3. Menyemir Uban (Rambut yang
Sudah Putih)
Terdapat beberapa
hadits yang berkaitan dengan hal ini.
1. Jabir bin Abdillah, dia berkata:
“Pada hari penaklukkan
Makkah, Abu Quhafah dihadapkan pada Nabi Saw. dengan kepala seperti tsagamah. Maka Rasulullah Saw. berkata:
“Bawalah dia ke sebagian isterinya, dan rubahlah (warnailah) rambutnya itu,
tetapi jauhilah warna hitam.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu
Majah)
Tsagamah adalah pohon yang bunga dan buahnya
berwarna putih, tumbuh di puncak bebukitan.
2. Dari Utsman bin Abdullah bin Mauhib, dia
berkata:
“Aku pernah menemui
Ummu Salamah, isteri Nabi Saw., lalu beliau memperlihatkan sebagian rambut
Rasulullah Saw. yang telah dicat dengan pacar dan katam kepada kami.” (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)
Bukhari meriwayatkan
hadits ini tanpa menyebutkan pacar dan katam. Kata al-katam artinya adalah tumbuhan yang warnanya hitam sedikit
kemerah-merahan, yang suka digunakan untuk menyemir/mengecat.
3. Dari Abu Dzar ra., dia berkata: Rasulullah
Saw. bersabda:
“Rasulullah Saw.
bersabda: “Sesungguhnya yang paling baik untuk merubah warna uban adalah pacar
dan al-katam.” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
an-Nasai dan Ibnu Majah)
Tirmidzi meriwayatkan
hadits ini dan berkata: status hadits ini hasan
shahih.
4. Dari Abu Hurairah ra., dia berkata:
“Sesungguhnya orang
Yahudi dan Nasrani tidak menyemir (mewarnai rambut), maka hendaknya kalian
berbeda dengan mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud)
Para ulama dari
kalangan salaf dan khalaf berbeda
pendapat tentang hukum mewarnai atau menyemir uban. Sebagian mereka menyatakan
bahwa uban itu lebih baik tidak disemir. Pendapat ini diriwayatkan berasal dari
Abu Bakar, Umar, Ali, dan sebagainya.
Sebagian lagi
menyatakan bahwa menyemirnya itu lebih baik. Pendapat ini diriwayatkan berasal
dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah, Ali dalam satu riwayat darinya, Utsman, Saad,
al-Hasan, al-Husain, Uqbah bin Amir, dan Ibnu Sirin.
At-Thabari membenarkan
perbedaan pendapat ini dengan menyatakan:
“Sebenarnya
hadits-hadits Nabi Saw. yang menganjurkan dan melarang menyemir uban itu
semuanya shahih dan tidak ada
pertentangan di dalamnya, karena perintah menyemir itu berlaku bagi orang yang
beruban, seperti uban Abu Quhafah. Sedangkan larangan itu berlaku bagi orang
yang beruban sedikit saja.”
At-Thabari
menambahkan:
“Perbedaan pendapat di
kalangan salaf dalam melakukan dua perkara tersebut sesungguhnya didasarkan
pada perbedaan kondisi mereka dalam perkara itu, padahal perintah dan larangan
menyemir rambut tersebut bukan dalam perkara yang diwajibkan menurut kesepakatan,
sehingga mereka tidak saling mengingkari satu sama lain.
Ketika melihat
seseorang menyemir uban yang ada di janggutnya, Ahmad berkomentar: Sungguh aku
melihat seorang lelaki yang menghidupkan sesuatu yang sudah mati itu sebagai
bagian dari sunah.
Ahmad merasa gembira
melihatnya, dan ini menunjukkan bahwa Ahmad berpendapat menyemir uban itu sunah
hukumnya.
An-Nawawi sebagai
seorang ulama besar dari kalangan Syafi’iyah berkata: Pendapat yang kami pegang
adalah bahwa menyemir uban oleh lelaki dan wanita dengan warna kuning dan merah
itu sunah hukumnya, sedangkan menyemir uban dengan warna hitam adalah haram hukumnya
berdasarkan pendapat yang paling shahih.
Pendapat yang saya
pegang adalah menyemir
uban itu sunah, dan lebih baik untuk dilakukan. Inilah pendapat yang
ditunjukkan oleh hadits-hadits di atas.
Perintah Rasulullah
Saw. kepada kita untuk menyemir uban agar kita berbeda dengan orang Yahudi dan
Nasrani ini cukup menjadi qarinah bahwa
menyemir uban itu dihukumi sunah.
Perintah beliau Saw.
ini bersifat umum, baik uban pada rambut kepala ataupun pada janggut, mencakup
uban yang banyak ataupun yang sedikit. Sunah tersebut bisa direalisasikan
dengan bahan apapun yang layak digunakan untuk menyemir.
Sedangkan yang
disebutkan dalam hadits bahwa menyemir itu sebaiknya menggunakan pacar dan
katam, maka ini tidak menunjukkan bahwa menyemir dengan selain keduanya itu
tidak baik, sebab diceritakan dalam beberapa atsar sahabat bahwa mereka juga
seringkali menyemir uban menggunakan waras dan kunyit (keduanya adalah pewarna
kuning). Bahan penyemir yang disebutkan dalam hadits-hadits tersebut
semata-mata untuk menunjukkan sesuatu yang lebih umum dan lebih banyak
digunakan untuk menyemir saat itu.
Mengenai pernyataan
yang dilontarkan oleh an-Nawawi: “Haram menyemirnya dengan warna hitam menurut
pendapat yang paling shahih” sebagai
hasil istinbath dari hadits Abu Quhafah:
tetapi jauhilah warna hitam, sebagaimana beliau dan orang yang sependapat
dengannya, berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia
berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
“Pada akhir zaman
nanti akan ada orang-orang yang mengecat rambutnya dengan warna hitam seperti
warna bulu dada merpati. Mereka tidak akan mencium wangi Surga.” (HR. Abu
Dawud, Ahmad dan an-Nasai)
Untuk membantahnya
adalah, bahwa hadits Abu Quhafah ini tidak menunjukkan pengharaman, hanya
menjelaskan bahwa Abu Quhafah -seorang yang sudah tua renta- itu tidak cocok
bila rambutnya disemir dengan warna hitam, sehingga dia diminta untuk menyemir
rambut dengan selain warna hitam.
Sedangkan hadits yang
diriwayatkan Abu Dawud dari Ibnu Abbas, maka inipun tidak menunjukkan makruhnya
menyemir rambut dengan warna hitam, melainkan hanya pemberitahuan tentang
adanya suatu kaum yang kondisi atau keadaannya seperti itu.
Pemahaman seperti ini
terhadap hadits tersebut muncul disebabkan dua faktor: pertama, hadits ini mirip dengan hadits yang menceritakan hal
ihwal atau ciri-ciri Khawarij, “ciri mereka adalah menggunduli rambut” sehingga
kondisi ini menjadi ciri mereka saja, tanpa menjadikan menggunduli rambut itu
sendiri sebagai sebab celaan; kedua,
banyak sahabat dan tabi’in yang menyemir rambut mereka dengan warna hitam dan
ini telah diceritakan oleh at-Thabari. Mereka yang berasal dari kalangan
sahabat adalah al-Hasan, al-Husain, Utsman, Saad bin Abi Waqash, Abdullah bin
Jafar, Uqbah bin Amir, al-Mughirah bin Syu’bah, Jarir bin Abdullah, dan Amr bin
Ash.
Dan mereka yang
berasal dari kalangan tabi'in adalah Amr bin Utsman, Ali bin Abdullah bin
Abbas, Abu Salamah bin Abdurrahman, Abdurrahman bin al-Aswad, Musa bin Thalhah,
az-Zuhri, Ayub, Ismail bin Ma’di Kariba; sehingga andai saja hukum menyemir
rambut dengan warna hitam itu haram, niscaya mereka tidak akan melakukannya.
Kemudian kami melihat
satu hadits yang diriwayatkan dari Suhaib al-Khair, dia berkata: Rasulullah
Saw. bersabda:
“Sesungguhnya yang paling baik
kalian gunakan untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena
warna tersebut lebih disukai oleh isteri-isteri kalian, dan bisa lebih
menggentarkan dada musuh-musuh (menjadikan mereka lebih takut).” (HR. Ibnu
Majah)
Al-Haitsami berkata:
sanadnya hasan.
Hadits ini jelas
menjadi keterangan nyata pemutus perbedaan pendapat ini.
Sumber: Tuntunan
Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka
Thariqul Izzah
(Artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar