Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 19 Juli 2019

MK Tak Bebas Cela



Banyak orang menganggap Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga tinggi yang tak punya cela atau "dosa." Seolah-olah MK adalah pengadil yang seadil-adilnya dan putusannya betul-betul mempertimbangkan keadilan dan kebenaran.

Tapi jangan salah. Anggapan itu tidak berdasarkan fakta. Arief Hidayat, hakim MK, bahkan pernah didesak mundur oleh 54 guru besar dari berbagai perguruan tinggi karena ia sudah 2 kali dinyatakan melanggar kode etik oleh Dewan Etik MK.

Sebelumnya, Arief yang pernah menjabat Ketua MK ini dilaporkan sebanyak 6 kali ke Dewan Etik MK terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Dua di antaranya terbukti. Kendati begitu, Arief tetap saja duduk sebagai hakim MK sampai sekarang.

Di era terdahulu, terbukti MK tak selamanya “suci.” Mantan hakim MK Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 2019. Ia terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi. Saat itu Patrialis diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti. Patrialis diwajibkan membayar uang pengganti 10.000 dollar AS dan Rp4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang ia terima.

Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke MK.

Yang lebih dahsyat adalah aksi yang dilakukan oleh mantan Ketua MK Akil Mochtar. Ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 2014.

Akil Mochtar dinyatakan terbukti bersalah menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada di MK.

Tidak hanya dari satu perkara, Akil terbukti menerima suap dari 5 sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp3 miliar). Untuk Pilkada Kota Palembang, hakim menyatakan bahwa orang dekat Akil, Muhtar Ependy, terbukti menerima Rp19,8 miliar dari Walikota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito. Namun, majelis hakim tidak memperoleh kepastian mengenai total uang yang diterima Akil terkait Pilkada Kota Palembang itu.

Nah![]emje (Tabloid Media Umat edisi 245, 12-25 Juli 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam