Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 30 Januari 2013

Hukum Poligami Mubah Boleh

Hukum Poligami Mubah Boleh



Tidak Ada ‘Illat dalam Poligami      

    Bolehnya melakukan praktek poligami juga tidak didasarkan pada ‘illat tertentu. Sebab, nash-nash yang membolehkan poligami sama sekali tidak mengandung ‘illat (alasan hukum) secara mutlak. Ini ditunjukkan dengan sangat jelas dalam firman Allah swt, artinya:

    “Kawinilah wanita-wanita yang kalian senangi dua, tiga atau empat….” [QS al-Nisaa’:3]

    Atas dasar itu, kita tidak boleh menyatakan bahwa bolehnya poligami dikarenakan ‘illat-‘illat tertentu, misalnya untuk menolong para janda, maupun korban-korban perang. Bahkan ada yang menyatakan bahwa, ‘illat bolehnya poligami karena adanya janda-janda yang jumlahnya sangat banyak akibat korban perang. Jika janda-janda ini tidak ada lagi, maka hukum bolehnya poligami tidak berlaku lagi. Ada juga yang beranggapan bahwa ‘illat bolehnya melakukan poligami adalah untuk menjaga diri dari tindak kemaksiyatan, berzina misalnya. Akibatnya, jika dengan satu isteri orang bisa menahan dirinya dari tindak maksiyat maka ia tidak boleh melakukan poligami. Sebab, ‘illat itu beredar sesuai dengan apa yang di’illati (al-‘illat taduuru ma’a ma’luul wujuudan wa ‘adaman).

    Pada dasarnya, ‘illat-illat tersebut di atas sama sekali tidak didasarkan pada nash-nash syara’. Padahal, ‘illat yang absah dijadikan sebagai dalil hukum adalah ‘illat yang syar’iyyah. ‘Illat Syar’iyyah adalah ‘illat yang terkandung di dalam nash-nash al-Quran dan bisa digali dari nash-nash al-Quran dan sunnah. Sedangkan ‘illat ‘aqliyyah sama sekali tidak bernilai untuk menetapkan hukum syari’at.

Kebolehan berpoligami bersifat mutlak, tanpa memandang apakah ia mampu menjaga dirinya dari maksiyat atau tidak, ada janda perang ataupun tidak, maupun karena sebab-sebab yang lainnya.

Namun demikian, jika dilihat sebagai bagian dari solusi atas problematika manusia, maka poligami adalah salah satu solusi atas berbagai macam problem yang menimpa manusia. Menurut Taqiyyuddin al-Nabhani, problem-problem yang bisa dipecahkan melalui poligami adalah problem-problem berikut ini:

1. Adanya tabiat pada sebagian laki-laki yang tidak puas hanya dengan seorang isteri. Bila ia menyalurkan hasrat biologisnya hanya kepada satu isterinya saja, tentu hal ini akan berakibat buruk bagi dirinya dan juga isterinya. Namun, bila ada jalan keluar bagi dirinya, yakni diperbolehkannya poligami, maka laki-laki itu bisa melangsungkan pernikahan dengan wanita-wanita lain yang ia sukai. Sebaliknya, jika di hadapannya tidak ada jalan keluar, yakni ada larangan berpoligami, tentunya larangan ini akan berdampak buruk bagi laki-laki tersebut dan juga masyarakat. Praktek perzinaan akan tersebar luas, dan anggota keluarga akan saling curiga satu dengan yang lainnya. Atas dasar itu, bagi orang-orang yang memiliki tabiat semacam ini – tidak puas hanya dengan satu isteri — harus mendapatkan pemecahan yang menjadikan dirinya bisa memenuhi kebutuhan biologisnya yang menggebu, atau bisa menyalurkannya pada perbuatan-perbuatan yang dihalalkan oleh Allah swt (menikah lagi).

2. Wanita-wanita mandul yang tidak bisa melahirkan anak, namun ia sangat mencintai dan menyayangi suaminya, demikian pula sebaliknya. Cinta dan kasih sayang di antara keduanya mampu mendorong mereka untuk tetap mempertahankan kehidupan rumah tangga dengan penuh ketenangan dan kesejukan. Akan tetapi, sang suami sangat menginginkan seorang anak yang benar-benar lahir dari darah dan dagingnya. Tentunya, jika dalam kondisi semacam ini sang suami dilarang melakukan poligami, keinginannya akan terpupus, sehingga ia akan menderita dan merana. Hal semacam ini akan berakibat fatal bagi kehidupan keluarganya. Pada titik tertentu ia akan menceraikan isterinya, sekedar untuk mewujudkan keinginan-keinginannya. Pilar keluarga yang telah mereka bangun menjadi hancur berantakan. Bahkan, larangan poligami pada suami-suami yang menginginkan anak dari darah dagingnya sendiri akan mengebiri naluri kebapakannya. Oleh karena itu, suami yang menghadapi masalah seperti ini harus mendapatkan jalan keluar, yaitu dengan memperbolehkan dirinya melakukan poligami, agar ia mendapatkan keturunan yang didambakannya.

3. Terjadinya banyak pergolakan dan peperangan yang mengakibatkan banyaknya jatuh korban di pihak laki-laki. Suatu wilayah atau negara yang sering terjadi pertikaian dan peperangan tentu akan berdampak pada menurunnya jumlah laki-laki dan meningkatnya jumlah janda. Selain itu adanya peperangan dan pertikaian juga akan berdampak pada tidak seimbangnya rasio jumlah laki-laki dan wanita. Dalam kondisi semacam ini, poligami merupakan salah satu solusi untuk memecahkan problem banyaknya janda akibat peperangan dan pertikaian, sekaligus rasio jumlah wanita dan laki-laki yang tidak seimbang. Seandainya, poligami dilarang, tentu akan banyak janda dan wanita dewasa yang tidak bisa lagi mengenyam kebahagiaan dan ketenangan hidup berumah tangga. Akibatnya, banyak wanita kehilangan kesempatan untuk merefleksikan fithrahnya sebagai seorang wanita. Atas dasar itu, dalam kondisi semacam ini pelarangan poligami justru akan berdampak buruk bagi kehidupan wanita itu sendiri.

4. Rasio pertambahan jumlah wanita biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan jumlah laki-laki. Di daerah-daerah yang jumlah pertambahan wanita [akibat kelahiran] tinggi, tentu membutuhkan solusi tersendiri agar wanita-wanita yang tidak memiliki kesempatan menikah dengan seorang laki-laki bisa merasakan juga manisnya kehidupan rumah tangga. Jika demikian, poligami merupakan solusi agar wanita-wanita yang tidak “kebagian” laki-laki bisa tetap merasakan nikmatnya hidup berumah tangga. Atas dasar itu, poligami bisa dianggap sebagai solusi atas realitas-realitas tersebut di atas.

Namun demikian, kebolehan poligami tidak boleh dikaitkan dengan adanya kondisi-kondisi di atas. Sebab, kebolehan poligami ditentukan berdasarkan nash-nash yang sharih. Dengan kata lain, boleh atau tidaknya melakukan poligami harus didasarkan pada nash-nash syara’, bukan dikarenakan sebab-sebab di atas. Kebolehan berpoligami berlaku mutlak, meskipun kondisi-kondisi di atas tidak terwujud dalam kenyataan.

Hukum Poligami Mubah Boleh - Dari buku Bunga Rampai Pemikiran Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam