Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 19 Februari 2013

Qadha/Pengadilan adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat

Qadha/Pengadilan adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat



BAB PERADILAN

PASAL 66

Qadha adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Badan pengadilan ini bertugas menyelesaikan perselisihan yang terjadi antar sesama masyarakat, atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak jama’ah atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintah, baik Khalifah; pejabat atau pegawainya.

KETERANGAN

Peradilan Islam telah disyariatkan oleh al-Quran maupun as-Sunnah. Dalilnya antara lain firman Allah: "Dan hendaknya engkau hukumi (perkara yang terjadi) di antara mereka dengan dasar apa yang telah diturunkan oleh Allah." (Q.S. Al Maidah: 49); "Dan apabila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka..." (Q.S. An Nur: 48)

Sedangkan dalil As Sunnah adalah, bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah memimpin lembaga peradilan (qadha') dan memutuskan masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari A'isyah istri Nabi SAW yang mengatakan, bahwa Utbah Bin Abi Waqqas telah menitipkan bayi laki-laki Zam'ah kepada saudara laki-lakinya, yaitu Sa'ad Bin Abi Waqqas (dengan pesan): "Ini anakku, maka terima dan peliharalah menjadi anakmu." Pada saat penaklukan kota Makkah, anak itu diminta oleh Sa'ad, sambil berkata: "Ini anak saudaraku, yang dulu telah dititipkan kepadaku." Lalu Abdu Bin Zam'ah berdiri menghampirinya dengan berkata: "Ini saudaraku dan anak laki-laki bapakku, yang telah dilahirkan 'melalui tempat tidurnya' (keturunannya)." Kemudian mereka berdua sama-sama mengadu kepada Rasulullah SAW. Di mana Sa'ad berkata: "Ya Rasulullah, ini adalah anak saudaraku yang telah dititipkan kepadaku." Sementara Abdu Bin Zam'ah berkata: "Dia saudaraku, dan anak laki-laki bapakku yang dilahirkan 'melalui tempat tidurnya' (keturunannya)." Rasulullah SAW kemudian bersabda: "Dia saudaramu, ya Abdu Bin Zam'ah." Kemudian beliau bersabda: "Anak itu adalah milik keturunannya (lil firasy), sedangkan "lil 'ahir" (orang yang tidak memiliki garis keturunan dengannya) haram memilikinya."

Beliau juga pernah mengangkat para qadhi. Beliau pernah mengangkat 'Ali Bin Abi Thalib untuk menjadi qadhi di Yaman, di mana beliau pernah menasihatinya, berupa penjelasan terhadap cara memutuskan suatu perkara dengan bersabda: "Apabila dua orang yang berselisih datang menghadap kepadamu, jangan segera kau putusi salah satu di antara mereka sebelum engkau mendengarkan pengakuan dari pihak yang lain."

Beliau juga pernah mengangkat Abdullah Bin Naufal sebagai qadhi di Madinah.

PASAL 67

Khalifah merupakan Qadhi Qudhat/Amir Qadha yang dipilih dari kalangan laki-laki, baligh, merdeka, Islam, berakal, adil dan faqih. Qadhi Qudhat memiliki wewenang mengangkat qadhi-qadhi, memperingatkan dan memberhentikan mereka dari jabatannya, sesuai dengan peraturan administratif yang berlaku. Pegawai-pegawai mahkamah pengadilan terikat dengan kepala kantor peradilan, yang mengatur urusan administrasi untuk seluruh peradilan.

KETERANGAN

Khalifah pada dasarnya akan memilih orang-orang yang bertanggung jawab atas bidang tertentu, termasuk bidang peradilan. Dalam hal ini pemimpin peradilan disebut sebagai Amir Qadhi atau Qadhi Qudhat (semacam mahkamah agung). Qadhi Qudhat memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan para qadhi. Qadhi Qudhat bukan pegawai pemerintah (muwazhzhaf) tetapi termasuk pejabat pemerintah. Dia bertanggung jawab mengelola peradilan negara. Akan tetapi, Qadhi Qudhat tidak dipandang sebagai pembantu khalifah dalam bidang peradilan, karena dia hanya memiliki wewenang khusus, yakni bidang peradilan, sementara yang disebut Mu’awin memiliki kewenangan yang bersifat umum, mencakup segala bidang.

Memang, Qadhi Qudhat belum pernah terbentuk pada zaman Nabi, Khulafa ar-rasyidin, maupun zaman Kekhalifahan Umayyah. Qadhi Qudhat baru terbentuk pada zaman Khalifah Harun ar-Rasyid. Yang menjadi Qadhi Qudhat saat itu adalah Abu Yusuf al-Kindi, seorang mujtahid terkemuka yang bermazhab Hanafi. Oleh karena itu, dalam hal ini, penunjukkan Qadhi Qudhat bersifat mubah saja. Akan tetapi, ia disyaratkan memilki syarat-syarat sebagaimana halnya penguasa —seperti muslim, baligh, berakal, merdeka, adil — di samping tentu saja menguasai fikih. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda, “Seseorang yang mengadili manusia dengan kebodohannya adalah ahli neraka.”

PASAL 68

Para Qadhi terbagi dalam tiga golongan:
Qadhi biasa, berwenang menyelesaikan perselisihan antara urusan muamalat dan uqubat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Qadhi muhtasib, berwenang menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan hak-hak jama’ah/ masyarakat.
Qadhi mazhalim, berwenang mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga dan negara.

KETERANGAN

Qadhi biasa (Al Qadhi) dalilnya adalah tindakan Rasulullah ketika menunjuk Mu’adz bin Jabal sebagai gubernur sekaligus Qadhi di Yaman. Qadhi muhtasib dalilnya adalah tindakan dan sabda Rasulullah. Disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang suka menipu.” (HR Ahmad dari Abu Hurayrah).
Qadhi mazhalim dalilnya adalah firman Allah: Jika kalian berselisih mengenai suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya (QS an-Nisa: 59). Ayat ini didahului oleh kalimat, “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasulnya serta kepada ulil amri (pemimpin) kalian.”

Dengan demikian, jika ada perselisihan antara rakyat dan pemimpinnya, maka hendaklah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini berarti harus ada lembaga yang mengadilinya. Inilah yang disebut dengan Qadhi Mazhalim. Dalil lainnya adalah tindakan Rasulullah, meskipun Rasul tidak secara khusus menunjuk Qadhi Mazhalim di dalam seluruh aspek kenegaraan. Rasulullah pernah menunjuk Rasyid ibn Abdillah sebagai Qadhi Mazhalim. Rasulullah SAW Juga pernah bersabda, “Siapa saja yang pernah terambil hartanya, maka inilah hartaku, ambillah; siapa saja yang pernah tercambuk punggungnya, maka inilah punggungku, cambuklah.” Sabda Rasul ini tidak lain menunjukkan pada peradilan mazhalim. Akan tetapi Rasulullah, sebagaimana Khulafa ar-Rasyidin tidak secara khusus mengangkat Qadhi Mazhalim, karena mereka sendiri yang langsung menjalankanya.

Qadha/Pengadilan adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat
Hizbut Tahrir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam