Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 05 Januari 2013

Masalah Utama Umat Islam Bukanlah Masalah Akhlaq yang Rusak

Masalah Utama Umat Islam Bukanlah Masalah Akhlaq yang Rusak



Persoalan Utama Kaum Muslim: Bukanlah Akhlaq Yang Rusak

    Ada sebagian kaum muslim memahami , bahwa kebangkitan umat harus dimulai dari kebangkitan akhlaq. Mereka mengajukan sebuah asumsi, “Jika setiap individu memiliki akhlaq yang baik, maka masyarakat pun akan menjadi baik. Kemunduran dan kebangkitan suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kebangkitan dan kemunduran akhlaqnya.”

    Mereka juga mengetengahkan dalil-dalil syara’ untuk membangun argumentasi mereka. Dari al-Quran, mereka mengetengahkan ayat,
    “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti.”[al-Qalam:4], serta nash-nash yang senada pengertiannya.
   
Dari sunnah mereka juga berhujjah dengan hadits yang berbicara tentang akhlaq, salah satu contohnya adalah,
    “Sesungguhnya aku ini hanya diutus untuk menyempurnakan akhlaq.”
   
Benar, akhlaq merupakan salah satu bagian dari ajaran Islam.  Namun demikian, kita tidak boleh memahami, bahwa akhlaq yang dimaksud di sini sekedar sebagai nilai-nilai universal, dan terlepas sama sekali dengan konteks hukum syari’at.

Kejujuran, amanah, disiplin, rasa hormat, dan lain-lain merupakan nilai akhlaq yang mulia. Kesemuanya adalah nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh umat manusia, tanpa memperhatikan agama, ras, suku dan jenis kelamin. Kaum Kristen, Budhis, Yahudi, Konghucu, serta kaum kapitalis pun sangat menjunjung tinggi nilai-nilai itu, bahkan berusaha untuk menerapkannya. Kaum muslim juga menjunjung tinggi dan berusaha menerapkan nilai-nilai tersebut di dalam kehidupannya. Namun, seorang muslim tatkala hendak menerapkan nilai-nilai yang sangat mulia itu, bukan didorong oleh sebuah motivasi bahwa nilai-nilai tersebut adalah nilai universal. Akan tetapi, ia melaksanakan semua nilai-nilai itu karena diperintahkan oleh Allah swt. Seorang muslim bersikap jujur, karena ia memang diperintahkan oleh Allah swt, bukan karena jujur itu bermanfaat atau nilai universal. Dengan kata lain, akhlaq seorang muslim adalah refleksi dari pelaksanaan syariatNya. Sebab, seluruh perbuatan seorang muslim wajib bersandar pada syariat Islam.

Di sisi lain, seorang muslim harus memahami, kapan ia jujur, dan kapan ia tidak boleh jujur. Seorang muslim, tatkala melakukan jual beli dengan orang lain, harus jujur dan amanah. Namun, ketika dalam peperangan melawan kaum kafir, ia tidak diperbolehkan jujur membeberkan kekuatan kaum muslim.

    Kenyataan di atas menunjukkan bahwa akhlaq merupakan bagian dari syari’at Islam. Menurut pandangan Islam, akhlaq bukan sekedar nilai universal yang berlaku di tengah-tengah manusia, akan tetapi, ia adalah sifat yang harus dimiliki seorang muslim, berdasarkan perintah dari Allah swt. Dengan kata lain, akhlaq adalah syari’at Islam yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

    Bantahan atas pendapat yang menyatakan, bahwa kebangkitan umat, atau persoalan mendasar umat adalah kebangkitan akhlaqnya dapat diperinci sebagai berikut;

Pertama, sebenarnya, konteks yang hendak dikaji adalah kebangkitan umat atau kebangkitan masyarakat, bukan kebangkitan individu. Individu berbeda dengan masyarakat dari sisi karakter, maupun penyusunnya. Atas dasar itu, cara membangkitkan individu berbeda dengan cara membangkitkan masyarakat atau umat. Akhlaq adalah hukum syariat yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, akhlaq adalah salah satu variabel penting untuk membangkitkan individu.

Berbeda dengan konteks kebangkitan masyarakat. Untuk membahas kebangkitan masyarakat, kita harus memahami unsur-unsur penyusun masyarakat, serta cara untuk mengubah masyarakat. Begitu pula jika kita hendak mengubah individu, maka kita mesti memahami terlebih dahulu unsur-unsur penyusun individu dan bagaimana cara membangkitkannya.

Masyarakat sendiri tersusun atas manusia, pemikiran, perasaan dan aturan yang diberlakukan di tengah-tengah masyarakat.

Benar, manusia merupakan salah satu faktor penyusun masyarakat. Namun demikian, perubahan manusia tidak secara otomatis menyebabkan perubahan masyarakat, maupun warna masyarakat. Sebab, masyarakat tidak hanya tersusun dari manusia belaka. Namun ia juga tersusun oleh pemikiran, perasaan dan aturan. Selain itu faktor yang menentukan corak dan warna masyarakat bukanlah manusia, akan tetapi pemikiran dan aturan yang diterapkan.

    Masyarakat Budha terkenal orang yang menjunjung nilai-nilai akhlaq, bahkan terkenal memiliki sifat-sifat akhlaq yang mulia. Namun demikian, warna masyarakat yang tersusun oleh orang-orang Budha dan agama Budha adalah masyarakat kufur, bukan masyarakat Islam. Ini menunjukkan, bahwa faktor yang menentukan corak dan warna masyarakat adalah pemikiran dan aturan yang diterapkan di dalamnya, bukan semata akhlaq individunya.

    Negeri-negeri yang berpenduduk mayoritas Islam yang terkenal jujur, amanah, dan berbudi pekerti luhur, tetap saja disebut masyarakat kufur, jika sistem aturan yang diberlakukan di negeri-negeri tersebut adalah sistem aturan kufur. Negeri Baghdad ketika dikuasai bangsa Mongol, tidak lagi disebut negeri Islam, sebab sistem yang diberlakukan di Baghdad bukan sistem Islam. Ini semua menunjukkan, bahwa perubahan akhlaq individu tidak secara otomatis merubah warna masyarakat. Bahkan, perubahan akhlaq –sebagai nilai-nilai universal- sama sekali tidak berhubungan dengan perubahan warna masyarakat.

    Masyarakat Jahiliyah sebelum Islam, juga menjunjung nilai-nilai akhlaq yang tinggi –menghargai tamu, perwira dan sebagainya. Sifat-sifat akhlaqiyyah ini tidak berubah ketika masyarakat Jahiliyyah berubah menjadi masyarakat Islam. Ini menunjukkan bahwa akhlaq tidak berhubungan dengan perubahan warna masyarakat.

    Walhasil, jika konteks pembicaraan kita adalah mengubah warna atau corak masyarakat, maka aktivitas perubahannya tidak boleh difokuskan hanya kepada perubahan individunya belaka, namun harus difokuskan kepada perubahan pemikiran dan aturan yang ada di tengah-tengah masyarakat.

    Di sisi yang lain, nilai-nilai akhlaq –sebagai nilai universal- bukanlah nilai yang berdiri sendiri. Akan tetapi, ia selalu melekat pada perbuatan tertentu. Jujur adalah nilai akhlaq. Namun, anda tidak bisa mengetahui apakah seseorang itu jujur atau tidak, kecuali ketika ia melakukan suatu aktivitas tertentu. Jujur bisa melekat pada perbuatan apapun, halal maupun haram. Jujur bisa melekat pada seorang pegawai Bank yang mempertahankan sistem ribawi. Jujur juga bisa melekat pada pada anggota parlemen yang suka menelurkan aturan-aturan kufur (hukum buatan manusia). Namun demikian, jujur yang melekat pada perbuatan-perbuatan haram tersebut tidak memiliki nilai sama sekali. Bahkan, kita tidak boleh menyatakan bahwa orang tersebut berakhlaq. Sebab, kejujurannya telah melekat pada perbuatan haram.

Dedikasi yang tinggi, disiplin, dan amanah bisa saja melekat kepada pasukan-pasukan perang yang menjadi pembela sistem  kufur. Tetapi, kita tidak mungkin menyatakan orang-orang ini menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Bahkan, akhlaq yang menempel pada sistem kufur semacam ini, tidak memiliki arti sedikitpun.

    Yang terpenting adalah mengubah pemikiran dan sistem aturan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan akhlaq, hanyalah sekedar bagian dari aturan-aturan Allah swt yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Perubahan akhlaq sama sekali tidak berkaitan dengan perubahan warna masyarakat.

    Kedua, pernyataan di atas tidak berarti bahwa kami meremehkan akhlaq, atau menganggap bahwa akhlaq bukanlah perkara penting jika dibandingkan dengan perkara-perkara yang lain. Al-Quran sendiri tidak menyebut kata khuluq di banyak tempat, kecuali pada surat al-Qalam:4 dan al-Syu’araa’ :137.

Selain itu, para fuqaha hanya mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum syari’at. Mereka tidak pernah mengkaji akhlaq dalam bab fiqh tersendiri. Ini menunjukkan bahwa akhlaq adalah bagian dari syariat Islam yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

    Ketiga. Seandainya kita bandingkan dengan bangsa-bangsa yang saat ini mengalami kemajuan, kita bisa menyimpulkan bahwa, akhlaq yang dimiliki oleh kaum muslim lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Namun demikian, kaum muslim tetap saja dalam posisi kemunduran. Mereka tertinggal jauh dari bangsa-bangsa yang akhlaqnya lebih rendah dibandingkan mereka.

    Keempat. Fakta juga telah menunjukkan, bahwa propaganda-propaganda, seruan-seruan, maupun buku-buku, selebaran, poster, dan lain-lain yang menyerukan kepada akhlaq sama sekali tidak memberikan pengaruh bagi kebangkitan kaum kaum muslim. Umat Islam tetap mundur dari sisi ekonomi, politik dan hukum. Ini membuktikan bahwa akhlaq bukanlah asas atau dasar dari perubahan. Ia juga bukan masalah utama bagi kaum muslim. (metode menegakkan Islam harus sesuai dengan metode Rasul Saw. dalam menegakkan Islam dan mengikutinya langkah demi langkah)

    Seluruh penjelasan di atas tidak boleh dipahami, bahwa kami meremehkan akhlaq, atau tidak menganggap penting masalah akhlaq. Namun, kami hanya ingin menjelaskan, bahwa akhlaq bukanlah persoalan utama kaum muslim, dan juga bukan asas dan dasar kebangkitan umat.

    Adapun ayat al-Quran yang menyatakan, “
    “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti.”[al-Qalam:4],
serta nash-nash yang senada pengertiannya, semisal hadits;
    Sesungguhnya aku ini hanya diutus untuk menyempurnakan akhlaq”,
tidak bisa dipahami bahwa asas perubahan adalah akhlaq, atau dipahami bahwa persoalan yang menjadi fokus perhatian utama Rasulullah saw adalah perubahan akhlaq.

    Mufasir-mufasir terkenal, seperti Mujahid, Dlahak, Imam Thabari dan Qurthubiy, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “khulq” pada surat al-Qalam ayat 4, bukan sekedar “akhlaq”, akan tetapi bermakna “diin” (agama). Di dalam shahih Bukhari telah diriwayatkan bahwa ‘Aisyah ra pernah ditanya tentang akhlaq Rasulullah saw. Ia menyatakan, “Akhlaq beliau saw adalah al-Quran.” [lihat pada catatan kaki, ‘Ali al-Shabuniy, Shafwat al-Tafaasir, juz III, hal.465]

    Ini menunjukkan, bahwa al-Quran merupakan pembentuk akhlaq Rasulullah saw dan kaum muslim. Akhlaq Islam hanya akan terbentuk dengan panduan al-Quran al-Karim (termasuk di dalamnya mengenai akidah dan syariah).

    Tidak ada gunanya mengklaim dirinya berakhlaq sementara itu, mereka berkecimpung dan turut aktif di dalam sistem kufur, atau malah masuk ke dalam parlemen untuk membuat aturan-aturan kufur (hukum berdasar pikiran manusia).

    Riwayat-riwayat sharih juga menuturkan bahwa fokus utama dakwah Rasulullah saw adalah mengubah sistem kemasyarakatan jahiliyyah, kemudian diganti dengan sistem Islam. Dengan kata lain, beliau senantiasa memfokuskan dirinya untuk merubah pemikiran yang ada di tengah-tengah masyarakat.

    Fakta perubahan masyarakat di zaman Rasulullah saw dan juga fakta perubahan masyarakat yang ada di dunia ini, menunjukkan bahwa masyarakat hanya akan berubah jika pemikiran (beserta sistem hukum/ aturan di berbagai bidang) mereka telah berubah.

    Demikianlah anda telah kami jelaskan dengan gamblang bahwa akhlaq bukanlah asas atau dasar bagi kebangkitan umat, dan ia juga bukan masalah utama kaum muslim.

Dari buku Bunga Rampai Pemikiran Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam