Hukum Poligami Mubah Boleh
Tidak Ada ‘Illat dalam Poligami
Bolehnya
melakukan praktek poligami juga tidak didasarkan pada ‘illat tertentu.
Sebab, nash-nash yang membolehkan poligami sama sekali tidak mengandung
‘illat (alasan hukum) secara mutlak. Ini ditunjukkan dengan sangat jelas
dalam firman Allah swt, artinya:
“Kawinilah wanita-wanita yang kalian senangi dua, tiga atau empat….” [QS al-Nisaa’:3]
Atas dasar itu, kita tidak boleh menyatakan bahwa bolehnya poligami
dikarenakan ‘illat-‘illat tertentu, misalnya untuk menolong para janda,
maupun korban-korban perang. Bahkan ada yang menyatakan bahwa, ‘illat
bolehnya poligami karena adanya janda-janda yang jumlahnya sangat banyak
akibat korban perang. Jika janda-janda ini tidak ada lagi, maka hukum
bolehnya poligami tidak berlaku lagi. Ada juga yang beranggapan bahwa
‘illat bolehnya melakukan poligami adalah untuk menjaga diri dari tindak
kemaksiyatan, berzina misalnya. Akibatnya, jika dengan satu isteri
orang bisa menahan dirinya dari tindak maksiyat maka ia tidak boleh
melakukan poligami. Sebab, ‘illat itu beredar sesuai dengan apa yang di’illati (al-‘illat taduuru ma’a ma’luul wujuudan wa ‘adaman).
Pada dasarnya, ‘illat-illat tersebut di atas sama sekali tidak
didasarkan pada nash-nash syara’. Padahal, ‘illat yang absah dijadikan
sebagai dalil hukum adalah ‘illat yang syar’iyyah. ‘Illat Syar’iyyah
adalah ‘illat yang terkandung di dalam nash-nash al-Quran dan bisa
digali dari nash-nash al-Quran dan sunnah. Sedangkan ‘illat ‘aqliyyah
sama sekali tidak bernilai untuk menetapkan hukum syari’at.
Kebolehan
berpoligami bersifat mutlak, tanpa memandang apakah ia mampu menjaga
dirinya dari maksiyat atau tidak, ada janda perang ataupun tidak, maupun
karena sebab-sebab yang lainnya.
Namun
demikian, jika dilihat sebagai bagian dari solusi atas problematika
manusia, maka poligami adalah salah satu solusi atas berbagai macam
problem yang menimpa manusia. Menurut Taqiyyuddin al-Nabhani,
problem-problem yang bisa dipecahkan melalui poligami adalah
problem-problem berikut ini:
1.
Adanya tabiat pada sebagian laki-laki yang tidak puas hanya dengan
seorang isteri. Bila ia menyalurkan hasrat biologisnya hanya kepada satu
isterinya saja, tentu hal ini akan berakibat buruk bagi dirinya dan
juga isterinya. Namun, bila ada jalan keluar bagi dirinya, yakni
diperbolehkannya poligami, maka laki-laki itu bisa melangsungkan
pernikahan dengan wanita-wanita lain yang ia sukai. Sebaliknya, jika di
hadapannya tidak ada jalan keluar, yakni ada larangan berpoligami,
tentunya larangan ini akan berdampak buruk bagi laki-laki tersebut dan
juga masyarakat. Praktek perzinaan akan tersebar luas, dan anggota
keluarga akan saling curiga satu dengan yang lainnya. Atas dasar itu,
bagi orang-orang yang memiliki tabiat semacam ini – tidak puas hanya
dengan satu isteri — harus mendapatkan pemecahan yang menjadikan dirinya
bisa memenuhi kebutuhan biologisnya yang menggebu, atau bisa
menyalurkannya pada perbuatan-perbuatan yang dihalalkan oleh Allah swt
(menikah lagi).
2.
Wanita-wanita mandul yang tidak bisa melahirkan anak, namun ia sangat
mencintai dan menyayangi suaminya, demikian pula sebaliknya. Cinta dan
kasih sayang di antara keduanya mampu mendorong mereka untuk tetap
mempertahankan kehidupan rumah tangga dengan penuh ketenangan dan
kesejukan. Akan tetapi, sang suami sangat menginginkan seorang anak yang
benar-benar lahir dari darah dan dagingnya. Tentunya, jika dalam
kondisi semacam ini sang suami dilarang melakukan poligami, keinginannya
akan terpupus, sehingga ia akan menderita dan merana. Hal semacam ini
akan berakibat fatal bagi kehidupan keluarganya. Pada titik tertentu ia
akan menceraikan isterinya, sekedar untuk mewujudkan
keinginan-keinginannya. Pilar keluarga yang telah mereka bangun menjadi
hancur berantakan. Bahkan, larangan poligami pada suami-suami yang
menginginkan anak dari darah dagingnya sendiri akan mengebiri naluri
kebapakannya. Oleh karena itu, suami yang menghadapi masalah seperti ini
harus mendapatkan jalan keluar, yaitu dengan memperbolehkan dirinya
melakukan poligami, agar ia mendapatkan keturunan yang didambakannya.
3.
Terjadinya banyak pergolakan dan peperangan yang mengakibatkan
banyaknya jatuh korban di pihak laki-laki. Suatu wilayah atau negara
yang sering terjadi pertikaian dan peperangan tentu akan berdampak pada
menurunnya jumlah laki-laki dan meningkatnya jumlah janda. Selain itu
adanya peperangan dan pertikaian juga akan berdampak pada tidak
seimbangnya rasio jumlah laki-laki dan wanita. Dalam kondisi semacam
ini, poligami merupakan salah satu solusi untuk memecahkan problem
banyaknya janda akibat peperangan dan pertikaian, sekaligus rasio jumlah
wanita dan laki-laki yang tidak seimbang. Seandainya, poligami
dilarang, tentu akan banyak janda dan wanita dewasa yang tidak bisa lagi
mengenyam kebahagiaan dan ketenangan hidup berumah tangga. Akibatnya,
banyak wanita kehilangan kesempatan untuk merefleksikan fithrahnya
sebagai seorang wanita. Atas dasar itu, dalam kondisi semacam ini
pelarangan poligami justru akan berdampak buruk bagi kehidupan wanita
itu sendiri.
4.
Rasio pertambahan jumlah wanita biasanya lebih tinggi dibandingkan
dengan pertambahan jumlah laki-laki. Di daerah-daerah yang jumlah
pertambahan wanita [akibat kelahiran] tinggi, tentu membutuhkan solusi
tersendiri agar wanita-wanita yang tidak memiliki kesempatan menikah
dengan seorang laki-laki bisa merasakan juga manisnya kehidupan rumah
tangga. Jika demikian, poligami merupakan solusi agar wanita-wanita yang
tidak “kebagian” laki-laki bisa tetap merasakan nikmatnya hidup berumah
tangga. Atas dasar itu, poligami bisa dianggap sebagai solusi atas realitas-realitas tersebut di atas.
Namun
demikian, kebolehan poligami tidak boleh dikaitkan dengan adanya
kondisi-kondisi di atas. Sebab, kebolehan poligami ditentukan
berdasarkan nash-nash yang sharih. Dengan kata lain, boleh atau tidaknya
melakukan poligami harus didasarkan pada nash-nash syara’, bukan
dikarenakan sebab-sebab di atas. Kebolehan berpoligami berlaku mutlak,
meskipun kondisi-kondisi di atas tidak terwujud dalam kenyataan.
Hukum Poligami Mubah Boleh - Dari buku Bunga Rampai Pemikiran Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar