Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 19 Februari 2013

Syarat Qadhi biasa dan muhtasib

Syarat Qadhi biasa dan muhtasib



BAB PERADILAN

PASAL 69

Qadhi biasa dan muhtasib disyaratkan dari kalangan orang Islam yang merdeka, baligh, berakal, adil dan faqih serta memahami cara menerapkan hukum sesuai dengan kenyatan. Sedangkan Qadhi madzalim, disyaratkan sebagaimana syarat pada Qadhi di atas, ditambah persyaratan laki-laki dan mujtahid.

KETERANGAN

Qadhi biasa dan muhtasib tidak disyaratkan laki-laki dan mujtahid. Tidak harus laki-laki karena Qadhi semacam ini hanya mengurusi urusan peradilan, tidak langsung berhubungan dengan kekuasaan/pemerintahan. Oleh karena itu, hadits mengenai keharaman wanita duduk dalam pemerintahan tidak berlaku di sini. Tidak harus mujtahid karena penyelesaian perselisihan yang terjadi cukup oleh orang yang menguasai fikih/hukum. Sebaliknya, Qadhi mazhalim harus laki-laki karena ia berurusan dengan peradilan sekaligus kekuasaan/pemerintahan. Harus mujtahid karena hanya mujtahid yang dapat menyelesaikan perselisihan antara rakyat dengan penguasa.

PASAL 70

Qadhi biasa dan Qadhi muhtasib ditentukan dan diberi wewenang secara mutlak dalam seluruh kasus yang terjadi di seluruh negeri atau ditentukan dan diberi wewenang yang terbatas pada kasus-kasus peradilan tertentu di daerah-daerah tertentu. Qadhi mazhalim ditentukan dan diberi wewenang secara mutlak yang mencakup seluruh jenis perkara. Dilihat dari segi kekuasaan Qadhi mazhalim boleh diangkat untuk seluruh negeri atau untuk daerah tertentu.

KETERANGAN

Dalilnya adalah tindakan Rasulullah SAW. Beliau, misalnya, pernah mengangkat Ali ibn Abi Thalib sebagai Qadhi di Yaman dan menunjuk Amr ibn Ash sebagai Qadhi untuk mengatasi persoalan tertentu. Ini berkaitan dengan Qadhi biasa dan Qadhi muhtasib. Sementara berkaitan dengan Qadhi mazhalim, Rasulullah telah menentukan tempat khusus, karena beliau pernah mengangkat Rasyid ibn Abdillah sebagai amir/kepala peradilan mazhalim yang memiliki wewenang penuh dan umum. Alasannya, ia bertugas menyelesaikan seluruh jenis persengketaan yang terjadi di antara penguasa dan rakyat. Ini tidak mungkin dilakukan jika wewenangnya bersifat khusus/terbatas.

PASAL 71

Mahkamah pengadilan tidak boleh terbentuk atas lebih dari satu Qadhi; yang berwenang memutuskan suatu perkara. Seorang Qadhi boleh dibantu oleh satu atau lebih Qadhi lain, tetapi mereka tidak mempunyai wewenang menjatuhkan vonis-vonis. Wewenang mereka hanyalah bermusyawarah dan mengemukakan pendapat, namun pendapat mereka tidak memaksa Qadhi untuk menerimanya.

KETERANGAN

Dalilnya adalah tindakan Rasulullah. Beliau tidak pernah menujuk dua Qadhi atau lebih untuk menyelesaikan satu perkara. Di samping itu, tugas Qadhi adalah menyampaikan ketentuan hukum syariat untuk diikuti. Sementara hukum syariat itu sendiri, bagi seorang Muslim adalah satu, tidak mungkin lebih dari satu, karena hukum Allah juga satu. Meskipun pemahaman terhadap hukum tersebut boleh jadi berbeda-beda (lebih dari satu), akan tetapi dalam tataran praktis, bagi seorang Muslim, dia hanya wajib melaksanakan satu ketentuan hukum.

PASAL 72

Seorang Qadhi tidak boleh memutuskan perkara kecuali dalam ruang sidang pengadilan. Pembuktian dan sumpah dianggap sah, hanya dalam ruang pengadilan.

KETERANGAN

Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn az-Zubayr. Ia mengatakan, “Rasulullah menetapkan bahwa dua orang yang berselisih harus didudukkan di muka hakim/pengadilan.” (HR Ahmad dan Abu dawud). Demikian juga sabda Rasulullah kepada Ali ketika Ali diangkat menjadi Qadhi. Beliau bersabda, “Ali, jika ada dua orang yang bertikai duduk di hadapanmu, maka janganlah engkau berbicara sebelum engkau mendengarkan omongan orang yang kedua sebagaimana engkau mendengarkan omongan orang yang pertama.”

PASAL 73

Bentuk mahkamah boleh berbeda-beda tergantung jenis perkaranya. Sebagian Qadhi boleh ditugaskan untuk menyelesaikan perkara-perkara saja dan perkara lainnya diserahkan pada mahkamah yang lain.

KETERANGAN

Dalilnya adalah kenyataan bahwa lembaga peradilan merupakan wakil khalifah. Artinya, ia sama dengan kenyataan wakalah (perwakilan) dalam berbagai urusan lain. Karena merupakan perwakilan, ia bisa bersifat umum (mencakup seluruh perkara) atau bersifat khusus (hanya menangani urusan-urusan tertentu saja). Oleh karena itu, meskipun dalam satu tempat yang sama, seorang Qadhi boleh hanya memutuskan perkara-perkara tertentu saja sementara perkara lainnya diserahkan kepada Qadhi lainnya. Rasulullah sendiri pernah mewakilkan kepada Amr ibn Ash untuk mengadili satu perkara tertentu dan mewakilkan kepada Ali untuk mengadili seluruh perkara secara umum ketika beliau mengangkatnya sebagai Qadhi di Yaman.

PASAL 74

Mahkamah banding tingkat pertama maupun mahkamah banding tingkat kedua tidak boleh ada, karena seluruh bentuk pengadilan — dalam hal memutuskan satu perselisihan — kedudukannya sama. Apabila seorang Qadhi memutuskan suatu perkara, keputusannya sah/ berlaku dan tidak boleh seorang Qadhi lain membatalkan keputusannya.

KETERANGAN

Dalilnya adalah Ijma Shahabat. Mereka telah bersepakat dalam hal ini. Abu Bakar, misalnya, sering mengeluarkan keputusan atas sejumlah perkara berdasarkan ijtihadnya dan Umar dalam hal ini sering berbeda pendapat dengan Abu Bakar. Akan tetapi, keputusan Abu bakar tetap berlaku dan tidak bisa digugurkan. Demikian pula Ali; ia sering berbeda pendapat dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Umar, tetapi keputusan Umar tetap berlaku dan tidak bisa digugurkan. Ali juga sering menentang pendapat Abu Bakar dan Umar, tetapi keputusan keduanya tidak bisa digugurkan. Akan tetapi, jika keputusan seorang Qadhi bertentangan dengan nash-nash qath’i atau ia memutuskan tidak sesuai dengan hukum-hukum Islam (berdasarkan hukum-hukum kufur), maka keputusannya wajib ditolak atau diluruskan oleh Qadhi yang lain. Dalilnya adalah tindakan Rasulullah. Jabir ibn Abdillah menuturkan, “Sesungguhnya pernah ada seorang laki-laki telah berzina dengan seorang wanita. Rasulullah lantas memerintahkan untuk mencambuk keduanya. Akan tetapi kemudian datang informasi bahwa ia telah menikah, maka Rasul pun merajamnya.”

Syarat Qadhi biasa dan muhtasib
Hizbut Tahrir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam