Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 06 Juli 2017

Dalil Bacaan al-Qur’an Setelah al-Fatihah Dalam Shalat



Bacaan Tambahan Selain al-Fatihah Dalam Shalat

Disunahkan bagi seorang Muslim untuk membaca ayat atau surat al-Qur’an yang mudah baginya setelah dia membaca surat al-Fatihah, baik dalam shalat fardhu ataupun shalat nafilah, baik ketika menjadi imam ataupun shalat secara sendirian, dalam shalat jahriyah  ataupun shalat sirriyah. Bagi makmum, disunahkan ketika shalat sirriyah saja. Sebelumnya telah disebutkan hadits yang diriwayatkan dari jalur Abu Qatadah ra. dalam pembahasan “membaca surat al-fatihah dalam shalat”, dan teksnya berbunyi:

“Bahwa Nabi Saw. membaca dalam dua rakaat pertama shalat dhuhur dengan Ummul Kitab (al-fatihah) dan dua surat, dan dalam dua rakaat lainnya dengan membaca Ummul Kitab. Beliau memperdengarkan ayat itu pada kami, dan memanjangkan bacaan dalam rakaat pertama dan tidak pada rakaat kedua. Begitu pula dalam shalat ashar, dan dalam shalat subuh”. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)

Hadits ini menetapkan untuk membaca salah satu surat dari al-Qur’an pada setiap rakaat dari dua rakaat pertama yang selain bacaan al-fatihah. Dalam konteks hadits ini, hal tersebut dilakukan dalam shalat dhuhur, shalat ashar dan shalat subuh.

Membaca sesuatu yang mudah dari al-Qur’an itu tidak memiliki kadar tertentu, di mana sunahnya hanya membaca sekedar dari ayat atau surat al-Qur’an. Ini bisa diwujudkan dengan membaca satu ayat, dua ayat, tiga ayat, atau dengan membaca satu surat yang pendek, seperti surat “qul yaa ayyuhal kaafiruun”. Abu Hurairah ra. telah meriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa beliau Saw. berkata:

“Apakah salah seorang dari kalian senang jika dia pulang kepada keluarganya mendapati padanya tiga ekor unta bunting yang gemuk? Kami berkata: ‘Ya’. Beliau berkata: “Maka tiga ayat yang dibaca salah seorang dari kalian itu dalam shalatnya lebih baik baginya dari tiga unta bunting yang gemuk.” (HR. Muslim)

Di dalam hadits ini disebutkan tiga ayat. Dari Jabir bin Samurrah ra. ia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. membaca dalam shalat maghrib pada malam Jumat: qul yaa ayyuhal kaafiruun, dan qul huwallahu ahad. Dan membaca pada shalat isya terakhir pada malam Jumat: surat al-jumu'ah dan surat al-munafiqun.” (HR. Ibnu Hibban)

Di sini disebutkan surat al-kafirun dan surat al-ikhlash, keduanya termasuk surat-surat yang terpendek dari al-Qur’an. Dari Abu Dzar ra. ia berkata:

“Pada suatu malam Rasulullah Saw. shalat. Beliau membaca satu ayat hingga subuh, dan beliau ruku' dan sujud dengannya. “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (TQS. al-Maidah: 118)” (HR. Ahmad)

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata:

“Yang paling sering dibaca oleh Rasulullah Saw. dalam dua rakaat shalat fajar adalah: “Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim…” (TQS. Al-Baqarah: 136), dan dalam rakaat yang kedua: “Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu… sampai pada kalimat, ”Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (TQS. Ali Imran: 64)” (HR. Ibnu Khuzaimah)

Dua hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. membaca satu ayat saja dalam satu rakaat. Dengan demikian perkara ini dilapangkan, dimulai dengan membaca satu ayat hingga membaca apa yang sesuai dengan kemampuan dari al-Qur'an, sehingga seorang Muslim bisa saja membaca ayat yang banyak, membaca satu surat yang pendek, membaca dua surat, membaca surat yang banyak, baik panjang ataupun pendek. Semua itu dipilihnya sesuai dengan kemampuannya dan keluasan waktunya, terlebih lagi pada saat melakukan qiyamullail. Abdullah bin Mas'ud ra. berkata:

“Sesungguhnya aku mengetahui an-nadha-ir (surat-surat sebanding) yang dibaca oleh Rasulullah Saw. dalam satu rakaat, dua puluh surat dalam sepuluh rakaat.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan an-nadha-ir ini adalah surat-surat yang serupa dalam kandungannya, berupa peringatan, perintah akidah dan sebagainya. Dari Abdullah bin Syaqiq, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Aisyah ra.: “Apakah Rasulullah Saw. menghimpun beberapa surat dalam satu rakaat?” Dia menjawab: “al-Mufashshal.” (HR. Ahmad)

Al-Mufashshal maksudnya adalah sepertujuh terakhir dari al-Qur’an, yang dimulai dengan surat al-hujurat menurut pendapat yang paling shahih. Dari Hudzaifah ra. ia berkata:

“Pada suatu malam aku shalat bersama Rasulullah Saw. Beliau Saw. mulai membaca surat al-Baqarah, lalu aku bergumam: Beliau akan ruku ketika sudah seratus ayat, tetapi beliau melewatinya. Lalu aku berkata: Beliau shalat dengan surat itu dalam satu rakaat, dan beliau melewatinya, lalu aku berkata: Beliau akan ruku setelah menyelesaikan surat itu. Tetapi kemudian beliau memulai surat an-Nisa dan membacanya, kemudian memulai surat Ali Imran dan membacanya. Beliau membaca ketiga surat itu secara bersambung. Jika melewati satu ayat yang di dalamnya ada tasbih maka beliau bertasbih, jika melewati ayat berisi permohonan maka beliau memohon, dan jika melewati satu ayat tentang minta perlindungan maka beliau meminta perlindungan. Setelah itu beliau ruku' dan mengucapkan subhaana rabbiyal adzimi, di mana lama rukunya hampir sama dengan berdirinya. Kemudian mengucapkan sami'allahu liman hamidah, lalu beliau berdiri dengan lama hampir sama dengan ruku. Kemudian bersujud, seraya mengucapkan subhaana rabbiyal a'la, di mana lama sujudnya hampir sama dengan berdirinya.” (HR. Muslim)

Inilah tiga dalil, yang pertama menunjukkan bacaan dua surat dalam satu rakaat, yang kedua menunjukkan bacaan dengan jumlah tak terbatas dari surat-surat pendek dalam satu rakaat, dan yang ketiga menunjukkan bacaan tiga surat terpanjang dalam satu rakaat, sehingga perkara ini sangat luas dan dilapangkan, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya.

Disunahkan untuk membaca ayat atau surat al-Qur’an selain al-fatihah pada dua rakaat pertama dari setiap shalat, baik shalat fardhu ataupun shalat nafilah. Sebelumnya telah kami sebutkan hadits Abu Qatadah dan di dalamnya disebutkan:

“(Bahwa Nabi Saw.) membaca dalam dua rakaat pertama shalat dhuhur dengan Ummul Kitab (al-fatihah) dan dua surat, dan dalam dua rakaat lainnya dengan membaca Ummul Kitab ... begitu pula dalam shalat ashar, juga dalam shalat subuh.”

Inilah sunnah yang telah dijalani oleh Nabi Saw., dan hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Samurrah ra., bahwa dia berkata:

“Umar berkata kepada Saad: Sesungguhnya beliau Saw. telah menjelaskan kepadamu segala sesuatu hingga masalah shalat. Ia berkata: Mengenai aku, maka aku menambah pada dua rakaat pertama dan memendekkan pada dua rakaat yang lain, dan aku berusaha untuk selalu mengikuti shalat Rasulullah Saw. Ia berkata: Engkau benar, itulah dugaan tentangmu atau dugaanku tentangmu.” (HR. Bukhari)

Muslim dan Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan sedikit perbedaan.

Ucapan Saad bin Abi Waqash kepada Umar bin Khaththab: “aku menambah pada dua rakaat pertama dan memendekkan pada dua rakaat yang lain, menguatkan sunnah nabawiyah ini, yakni membaca surat atau ayat selain al-fatihah dalam dua rakat pertama saja. Tetapi boleh juga membacanya dalam dua rakaat lainnya. Dan dalil atas hal itu adalah hadits yang diriwayatkan Abu Said al-Khudri ra.:

“Bahwa Nabi Saw. membaca dalam shalat dhuhur pada dua rakaat pertama dalam setiap rakaatnya sekitar tiga puluh ayat, dan dalam dua rakaat lainnya sekitar lima belas ayat atau setengahnya, dan dalam shalat ashar di dua rakaat pertama pada setiap rakaatnya membaca sekitar lima belas ayat, dan dalam dua rakaat yang lain sekitar setengahnya.” (HR. Muslim)

Nash ini memiliki dilalah yang sangat jelas bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat al-Qur'an pada dua rakaat lain di dalam shalat dhuhur dan ashar, di mana beliau membaca dalam shalat ashar setengah dari yang dibaca dalam shalat dhuhur. Menurut saya, hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw. tiada lain untuk menjelaskan kebolehan perkara itu, di mana perbuatan beliau dalam hal itu, dengan membaca atau tidak membaca surat selain al-fatihah tiada lain untuk menjelaskan bolehnya hal itu dilakukan. Ibnu Abbas ra. telah meriwayatkan:

“Bahwa Rasulullah Saw. datang, lalu shalat dua rakaat dan tidak membaca di dalam keduanya selain Ummul Kitab.” (HR. Ahmad)

Para sahabat telah memahami hukum kebolehan perkara ini. Ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan dari Abu Abdillah as-Shunabihy, bahwa dia berkata:

“Aku tiba di Madinah pada masa kekhilafahan Abu Bakar Shiddiq, lalu aku shalat maghrib di belakangnya. Beliau membaca dalam dua rakaat pertama dengan Ummul Kitab dan satu surat, yakni surat yang berasal dari surat-surat pendek al-mufashshal, kemudian berdiri pada rakaat ketiga, lalu aku condong mendekatinya hingga bajuku ini hampir menyentuh bajunya. Aku mendengarnya membaca Ummul Qur'an, dan ayat ini: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau. Karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia) (TQS. Ali Imran: 8)” (HR. Malik)

Nafi' meriwayatkan:

“Bahwa Abdullah bin Umar jika shalat sendirian dia membaca pada shalat empat rakaat dalam setiap rakaat seluruhnya dengan Ummul Qur'an, dan satu surat dari al-Qur'an...” (Riwayat Malik)

Boleh juga mengulang bacaan satu surat atau satu ayat dalam rakaat-rakaat shalat. Sebelumnya telah kami sebutkan hadits Abu Dzar, yang di dalamnya disebutkan: “Pada suatu malam Rasulullah Saw. shalat, beliau membaca satu ayat hingga subuh, dan beliau ruku' dan sujud dengannya…" (HR. Ahmad).

Seseorang dari suku Juhainah meriwayatkan:

“Bahwasanya dia mendengar Nabi Saw. membaca dalam shalat subuh: idza zulzilatil ardhu dalam kedua rakaatnya. Aku tidak tahu apakah Rasulullah Saw. lupa ataukah membacanya seperti itu dengan sengaja.” (HR. Abu Dawud)

Ucapan lelaki dari suku Juhainah ini tidak mendhaifkan hadits tersebut, karena ketidaktahuan sahabat tidak jadi masalah, dan ucapan seorang sahabat (qaul shahabiy) apakah lupa ataukah membacanya dengan sengaja tidak merubah sama sekali realitanya bahwa Rasulullah Saw. melakukan hal itu.

Termasuk sunah untuk memanjangkan rakaat pertama dengan memperbanyak bacaan di dalamnya, kemudian pada rakaat kedua sedikit berkurang panjangnya, dan dua rakaat ketiga dan keempat panjangnya di bawah rakaat kedua. Dari Abu Qatadah ra.:

“Bahwa Nabi Saw. membaca dalam dua rakaat pertama shalat dhuhur dengan fatihatul kitab (al-fatihah) dan dua surat, beliau memanjangkan pada rakaat yang pertama dan memendekkan rakaat kedua, dan kadang-kadang memperdengarkan ayat itu. Dan dalam shalat ashar beliau membaca fatihatul kitab dan dua surat, dan beliau memanjangkan rakaat pertama shalat subuh dan memendekkan yang kedua.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Dawud telah meriwayatkan komentar Abu Qatadah setelah dia menceritakan riwayatnya ini:

“Maka kami menyangka bahwa beliau Saw. melakukan hal itu karena beliau ingin agar orang-orang mendapatkan rakaat pertama”

Saya tidak ingin menceburkan diri dalam pembahasan akidah sehingga mengakibatkan saya ikut berdebat melawan dua pendapat yang saling bertentangan yang terkait dengan kekhususan surat-surat al-Qur’an di dalam mushaf: apakah susunannya tauqifiy ataukah hasil ijtihad para sahabat, karena pembahasan seperti ini bukan di sini tempatnya. Saya hanya ingin mengatakan bahwa seorang Muslim tidak terikat dengan urutan surat-surat al-Qur'an dalam mushaf ketika dia membacanya dalam shalat, sehingga tidak wajib baginya membaca surat-surat tersebut menurut urutan mushaf.
Sah dan boleh baginya untuk membaca surat al-ikhlas misalnya pada rakaat pertama, kemudian membaca surat al-kautsar pada rakaat kedua, surat al-ashr pada rakaat pertama, dan surat al-insyirah pada rakaat kedua, dan bisa juga dia membaca dalam satu rakaat itu surat tabarak, kemudian dilanjutkan dengan surat yasin, lalu surat al-kahfi misalnya.
Dalil mengenai hal ini adalah hadits Hudzaifah yang diriwayatkan oleh Muslim. Hadits ini telah saya sebutkan, di mana di dalamnya disebutkan: “Beliau Saw. memulai surat al-baqarah… kemudian beliau memulai surat an-nisa… kemudian memulai surat Ali Imran...”, yang berbeda dengan susunan surat menurut mushaf.

Yang tidak boleh dilakukan adalah membaca al-Qur'an ini secara munakkasan (bolak balik), yakni satu ayat dibaca kemudian satu ayat yang sebelumnya, bukan setelahnya; kemudian satu ayat lagi yang sebelumnya dan begitu seterusnya dibaca terbalik ke belakang. Bacaan seperti ini diharamkan dan tidak boleh dilakukan, baik dalam shalat ataupun selain shalat, karena susunan ayat dalam surat-surat al-Qur’an itu adalah tauqifiy secara qath’iy berdasarkan kesepakatan (satunya pendapat dalam hal qath’iy) kaum Muslim, sehingga tidak boleh menyelisihi dan menyalahinya.

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam