Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 24 Juli 2017

Sunah Pada Dua Hari Raya ‘Id



Takbir pada Shalat Dua Hari Raya

Takbir itu disunahkan dan disyariatkan pada hari-hari tasyriq berdasarkan firman-Nya:

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (TQS. al-Baqarah [2]: 203)

Yang dimaksud dengan al-ayyam al-ma'dudat di sini adalah hari-hari tasyriq. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Abbas ra. dalam hadits yang diriwayatkan oleh at-Thabari yang dimuat dalam tafsirnya melalui beberapa jalur. Idul Adha masuk ke dalam kategori hari-hari tersebut karena keserupaan antara keduanya dalam hal menjemur dendeng, makan dan minum, karena itu, maka takbir disyariatkan sejak pagi hari raya Idul Adha hingga akhir hari tasyriq. Bisa juga dimulai sejak pagi hari Arafah, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muhammad bin Abi Bakar at-Tsaqafiy, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Anas, dan kami berdua berjalan dari Mina ke Arafah dengan (mengucapkan) talbiyah: “Apa yang kalian lakukan bersama Nabi Saw.?” Ia berkata: Ada yang bertalbiyah dan tindakan itu tidak diingkari, ada pula yang bertakbir dan tindakan itupun tidak diingkari.” (HR. Bukhari)

Ibnu Abi Syaibah, al-Baihaqi dan al-Hakim meriwayatkan dari Ali ra.:

“Bahwa dia bertakbir setelah shalat fajar pada hari Arafah hingga shalat ashar pada hari terakhir hari-hari tasyriq, dan masih bertakbir ba'da ashar.”

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu Abbas:

“Bahwa dia bertakbir sejak shalat fajar pada hari Arafah hingga akhir hari-hari tasyriq, dan beliau tidak bertakbir pada shalat maghrib. Dia mengucapkan: “Allahu Akbar kabiira, Allahu Akbar kabiira, Allahu Akbar wa ajallu, Allahu Akbar walillahil hamd.”
Hal ini dilakukan pada Idul Adha.

Adapun pada hari raya Idul Fitri, maka takbir dimulai setelah matahari terbenam hari terakhir bulan Ramadhan, dan terus dilakukan hingga shalat Id, sejak waktu dhuha hari raya ‘Id. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt.:

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (TQS. al-Baqarah [2]: 185)

Mengenai redaksi takbir dalam dua hari raya, maka tidak ada redaksi tertentu yang didasarkan pada riwayat yang shahih atau hasan dari pernyataan Rasulullah saw. Bentuk takbir yang disebutkan dalam riwayat dari sahabat yang paling shahih sanadnya dan paling baik untuk dipegang adalah: “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.” Bentuk ini telah diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu al-Mundzir dari Ali dan Abdullah bin Mas’ud ra. Ada redaksi kedua yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Abbas ra., yakni: “Allahu Akbar kabiira, Allahu Akbar kabiira, Allahu Akbar wa ajallu, Allahu Akbar walillahil hamd”, di mana redaksi ini telah disebutkan sebelumnya. Bagaimanapun juga perkara takbir ini diberi keleluasaan.

Takbir tidak dikhususkan dengan shalat wajib atau selain shalat wajib. Jadi, bersifat mutlak pada setiap waktu dan setiap keadaan, sama saja baik oleh laki-laki ataupun perempuan, karena tidak ada pembatasan apapun yang mu'tabar terkait takbir di dua hari raya.

Sunat-sunat yang lain dari Shalat Dua Hari Raya

1) Makan pada hari raya. Disunahkan untuk makan pada hari raya Idul Fitri sebelum berangkat ke mushalla (tempat shalat yang biasa digunakan untuk shalat dua hari raya). Sedangkan pada hari raya Idul Adha setelah shalat, lalu memakan daging kurban jika dia memilikinya. Disunahkan memakan kurma pada hari raya Idul Fitri, dan memakan beberapa biji kurma tersebut dengan jumlah ganjil. Dari Anas ra., ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. tidak berangkat (shalat) pada hari raya Idul Fitri sehingga beliau memakan beberapa biji kurma.”

Dalam satu riwayat darinya dia menambahkan: “dan memakannya dengan jumlah ganjil.” (HR. Bukhari, Ahmad, Ibnu Hibban, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah).

Dari Buraidah al-Aslami ra., ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. pada hari Idul Fitri tidak keluar sehingga beliau makan, dan pada hari raya kurban tidak makan sehingga beliau pulang (dari shalat).” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Ibnu Khuzaimah meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Sesungguhnya Rasululah Saw. tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sehingga beliau makan, dan tidak makan pada hari raya kurban sehingga beliau menyembelih kurban.”

Dari Abu Said al-Khudri ra.:

“Adalah Rasulullah Saw. suka sarapan pada hari raya Idul Fitri sebelum beliau keluar, dan tidak melakukan shalat sebelum shalat (hari Id). Dan jika beliau telah menyelesaikan shalat (Ied) beliau lalu shalat dua rakaat.” (HR. Ahmad dan al-Hakim)

Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah meriwayatkan hadits ini, dan disebutkan di dalamnya:

“Dan jika beliau pulang maka beliau shalat di rumahnya sebanyak dua rakaat.”

Dengan ringkas saya katakan: sunah pada hari raya Idul Fitri itu adalah hendaknya seorang Muslim memakan sesuatu, kemudian keluar menuju mushalla. Dan sunah pada hari raya Idul Adha itu adalah hendaknya seorang Muslim keluar menuju mushalla terlebih dahulu lalu melaksanakan shalat, kemudian kembali ke rumahnya, barulah dia memakan daging kurban jika dia memilikinya, atau memakan makanan lain yang ada di rumahnya.

2) Mengambil jalan yang berlainan (ketika berangkat dan pulang) dari shalat hari raya. Disunahkan bagi imam dan makmum untuk berangkat ke mushalla dengan menggunakan satu jalan, lalu mereka kembali dari mushalla ke rumah-rumah mereka dengan jalan yang lain. Dari Jabir ra. ia berkata:

“Adalah Nabi Saw. jika pada hari raya beliau mengambil jalan yang berlainan.” (HR. Bukhari)

Dari Ibnu Umar ra.:

“Bahwa Rasulullah Saw. keluar untuk shalat dua hari raya dengan satu jalan, dan pulang dengan (melalui) jalan yang lain.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim dan Baihaqi)

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

“Adalah Nabi Saw. jika keluar untuk shalat dua hari raya maka beliau pulang menggunakan jalan yang berbeda dengan yang digunakannya untuk berangkat shalat.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dan al-Baihaqi)

3) Menampakkan kebahagiaan dan kegembiraan pada hari itu. Tidak apa-apa hal itu dilakukan mengiringi imam ketika dia keluar berangkat ke mushalla, di mana orang-orang bernyanyi dan menari (sambil bermain) pedang di sekitar imam atau di belakangnya. Dari Aisyah ra. ia berkata:

“Abu Bakar masuk dan di sampingku ada dua orang sahaya wanita dari kalangan Anshar (jariyatani min jawariy al-Anshar) yang sedang menyanyikan lagu-lagu yang berisi cerita kaum Anshar dalam Perang Bu'ats. Aisyah berkata: “Dua orang ini bukanlah penyanyi. Lalu Abu Bakar berkata: “Apakah ada seruling-seruling setan di rumah Rasulullah Saw.? Dan ini terjadi pada hari raya?” Lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Dari Aisyah ra. ia berkata:

“Orang-orang Habsyi datang, dan mereka menari pada hari raya di masjid. Lalu Nabi Saw. memanggilku, kemudian aku meletakkan kedua tanganku di atas pundaknya agar aku bisa melihat permainan mereka, hingga aku sendiri yang memalingkan pandangan dari melihat mereka.” (HR. Muslim, Ahmad dan an-Nasai)

Ucapannya: “Orang-orang Habsyi datang dan mereka menari”, yakni sekelompok orang keturunan Habsyi datang dan menari menggunakan tombak pendek.

Dari Qais bin Sa'ad bin Ubadah, ia berkata:

“…Sesungguhnya Rasulullah Saw. menyuruh (orang) memukul rebana sambil bernyanyi untuknya pada hari raya Idul Fitri.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dan hadits riwayat Ibnu Majah dari jalur ‘Amir, ia berkata:

“Iyadh al-Asy'ari menghadiri hari raya di Anbar, ia berkata: “Aku tidak melihat kalian memukul rebana sambil bernyanyi sebagaimana orang menabuh rebana sambil bernyanyi di sisi Rasulullah Saw.”

Kata: yuqallisu dalam hadits ini, artinya memukul rebana dan bernyanyi.

4) Imam berdiri menghadap orang-orang setelah shalat dua hari raya. Disunahkan bagi imam, jika telah selesai melaksanakan shalat dua hari raya, agar dia tidak segera pulang hingga orang-orang bubar. Lalu dia melihat dan memperhatikan kondisi mereka seraya mengucapkan salam kepada mereka. Dari Abdurrahman bin Utsman al-Taimiy ra., ia berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. berdiri di pasar pada hari raya, dan melihat (kondisi orang-orang) sedangkan orang-orang melewatinya.” (HR. Ahmad)

Thabrani meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Aku melihat Rasulullah Saw. jika selesai melaksanakan shalat dua hari raya, maka beliau pergi ke tengah mushalla (tempat dilaksanakannya shalat dua hari raya), lalu berdiri dan memperhatikan orang-orang bagaimana mereka pulang dan bagaimana jalan mereka, kemudian berhenti sejenak, lalu beliau pulang.”

5) Tidak ada shalat sebelum shalat dua hari raya dan setelahnya di mushalla. Tidak ada shalat sunat qabliyah dan ba'diyah untuk shalat dua hari raya. Artinya, shalat nafilah tidak dianjurkan apabila shalat hari raya dilakukan di mushalla. Namun, jika dilakukan di masjid, maka disunahkan untuk tetap melaksanakan shalat tahiyatul masjid, karena masjid memiliki hak tahiyat ketika kita masuk ke dalamnya. Lain dengan tanah lapang, (padang) sahara dan mushalla (tanah lapang untuk shalat), maka tidak ada tahiyat untuknya. Seorang Muslim, jika datang ke mushalla hendaknya dia langsung duduk dan tidak shalat terlebih dahulu, Dan jika telah selesai shalat dua hari raya dan mendengar khutbah, dia pulang tanpa harus shalat apapun di mushalla. Inilah sunah pada dua hari raya. Dari Abu Said al-Khudri ra. ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha berangkat ke mushalla. Yang pertama kali dilakukannya adalah shalat, kemudian beliau pindah dan berdiri di hadapan manusia, sedangkan manusia duduk pada barisan mereka. Beliau kemudian memberi peringatan, berwasiat dan memberikan perintah kepada mereka. Dan jika beliau ingin mengutus satu misi atau ekspedisi (militer) maka beliau Saw. mengutusnya, atau ingin memerintahkan sesuatu maka beliau Saw. memerintahkannya, kemudian beliau pergi.” (HR. Bukhari)

Muslim dan Ahmad meriwayatkan hadits serupa. Dari Ibnu Abbas ra.:

“Bahwa Nabi Saw. shalat pada hari raya Idul Fitri dua rakaat. Beliau tidak melaksanakan shalat sebelum dan sesudahnya, kemudian (setelah itu) mendatangi kaum wanita disertai Bilal. Beliau memerintahkan mereka untuk bersedekah, kemudian mereka (kaum wanita) melemparkan (sedekahnya). Seorang perempuan melemparkan anting emas dan gelangnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Abu Dawud)

Kata khurshaha wa sikhabaha; al-khurshu artinya perhiasan yang berbentuk lingkaran kecil alias anting, sedangkan as-sikhab artinya gelang. Dari Ibnu Umar ra.:

“Bahwa dia keluar pada hari raya, dan tidak shalat sebelum dan sesudahnya. Kemudian dia menyebutkan bahwa Nabi Saw. melakukannya (seperti itu).” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan al-Hakim)

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam