Revisi dan Reposisi Partai Islam
‘Islam politik’ (as-siyâsah al-islâmiyyah). Secara etimologis, kata politik (sâsa-yasûsu-siyâsah) mesti dikembalikan
pada makna aslinya, yakni: mengurus, mengelola. Terma ini bisa diambil dari
sebuah sabda Nabi saw. berikut:
Sesungguhnya dulu yang mengurus berbagai keperluan Bani
Israel adalah para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal muncul nabi yang
lain. Hanya saja, tidak ada nabi sesudahku, tetapi akan muncul para khalifah. (HR
Muslim).
Sementara itu, secara terminologis, dari
hadis di atas pula, yang juga disandarkan pada realitas historis kehidupan
politik Rasulullah saw. dan para khalifah sesudahnya, bisa diambil pengertian
politik Islam (as-siyâsah al-islâmiyyah),
yaitu: penanganan urusan umat, baik
urusan dalam
negeri maupun urusan luar negeri,
berdasarkan kaidah-kaidah syariat (Lihat: Abdul Qadim Zallum, Al-Afkâr as-Siyâsah, hlm. 7, Dar al-Ummah, Beirut, Lebanon: 1994).
Dalam konteks ini, Islam politik atau
politik Islam secara normatif bersih dari elemen-elemen yang destruktif serta
tidak memberikan peluang bagi penguasa dan umat untuk mengumbar ‘syahwat
politik’ dengan cara saling berebut kekuasaan. Sebab, dalam Islam, kekuasaan
itu sendiri diorientasikan semata-mata untuk melayani umat. Dengan demikian,
penguasa Islam (khalifah) sesungguhnya adalah pelayan/pengurus umat, bukan
sebaliknya. Dengan pemahaman semacam ini, politik Islam bernilai luhur dan
sakral, karena ia merupakan bagian integral dari agama; berbeda dengan politik
yang berkembang saat ini yang bersifat profan dan kering dari nilai-nilai
spiritual.
… gerakan tatsqîf
(kulturalisasi) yang dilakukan oleh Rasulullah, terutama pada masa-masa awal
perjuangan dakwah Islam.
Istilah tatsqîf sendiri secara etimologis diambil dari kata tsaqqafa-yutsaqqifu-tatsqîfan; yang
bermakna mencerdaskan atau mendidik (Lihat: Kamus
al-Munawwir, 1984, hlm. 164). Dari akar kata yang sama, lalu muncul istilah
tsaqâfah yang sering disepadankan
dengan education/culture. Secara terminologis, tsaqâfah
dimaknai sebagai sekumpulan pengetahuan yang dinukil berdasarkan pengalaman
(bersifat empirik), pengajaran (learning),
dan derivasi. Contohnya adalah sejarah, bahasa, filsafat, fikih/hukum, dll.
Dalam konteks peradaban Islam, tsaqâfah
sedikit dibedakan dengan sains (‘ilm)
yang dimaknai sebagai sekumpulan pengetahuan yang didasarkan pada penelitian
ilmiah, eksperimen, dan deduksi. Contohnya adalah fisika, kimia, dll.
Perbedaannya, sains bersifat universal, artinya tidak menjadi ciri
khas bangsa tertentu. Sains adalah bagian dari kebudayaan (madaniyyah). Sebaliknya, tsaqâfah bersifat khas, karena
mencitrakan bangsa/ideologi tertentu, karena ia merupakan bagian dari peradaban
(hadhârah). Peradaban (hadhârah) sendiri dimaknai sebagai
sekumpulan pemikiran yang dilandaskan pada keyakinan (akidah), ideologi (mabda’), atau cara pandang dunia (weltanchauung) tertentu. Dengan
demikian, hadhârah Islam —termasuk di dalamnya tsaqâfah
Islam— adalah sekumpulan pemikiran yang didasarkan pada akidah,
ideologi, atau cara pandang dunia Islam. (Lihat: M. Husayn Abdillah, Dirâsât fî Fikr al-Islâm, hlm. 73. Dar
al-Bayariq, Beirut. Lebanon: 1990).
… upaya pencerdasan/pendidikan/ pemberdayaan umat dengan seluruh pemikiran (tsaqâfah) Islam secara integral dan
komprehensif —termasuk politik— sesuai dengan karakter agama Islam yang kâffah. Di sini, tatsqîf
(kulturalisasi) lebih dari sekadar ta‘lîm
(pembelajaran). Sebab, dalam tatsqîf,
ideologi (mabda’) Islam selalu
dijadikan sebagai landasan dari semua pengajaran yang diberikan; bahkan
ideologi Islamlah yang sekaligus menjadi ‘guru’-nya. (Lihat: Taqiyuddin
an-Nabhani, At-Takattul al-Hizbî,
hlm. 37-38. Dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir. Yordania: 1953).
Inilah sebetulnya yang dilakukan oleh
Rasulullah, terutama pada masa-masa awal perjuangan beliau sebelum berhasil
menegakkan negara (dawlah) pertama di
Madinah. Bahkan, boleh dikatakan, perjuangan Rasulullah pra-Madinah seluruhnya
merupakan representasi ‘Islam politik’ yang dibingkai dengan ‘Islam kultural’
dalam makna sebagaimana diungkap di atas. Dengan itulah Rasulullah memahamkan
umat secara politis dengan menggunakan pendekatan kultural (kulturalisasi
politik Islam). Dengan itu pula, umat Islam —yang telah memiliki kesadaran politik (al-wa‘y as-siyâsî) saat itu — tergerak untuk berjuang bersama-sama
Rasulullah mendakwahkan Islam, sekaligus melakukan aktivitas politik, untuk
selanjutnya menegakkan institusi negara, yaitu Daulah Islamiyah di Madinah.
… Tujuannya adalah untuk melahirkan kader-kader partai yang siap mengemban
ide-ide Islam di tengah-tengah umat, baik secara intelektual (fikriyyah) maupun politik (siyâsiyyah). Dengan itu, kader-kader
partai diharapkan berhasil menciptakan masyarakat Muslim
yang memiliki kesadaran politik Islam yang signifikan,…
Wa mâ tawfîqî illa billâh.
Revisi dan Reposisi Partai Islam
Arief B. Iskandar, pengamat politik Islam, tinggal di Bogor.
Pengertian Politik Islam Arti Politik Menurut Islam
sangat bagus artikelnya...
BalasHapus