat-syarat yang ada pada calon dan memilih serta memberi persetujuan terhadap calon yang lebih baik dan lebih lengkap syarat-syaratnya.

Jumlah anggota “Ahl al-Hal wa al-Aqd”, ulama tidak sepakat. Pendapat Mawardi menjelaskan bahwa ulama tidak sepakat pendapat tentang jumlah anggota yang memilih Kepala Negara (Imam); ada terdapat beberapa pendapat; ada golongan yang berpendapat bahwa tidak sah calon Kepala Negara melainkan pemilihnya dipersetujui oleh semua anggota “Ahl al-Hal wa al-Aqd” dari setiap negeri supaya persetujuan itu berlaku secara menyeluruh dan penyerahan kuasa kepadanya secara ijmak. Pendapat ini berbeda dengan apa yang berlaku dalam pemilihan Khalifah Abu Bakr. Dia telah dipilih oleh anggota yang hadir saja dan mereka tidak menunggu anggota yang lain lagi. Ada pendapat yang mengatakan sekurang-kurangnya jumlah anggota yang memilih ialah lima orang yang semuanya sepakat membuat pemilihan atau seorang saja yang membuat pemilihan dan anggota yang lain bersetuju dengan pemilihannya. Pendapat ini bersandarkan kepada dua alasan; pertama cara pemilihan Abu Bakr yang dilakukan oleh lima orang kemudian diikuti oleh orang lain separti Umar al-Khattab, Abu Ubaidah al-Jarrah, Asid Hudair, Bashir Sa’ad, Salim Maula, Abu Huzaifah. Kedua, Umar melantik enam orang anggota syura supaya seorang daripada mereka memilih untuk jabatan Khalifah dengan persetujuan dengan lima anggota yang lain. Ada pendapat lain memadai pemilihan dilakukan oleh tiga orang anggota saja dengan seorang memilih dan dipersetujui dengan dua orang yang lain. Mereka dianggap sebagai seorang Hakim dan dua orang saksi, sebagaimana sah aqad nikah dengan seorang wali dan dua orang saksi.

Ada pendapat lain pula yang menyatakan bahwa sah pemilihan itu dibuat seorang anggota saja. Ini berdasarkan kepada Abbas yang berkata kepada Ali: “Ulurkan tangan engkau aku memberi kesetiaan kepada angkau”. Orang berkata, “Paman Rasulullah memberi kesetiaan kepada keponakannya, maka jangan kamu mempartikaikan keduanya. Itu adalah hukum dan ia adalah sah” (35). Sah dengan pemilihan seorang anggota bukan bermakna calon yang dipilih telah sah menjadi Kepala Negara. Apa yang berlaku dalam pemilihan oleh Abu Bakr adalah jika pencalonan Umar tidak dipersetujui oleh pihak lain, kelompok kaum akan terpecah dan tidak dapat ditentukan mana satu golongan yang kuat dan mana pula yang lemah. Justru itu ikatan Imamah tidak akan berlaku, sedangkan syarat utama ikatan itu ialah perlu adanya kekuatan “Shaukah”, kesatuan hati, kesepakatan lahir dan batin untuk itu, karena tujuan tuntutan mewujudkan Imam ialah untuk menyatukan umat ketika berlakunya pertentangan karena dorongan nafsu. Kuasa tidak dapat ditegakkan tanpa persetujuan mayoritas yang diambil kira pada setiap zaman (36).

MASYARAKAT AWAM

Pemilihan Kepala Negara tidak terhenti ketika pemilihan anggota “Ahl al-Hal wa al-Aqd”, tetapi ia memerlukan proses persetujuan rakyat umum terhadap calon yang telah dipilih  oleh anggota “Ahl al-Hal wa al-Aqd”. Persetujuan mayoritas umat ini dilakukan secara terbuka sebagaimana yang berlaku pada pemilihan ini seorang calon Kepala Negara disahkan menjadi Kepala Negara Islam.

PENCALONAN OLEH KHALIFAH SEBAGAI PENGGANTINYA

Pernah Khalifah mengusulkan calon penggantinya sebelum dia meninggal. Sejumlah besar di kalangan fuqaha’ membolehkan itu. Mencalonkan seorang kepala negara/Imam yang dipilihnya, mengikut ijmak adalah boleh karena ada dua alasan; pertama Abu Bakr mencalonkan Umar dan para sahabat menerima pencalonan itu sah. Kedua, Umar mencalonkan para anggota ahli syura, mereka menerimanya dan mereka adalah orang yang penting ketika itu dengan berkeyakinan bahwa pencalonan itu adalah sah, sedangkan sebagian sahabat yang lain tidak termasuk anggota ahli syura. Setelah ada para calon untuk dipilih menjadi Khalifah, maka mereka memilih seorang dari para calon itu untuk menjadi Khalifah. Justru itu pencalonan demikian disimpulkan sebagai ijmak.

Sedangkan penyerahan kuasa yang pernah terjadi dalam pemerintahan Islam dalam bentuk warisan adalah sebuah bentuk penyimpangan. Jika pemaksaan atas Umat oleh orang yang ditunjuk oleh Khalifah sebelumnya menghasilkan patuhnya Umat membai’at dia, maka telah terwujud Khilafah. Penyimpangan semacam itu tidak mengubah sistem pemerintahan yang dijalankan yaitu tetap Khilafah. Hal ini seperti kecurangan dalam pemilu negara sistem kufur demokrasi. Terjadi kecurangan dalam pemilu namun negaranya tetap negara sistem kufur demokrasi.

Prosedur Mekanisme Pemilihan Kepala Negara Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam