Buku Bagus Untuk Dibaca:
Buku Afghanistan dan Pakistan : Perang yang Tak Dapat Dimenangkan
Strategi Barat saat ini untuk Afghanistan dan Pakistan dan jalan alternatif untuk daerah itu
Bab 2 Kekuasaan NATO yang Tidak Kompeten Sejak 2001
Pendahuluan
Pada 2001, ketika para pemimpin Barat memerintahkan invasi terhadap Afghanistan, mereka menentukan tujuan-tujuan mereka untuk penjajahannya. Mereka membicarakan tentang membawa perdamaian ke daerah itu, membangun pemerintah yang akuntabel, mempromosikan pembangunan ekonomi dan industri, mengakhiri perdagangan opium dan mengamankan hak-hak orang Afghanistan.
Di akhir dekade, Barat telah tidak mampu menyelamatkan Afghanistan. Malah, orang-orang Afghanistan menjadi sasaran penjajahan brutal, ribuan orang sipil telah dibunuh dan banyak orang Afghanistan menyaksikan secara langsung janji-janji kosong 'kebebasan' dan 'hak-hak manusia' ketika ditahan dan disiksa di Bagram dan Kandahar. Rezim Karzai, semakin tak punya harga karena kelembekan, korupsi, dan berkecimpung dengan para oportunis perang brutal, yang terus didukung oleh baik London maupun Washington. Perdagangan opium meledak dan para politisi yang berhubungan dekat dengan Barat diduga terlibat di dalamnya. Tidak ada perkembangan ekonomi atau industri dan meskipun ada janji bantuan miliaran dolar, cuma ada sedikit bukti pembangunan kembali Afghanistan yang dijanjikan.
Meskipun itu semua, dalam pidato 2009, Presiden AS Obama memperingatkan tentang berbagai konsekuensi Barat meninggalkan Afghanistan; “Bagi orang-orang Afghanistan, kembali ke kekuasaan Taliban akan menjebloskan negara mereka kepada pemerintahan brutal, isolasi internasional, perekonomian yang lumpuh, dan penolakan hak-hak dasar manusia terhadap rakyat Afghanistan – terutama para wanita dan anak perempuan.”
Dalam bab ini kami me-review apa yang telah dibawa delapan tahun intervensi asing kepada Afghanistan dan mengungkap cerita di balik ketidak-kompetenan dan kehilangan kredibilitas total Barat.
Penjajahan Brutal
Sejak penjajahan Barat terhadap Afghanistan, ribuan penduduk sipil telah kehilangan nyawanya. Menurut UN, lebih dari 2.100 rakyat sipil dibunuh pada tahun 2008 saja, suatu peningkatan sekitar 40% dari 2007. Di paruh tahun pertama 2009, the UN Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA) mencatat kematian 1.013 orang sipil Afghanistan dalam enam bulan pertama sejak 1 Januari hingga 30 Juni [1]. Ini merupakan peningkatan 24% selama periode yang sama di tahun 2008, ketika ada 818 rakyat sipil dibunuh. Di 2007, 684 penduduk sipil dibunuh di periode yang sama.
Dengan kata lain, seiring si pemenang Penghargaan Nobel Perdamaian Presiden Obama telah meningkatkan perang dan mengirim ribuan pasukan tambahan ke Afghanistan, jumlah kematian orang sipil meningkat sebanyak 24%.
Meski pemerintah Barat bisa mengklaim bahwa rakyat sipil itu dibunuh dalam serangan-serangan oleh “militan”, telah jelas penjajahan Baratlah yang menyebabkan kekacauan di Afghanistan yang menghasilkan kematian ribuan penduduk sipil.
Barat semakin kehilangan legitimasi moral melalui berbagai kebijakan penjara-penjara rahasia, penahanan ekstra-judisial, penyiksaan brutal dan praktek luar biasa mengirim tahanan supaya disiksa. Apa yang terjadi di Abu Ghraib dan Teluk Guantanamo bukanlah di luar kebiasaan mereka. Dalam hubungannya dengan fasilitas penahanan Amerika di Bagram di Afghanistan, The New York Times melaporkan bahwa, “dokumen-dokumen Bagram merupakan saksi yang cukup banyak bahwa perlakuan kasar oleh beberapa interogator dilakukan secara rutin dan bahwa para penjaga bisa menyerang tahanan yang terbelenggu dengan sebebasnya. Para tahanan yang dianggap penting atau membuat masalah juga diborgol dan dirantai ke langit-langit dan pintu sel-sel mereka, kadang hingga waktu yang lama, yang oleh para penuntut dari angkatan bersenjata belakangan ini disebut serangan kriminal.” Sebuah editorial di New York Times menyebutkan bahwa “dokumen investigatif mengenai Bagram, yang diperoleh The Times, memperlihatkan bahwa penganiayaan para tahanan adalah rutin: mengikat mereka ke langit-langit sel mereka, membuat kurang tidur, menendang dan memukul mereka, mempermalukan mereka secara seksual, dan mengancam mereka dengan anjing-anjing penjaga – perilaku yang sama yang kemudian diulang di Irak.” [2]
Para tahanan lainnya disiksa di penjara AS di airport Kandahar di Afghanistan. Salah satu tahanan adalah Shaker Aamer yang mengalami penyiksaan berminggu-minggu termasuk kekurangan tidur selama lebih dari sembilan hari, penyiksaan dengan air dingin yang mengakibatkan pembekuan, mengikat seperti kepada binatang dan pemukulan regular bersama dengan ancaman-ancaman bahwa dia akan dikirim untuk disiksa ke Mesir, Yordania, atau Israel. Petugas MI5 Inggris hadir ketika interogasi dan penyiksaan kepadanya.
Yang lebih baru adalah, terungkap oleh diplomat Kanada, Richard Colvin, bahwa tentara Kanada secara rutin menyerahkan orang-orang Afghanistan yang terciduk dalam penyisiran keamanan kepada para penyiksa di intelijen Afghanistan. Colvin mengatakan bahwa orang Kanada “menangkap, dan menyerahkannya untuk penyiksaan parah, sangat banyak orang-orang tak bersalah.” Dia berlanjut mengatakan bahwa “praktek-praktek pada tahanan itu (adalah) bukan-Kanada, kebalikan dari produktif dan kemungkinan ilegal.” [3]
Korupsi oleh rezim yang didukung-Barat
Selama delapan tahun terakhir, Barat telah membuat klaim berulang-ulang bahwa akan berhasil mengentaskan pemerintahan brutal dan korupsi dari Afghanistan. Mereka juga mengklaim bahwa mereka akan menyingkirkan pengaruh oportunis perang (pemimpin militer korup) di seluruh negara. Namun, masalah sentralnya adalah bahwa korupsi di Afghanistan tidak hanya muncul di pinggiran politik tapi sangat berkaitan dengan para pemain politik utama, yang telah dibina dan didukung oleh Barat.
Setelah Karzai memenangkan periode keduanya di kursi kekuasaan sejak pemilihan umum curang, Presiden Obama secara publik mendesaknya untuk menjegal masalah korupsi. Ironisnya, hasil pemilu yang diterima oleh Barat mengungkapkan bahwa pemilu itu diwabahi begitu banyak korupsi hingga satu dari tiga surat suara mendukung Karzai dianggap merupakan hasil kecurangan oleh UN.
Dalam laporannya tahun 2009, Transparency International me-rating Afghanistan sebagai kedua-paling korup di dunia, dengan korupsi sektor publik semakin memburuk untuk dua tahun berturut-turut. Hanya Somalia yang tercabik perang ratingnya lebih buruk pada Corruption Perception Index (CPI) oleh organisasi berbasis-Berlin dari 180 negara [4]. Kelompok itu mengatakan mengenai Afghanistan: “Contoh-contoh korupsi tersebar mulai dari jabatan-jabatan publik diperdagangkan dan keadilan dengan membayar uang hingga penyuapan sehari-hari untuk layanan dasar ... Ini, bersama dengan perdagangan opium yang meledak – yang juga berkaitan dengan korupsi – berkontribusi pada trend skor CPI negara itu yang terus menurun.” Di bulan Maret 2009, sebuah laporan oleh U.S. Agency for International Development melaporkan bahwa, “Korupsi yang menyebar, luas dan sistematis sekarang berada dalam cakupan yang belum pernah diketahui dalam sejarah negara itu.” [5] Sebuah survei 2008 oleh Integrity Watch Afghanistan menemukan bahwa keluarga biasa membayar sekitar $100 setahun dalam bentuk suap di negara di mana lebih dari setengah populasinya bertahan hidup dengan kurang dari $1 sehari.
Dalam respon terhadap isu-isu penting yang luas itu, Karzai menetapkan unit anti-korupsi baru, dengan bantuan agensi-agensi penegak hukum AS dan Inggris. Ini adalah struktur ketiga yang dibentuk oleh rezim Karzai untuk menjegal masalahnya; struktur yang pertama telah dibubarkan ketika muncul bahwa kepalanya telah terbukti dan dipenjara di AS karena dakwaan narkotika.
Di saat London dan Washington mengumbar retorika tentang good governance dan hak-hak manusia, rezim kliennya di Kabul terus membentuk hubungan-hubungan dengan oportunis perang yaitu para pemimpin militer korup. Abdul Rashid Dostum, mantan oportunis perang yang terkenal busuk, mendukung kampanye pemilu Karzai dan baru-baru ini kembali ke Afghanistan dari Turki. Dia dituduh mengatur kematian hingga 2.000 tahanan Taliban selama invasi 2001. Kedua wakil presiden Karzai, Muhammad Qasim Fahim dan Karim Khalili, adalah juga mantan penjahat perang yang dituduh menyalah-gunakan kekuasaan.
Rezim Karzai berjuang mendirikan otoritas ke luar Kabul. Para pemerintah Barat telah kehilangan keyakinan bahwa rezim ini akan bisa mengontrol negara itu. Di saat mengkritik secara publik keberlangsungan kekuatan para oportunis perang, secara tersembunyi sekutu-sekutu NATO bergantung pada mereka. Laporan September 2009 yang dikeluarkan oleh New York University's Centre on International Cooperation menyatakan bahwa negara-negara Barat mengobarkan masalah dengan bergantung pada para militia yang loyal pada komandan-komandan lokal – beberapa terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan dan distribusi narkoba – dalam usaha untuk meningkatkan keamanan [6]. Pada Desember 2009, Sekretaris Pertahanan AS, Robert Gates, mengatakan bahwa militer AS bisa saja menyerahkan tanggung jawab keamanan sebagian Afghanistan kepada para pemimpin lokal dan orang-orang kemanan dan para polisinya daripada tentara nasional Hamid Karzai yang dilatih AS.
Pihak Barat tetap yakin pada kemampuan Hamid Karzai untuk memerintah Afghanistan dan mencabut korupsi. Bagaimanapun juga kekronian, suap dan perdagangan narkotika yang subur telah menghancurkan kepercayaan publik apapun terhadap rezim Afghanistan yang didukung Barat.
Intervensi Barat = Perdagangan Opium yang Subur
Pada Oktober 2001, beberapa hari sebelum mulainya perang Afghanistan, Tony Blair memberitahu konferensi Partai Buruh bahwa “penghasil narkotika terbesar di dunia adalah di Afghanistan, yang dikendalikan oleh Taliban”. Dia selanjutnya berkata bahwa 90% heroin di jalanan London tadinya dari Afghanistan: “Senjata-senjata yang dibeli Taliban hari ini dibayar dengan nyawa orang-orang muda Inggris, membeli narkotika mereka di jalanan Inggris.” Sang Perdana Menteri mengulang klaim ini seminggu setelahnya dalam the House of Commons, ketika dia mengumumkan bahwa kampanye militer telah dimulai, memberitahu para anggota parlemen bahwa Taliban “adalah sebagian besar didanai oleh perdagangan narkotika.”
Dalam wawancara pada Desember 2005 Blair lagi-lagi berpendapat bahwa bagian penting misi Barat di Afghanistan adalah untuk menjegal perdagangan narkotika; “... dalam kasus Afghanistan telah jelas-jelas penting karena kita perlu mengatasi juga perdagangan narkotika yang masih ada di sana dan telah dibangun selama tahun-tahun Taliban” [7]
Pandangan Blair bahwa perdagangan narkotika di Afghanistan telah terbangun selama tahun-tahun Taliban adalah nyata salah. Pada Januari 2004, kriminolog Loughborough University Professor Graham Farrell menulis laporan yang menjelaskan perlawanan Taliban melawan produksi opium sebagai “yang paling efektif” di zaman modern [8]. Studi Profesor Farrell menemukan bahwa penumpasan narkoba oleh Taliban menyebabkan produksi heroin global anjlok sebanyak dua pertiga di 2001. Dia juga menekankan bahwa pertanian bunga (opium) meningkat tajam setelah jatuhnya Taliban.
Meski penjajahan delapan tahun, Barat telah tidak bisa menghentikan arus narkotika dari Afghanistan. Di 2008, pemerintah Afghanistan berhasil menghancurkan hanya 3,5% dari 157.000 hektar poppy Afghanistan karena tim penumpasannya diserang atau dibeli oleh juragan narkotika lokal. Pada Desember 2009, Viktor Ivanov, kepala agensi federal anti-narkotika Russia menuduh para tentara Inggris di Propinsi Helmand tidak melakukan cukup penghentian produksi heroin. Dia berkata bahwa, “Enam puluh persen dari seluruh turunan opium di dunia diproduksi di area yang merupakan tanggung jawab pasukan Inggris ... Terdapat 25 hektar opium di 2004. Sekarang ada 90.000. Ini menunjukkan seberapa efektif mereka.” [9]
Meskipun beberapa laporan UN terakhir menunjukkan pengurangan yang sangat kecil area di bawah budidaya poppy, tumpukan stok opium ilegal sekarang lebih dari dua kali lipat daripada permintaan dunia atau lebih dari 10.000 ton. Meski keseluruhan produksi telah turun sedikit, metode-metode produksi yang lebih efisien menghasilkan panenan per lahan lebih tinggi. Kepedihan dan penyakit kecanduan narkotika sekarang adalah masalah yang berkembang. Penghancuran hasil panen telah gagal dan para kartel kriminal menyebar melewati Iran, Rusia, dan Asia Tengah.
Terdapat bukti luas bahwa penguasa didukung Barat di Afghanistan terlibat dalam perdagangan gelap narkotik. Pada Oktober 2009, the New York Times melaporkan bahwa saudara Hamid Karzai, Ahmad Wali Karzai, sedang dalam bayaran CIA dan adalah tersangka pemain perdagangan opium di Afghanistan yang booming. Pejabat senior militer Amerika dikutip mengatakan, “Ratusan juta dolar dalam uang narkotika mengalir melalui daerah selatan, dan tidak ada yang terjadi di Afghanistan Selatan tanpa sepengetahuan pemimpin regional tentang itu.” “Jika itu kelihatan seperti seekor bebek, dan itu bersuara seperti seekor bebek, mungkin itu memang seekor bebek,” Pejabat Amerika itu mengatakan tentang Mr. Karzai, “Asumsi kita adalah dia dapat untung dari perdagangan narkotik.” [10]
Kekuatan bersenjata negara-negara Barat juga telah terpengaruh oleh peningkatan tajam adanya narkotika gelap. Tingkat kecanduan pada heroin di antara pasukan AS telah mengganda dalam rentang empat tahun. Juga telah terungkap bahwa ratusan tentara Australia teruji positif terhadap berbagai narkotika ilegal sejak para pasukan dikirim ke Afghanistan [11].
“Pembangunan-Kembali” Afghanistan yang Samar
“Pembangunan kembali“ Afghanistan lebih merupakan tipuan daripada kegagalan. Setengah Kabul berada dalam reruntuhan, banyak orang masih hidup dalam tenda-tenda, ribuan tidak dapat mendapat pekerjaan, anak-anak kelaparan, sekolah-sekolah terjejali dan rumah sakit kotor, para wanita mengemis di jalanan dan menuju ke pelacuran, dan anak-anak diculik dan dijual sebagai budak atau dibunuh untuk diambil organ-organnya.
Sejak 2001, Konggres AS telah mengalokasikan lebih dari $39 miliar dalam asistensi humanitarian dan rekonstruksi bagi Afghanistan, menurut sebuah laporan oleh the U.S. Special Inspector General for Afghanistan Reconstruction. Negara-negara Eropa mengirim sekitar 1 miliar Euro ($1.49 milyar) setahun, total 9 milyar Euro sejak 2002.
Menurut data 2008, militer AS membelanjakan $100 juta sehari, sedangkan $7 juta untuk pembangunan, dan 40% dari $7 juta itu hilang untuk biaya-biaya administratif. Jadi, hanya sekitar $4 juta yang ke komunitas. Dari $4 juta itu, kurang dari 5% teralokasi ke pembangunan pertanian, padahal 80% populasi bergantung pada pertanian untuk penghidupan mereka [12].
Para pemimpin Barat terus mengadakan konferensi demi konferensi dan menjanjikan miliaran dalam bantuan untuk Afghanistan. Orang-orang Afghanistan menanyakan dengan hak “Ke mana perginya semua bantuan ini?” Meski jawaban resminya “korupsi”, banyak laporan menyatakan bahwa hanya sebagian bantuan – mungkin 40% - adalah “bantuan sebenarnya”. Sisanya adalah “dana bantuan hantu” yang tidak pernah bahkan muncul di negara penerima. Beberapa negara menghitung pelunakan utang atau biaya konstruksi kedutaan baru sebagai bantuan. Kebanyakan uang itu tidak pernah pindah dari bank-bank Barat karena dibayarkan langsung kepada “para ahli” Barat. Banyak dari bantuan itu punya tali pengikat, mengharuskan si penerima untuk menggunakan uang itu untuk membeli produk-produk dari negara pendonor, meskipun ada produk-produk yang sama yang lebih murah di negara penerima.
Banyak dari uang bantuan mengalir ke perusahaan-perusahaan asing yang lalu men-subkontrakkan sebanyak lima kali lipat dengan tiap subkontraktor dalam rangka mencari profit antara 10% dan 20% atau lebih sebelum ada pekerjaan apapun diselesaikan pada proyek. Pendonor terbesar di Afghanistan adalah AS, yang departemen dana bantuan luar negerinya USAID menyalurkan hampir setengah dari budget bantuan untuk Afghanistan ke lima kontraktor besar AS. Salah satu pencapaian USAID yang membanggakan adalah jalan layang Kabul-Kandahar yang dibangun oleh Louis Berger Group. Perusahaan-perusahaan internasional lain telah siap membangun kembali jalan layang itu untuk $250.000 per kilometer, sedangkan perusahaan Amerika yang diberi kontrak itu dapat $700.000 per kilometer. Pihak Amerika itu men-subkontrakkan ke perusahaan-perusahaan Turki dan India untuk membangun jalan layang dua jalur sempit dengan biaya final sekitar $1 juta per mile dan terdapat laporan bahwa itu sudah rusak. Maka tidak mengagetkan ketika Mantan Menteri Perencanaan, Ramazan Bashardost, komplain bahwa ketika berkait urusan membangun jalan, Taliban melakukannya dengan lebih baik.
Seantero Afghanistan terdapat cerita-cerita mengenai jembatan-jembatan setengah jadi, jalan-jalan yang tidak menuju ke manapun, dan rumah sakit yang terancam kolaps dalam badai berat pertama, terutama karena para kontraktor yang tidak jujur yang menghemat material atau kerja. Banyak dari mereka adalah mantan-oportunis perang (pemimpin militer korup) yang menggunakan koneksi-koneksinya dengan rezim untuk mendapatkan kontrak-kontrak basah.
Tidak ada pembangunan ekonomi atau industri di sana. Malah hampir tidak ada kegiatan ekonomi di negara itu, selain bantuan internasional dan produksi narkotika ilegal.
Pengalaman Afghanistan dalam menerima bantuan asing tidaklah berlainan dengan banyak negara-negara lain. Sejak Perang Dunia II United States sendirian telah menyediakan $1 triliun dalam bantuan luar negeri pada negara-negara di sekeliling dunia. Namun, menurut United Nations, 70 dari negara-negara yang mendapat bantuan lebih miskin keadaannya di tahun 1997 daripada mereka di tahun 1980, dan sebegitu banyak 43 lebih buruk daripada di tahun 1970 [13].
Meski milyaran dalam bantuan dan delapan tahun penjajahan, rezim didukung Barat telah gagal untuk bahkan memulai membangun kembali Afghanistan. Menurut UN, Afghanistan sekarang berperingkat ke-174 dari 178 negara pada Human Development Index – suatu peringkat yang mencampurkan pendapatan per kapita dengan statistik kesehatan publik, tingkat kejahatan dan indikator-indikator lain. Dari setiap 1.000 bayi dilahirkan di Afghanistan, 142 mati sebelum sampai ulang tahun pertamanya. Wanita meninggal dalam kehamilan setiap 30 menit. Harapan hidup keseluruhan diestimasi hanya dibawah 42,5 tahun. Orang-orang Afghanistan hidup dengan sekitar $1.000 dolar per tahun. Itu adalah rata-rata. Lebih dari setengah populasi memperoleh kurang dari $2 dolar sehari. Menurut Laporan National Human Development 2007, level melek-baca telah jatuh dari 28,7% ke 23,5 di tahun 2007.
Kegagalan Misi Neo-Kolonial
Pada Agustus 2002, Sekretaris Pertahanan AS Donald Rumsfeld telah secara arogan memproklamirkan Afghanistan baru “pencapaian yang melelahkan” dan “model kesuksesan apa yang bisa terjadi di Irak.” Namun, setelah delapan tahun penjajahan Barat telah kehilangan otoritas moral apapun untuk melanjutkan penjajahannya dan mendukung rezim Karzai yang bobrok. Bahkan mantan Duta Besar untuk Washington, Sir Christopher Meyer, akhir-akhir ini terpaksa mengakui bahwa perang di Afghanistan adalah “kengawuran” dan “tak menghasilkan” dan melayani “tidak ada kepentingan nasional nyata”.
Dalam kabel bocor akhir-akhir ini, Duta Besar Inggris di Kabul memberi saran pada Kantor Luar Negeri Inggris bahwa “Dalam periode singkat kita harus meyakinkan balik para kandidat presidensial Amerika dari menjadi terjebak di Afghanistan ... Strategi Amerika tertakdir untuk gagal.” Dia berlanjut menyarankan bahwa harapan terbaik adalah untuk menanam diktator yang dapat diterima di Kabul [14].
Delapan tahun berlangsung, rencana pengambil alihan terakhir yang diajukan oleh para pembuat kebijakan Barat adalah bahwa mereka ingin menghentikan perdagangan opium, mengakhiri korupsi, mendirikan hak-hak manusia, membina pembangunan ekonomi dan industri dan mendirikan rezim berlegitimasi dan akuntabel di Kabul. Namun, ini bukan rencana tapi sebuah deskripsi apa yang mereka telah tidak bisa capai selama delapan tahun terakhir. Tidak terdapat alasan berbobot untuk percaya bahwa mereka bisa bahkan memulai membuat kemajuan diberi delapan tahun lagi.
Meski kegagalan mengenaskan mereka di Afghanistan di semua bidang, Brown dan Obama menghadirkan visi utopian yang optimistik tidak mungkin. Mereka ingin menyembunyikan kenyataan tak terbantahkan bahwa intervensi Barat di Afghanistan adalah sangat lekat berkaitan dengan korupsi politik, pemerintahan brutal, penyiksaan dan kebrutalan, produksi narkotika yang subur, dan kekurangan pembangunan ekonomi dan industri. Setelah delapan tahun penyempurnaan, kebijakan Barat tetap dikarakterisasi oleh ilusi-ilusi, terselimuti dalam bahasa ambigu dan dilapisi dengan klaim-klaim moral.
Misi neo-kolonial di Afghanistan telah gagal. Barat dan rezim kliennya di Kabul tidak punya legitimasi atau kredibilitas di mata penduduk Afghanistan atau dunia Muslim yang lebih luas. Delapan tahun lamanya kecerobohan ini harus sekarang berakhir.
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi." Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan."
Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
[Terjemah Makna Qur'an Surat (2) Al-Baqarah : 11-12]
[1] United Nations Assistance Mission to Afghanistan. Mid Year Bulletin on Protection of Civilians in Armed Conflict, 2009
[2] Editorial, May 23 2005. The New York Times.
[3] Canada shamed on Afghan prisoner torture, November 19 2009. Retrieved December 21, 2009 from http://www.thestar.com/news/canada/afghanmission/article/727879 - canada-shamed-on-torture
[4] Corruption Perceptions Index 2009, Transparency International. Retrieved December 21, 2009 from http://www.transparency.org/policy_research/surveys_indices/cpi/2009/cpi_2009_table
[5] Assessment of Corruption in Afghanistan, USAID. Retrieved December 21, 2009 from http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADO248.pdf
[6] The Public Cost of Private Security in Afghanistan, New York University's Center on International Cooperation. Retrieved December 21, 2009 from http://www.cic.nyu.edu/afghanistan/docs/pubcost_sherman_vididom.pdf
[7] Interview with British Forces Broadcasting, 24 December 2005. Transcript retrieved December 21, 2009 from http://www.number10.gov.uk/Page8823
[8] G. Farrell and J. Thorne. 2005. ‘Where have all the flowers gone?: Evaluation of the Taliban crackdown against opium poppy cultivation in Afghanistan’ International Journal of Drug Policy, 16, 81-91.
[9] Russian Blames West For Heroin Rise, Yahoo News, December 15 2009. Retrieved December 21, 2009 from http://uk.news.yahoo.com/5/20091215/twl-russianblames-west-for-heroin-rise-3fd0ae9_1.html
[10] Brother of Afghan Leader Said to Be Paid by C.I.A., October 27 2009, New York Times.
[11] Australian soldiers using cocaine, heroin in Afghanistan, November 22 2009, Perth Sunday Times.
[12] Interview with Gyan Bahadur Adhikari, country director for ActionAid Afghanistan, July 30 2009, Foreign Policy in Focus.
[13] Gary Dempsey and Aaron Lukas, Promoting Afghanistan, January 23 2002, The Cato Institute.
[14] British envoy says mission in Afghanistan is doomed, according to leaked memo, 2 October 2008, The Times. Retrieved December 21, 2009 from http://www.timesonline.co.uk/tol/news/world/asia/article4860080.ece
Afghanistan and Pakistan: The Unwinnable War
The current Western strategy for Afghanistan and Pakistan and an alternative path for the region
Laporan dari Hizb ut-Tahrir Inggris
Hizb ut-Tahrir
Britain
1st Safar 1431 / 17th January 2010
Afghanistan Pakistan Dossier [PDF]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar