Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 18 Mei 2017

Ulama Bersahaja Berwawasan Harakah Global



KH Mishbah Sadat (1955-2016) Pendiri dan Pengasuh Ponpes Ribath Darut Tauhid Surabaya

H Mishbah Sadat, ulama yang bersahaja, yang memiliki perhatian dan ihtimam yang tinggi terhadap segala problematika keumatan, telah berpulang ke Rahmatullah (13/5/2016) saat shalat Jum’at dalam posisi sujud. Sesaat sebelumnya masih menyampaikan khutbah Jum’at di Masjid Nuruzzaman Kampus 8 Universitas Airlangga (Unair) jalan Airlangga Surabaya.

Materi khutbah yang disampaikan tentang kematian, "Kematian bukan karena sakit, kecelakaan atau yang lain tapi karena takdir Allah SWT," ungkap Kyai Misbah di akhir khutbah pertamanya. Kyai Mishbah pingsan berdiri dengan bertahankan kepada dua tangannya, di atas podium. Jama’ah Jum’at terdekat kemudian membopong dan membaringkan di mihrab belakang pengimaman. Kebetulan ada jama’ah yang dokter, memeriksa nadinya yang sangat lemah. Khutbah kedua diganti dan dilanjutkan orang lain.

Kyai Mishbah tersadar dari pingsannya, dan memaksakan diri ikut shalat Jum’at sebagai makmum. Dan kemudian diketahui oleh jama’ah seusai shalat, Kyai Mishbah tidak bangun dari sujudnya. Setelah diperiksa lagi oleh jamaah yang seorang dokter, Kyai Mishbah dinyatakan sudah wafat, dalam usia 61 tahun. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.

Kejadian ini tentu saja mengejutkan Nyai Musa'adatul Khoirot serta kedua putri dan keempat putra Kyai Mishbah. Check up kesehatan terakhir, kondisi Buya (panggilan putra dan para santri) tidak mengalami hal yang mengkhawatirkan, kecuali penyakit jantung yang sudah lama tidak kambuh. Pondok Pesantren Ribath Darut Tauhid yang berlokasi di jalan Sutorejo 204 ujung timur laut Surabaya, yang diasuh Buya, berduka.

Shalat jenazah dilakukan ribuan orang di masjid samping pesantren. Buya dimakamkan di makam keluarga Kaliwaron, sedikit sebelah barat Ponpes Ribath Darut Tauhid. Pribadi Buya telah terpatri di hati umat Islam berbagai kalangan, terlebih yang pernah mengenal secara langsung.

Berwawasan Harokah Global

Banyak hal yang diceritakan oleh beberapa putra Buya antara lain Gus Alawy putra ke-2, Gus Sholahuddin, dan Gus Miqdad terkait perhatian yang sangat besar terhadap problematika aktual kaum Muslimin dan berperan aktif memperjuangkan solusinya, yang disampaikan kepada Media Umat dalam dua kali kunjungannya. Ditambah dengan kesaksian santri senior Buya yaitu Ustadz Agus dan aktivis Hizbut Tahrir yang sering bertandang, mengaji dan mengundang Buya yaitu Ustadz Umar Syahid.

Buya sangat perhatian, mulai problem sosial yang akhir-akhir merebak seperti minuman beralkohol dan kejahatan seksual, problem kebangkitan kembali PKI, sampai problem politik domestik maupun politik internasional. Semuanya tidak luput dari perhatian Buya. Tidak jarang Buya juga mencari referensi ke toko-toko buku dan mendiskusikannya dengan banyak ulama di seantero Jawa Timur. Ketika heboh kebangkitan PKI lalu, Buya langsung membaca buku-buku Karl Marx, Aidit dan buku ateis 'Matine Gusti Allah'.

Latar belakang keilmuan Buya, sebagai masyrab (mereguk ilmu diniyah) Buya diawali di Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo (1969-1972). Dilanjutkan mengaji ke Ponpes Al Ishlah, Lasem, Jawa Tengah (1973-1977). Dilanjutkan lagi menuntut ilmu selama 5 tahun (1977-1982) kepada Abuya Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliky Al Hasany di Makkah Mukarramah, tidak lagi ke Ummul Quro sesuai rencana awal Buya. Sempat tiga bulan bertandang ke Iran, menyaksikan secara langsung saat-saat sebelum Revolusi Iran 1979.

Sebagai bentuk pengamalan ilmunya, Buya merintis pendirian Pondok Pesantren Ribath Darut Tauhid pada 1 Ramadhan 1402 (1982) dalam bimbingan Abuya Sayyid Muhammad. Awal kali dengan tiga bilik panggung dari bambu sebagai tempat bermalam santri putranya. Saat ini sudah tidak ada lagi bilik tersebut, tapi lingkungan pesantren tetap dalam kesahajaannya.

Selama beberapa bulan berikutnya (pertengahan 1983), ketertarikan Buya kepada harakah Islam sangatlah besar, dimulai dari Ikhwanul Muslimin di Mesir, Hizbut Tahrir di Yordania dan Jamaah Tabligh di lndia. Untuk yang terakhir bahkan sudah pernah khuruj empat bulan dan pernah bertemu dengan Amir Shaf Jamaah Tabligh Maulana In'amul Hasan. Ketika melewati Iran pasca revolusi, Buya pernah bertemu Ayatullah Khomeini. Hanya saja, Buya tetap teguh dengan paham ahlus Sunnah wal jamaahnya. Semua itu dilakukan dengan hanya berbekal baju-sarung melekat di badan dan buntalan kecil.

Buya memilih pulang ke tanah air dengan menempuh perjalanan darat dengan banyak melintasi negeri-negeri muslim sejak Mesir, Timur Tengah pada umumnya, Iran, Asia Selatan sampai Indonesia. Ibarat pelancong backpacker yang menjadi fenomena saat ini. Sepulang dari studi banding secara langsung ke sentra-sentra harakah Islam, Buya menikah pada 14 Mei 1985 secara langsung oleh Abuya Sayyid Muhammad di Nambangan, daerah pantai Kenjeran. Menurut Gus Alawy, sisi lain kepribadian Buya adalah bahwa Buya tidak mau menerima bisyaroh ketika berceramah atau tablighnya, apalagi meminta atau pasang tarif. Termasuk ketika ditawari atau diberi sesuatu, Buya tetap menolak dengan lembutnya. Buya adalah memiliki jiwa tawakal dan tsiqah billah yang sangat tinggi.

Selain mengasuh santri dan santriwati, Buya juga sangat sering melakukan kunjungan ke ulama, tokoh Ormas dan tokoh harakah untuk berbicara dari hati ke hati, menganalisis dan memberikan solusi.

Dalam dua tahun terakhir, Buya terlibat langsung dalam membongkar pemurtadan berkedok sekolah-gratis-langsung-kerja di Kediri. Buya terlibat langsung dalam bekerja sama dengan ulama daerah, bekerja sama dengan aktivis Hizbut Tahrir dan melaporkan kepada aparat keamanan. Buya juga terlibat langsung dalam pengentasan siswa-siswanya, satu demi satu siswa. Bahkan Buya mengawal dengan melakukan pengawasan langsung untuk memastikan remaja yang dientaskan dari pemurtadan tersebut sampai kembali di rumah dengan pembinaan lanjutannya.

Terkait interaksi Buya dengan Hizbut Tahrir, yang sudah pernah Buya kenal kajiannya ketika di Yordania, ia sangat antusias untuk perjuangan Iqamatus syariah. Beberapa forum ataupun majelis, Buya pernah menjadi inisiatornya. Ketika ada aktivis Hizbut Tahrir yang sowan, Buya selalu antusias menyambut. Meskipun ketika dalam kondisi kurang sehat, Buya memaksakan untuk menemui dan menyampaikan pandangan-pandangannya dengan penuh semangat dan dengan gaya meledak-ledak.

Buya tidak pernah menolak undangan agenda dakwah yang diadakan Hizbut Tahrir di Surabaya seperti kajian di Masjid Kalijudan, tabligh akbar di Taman Bungkul atau Muktamar Khilafah di stadion Tambaksari. Menurut Ustadz Umar Syahid, Buya pernah memberikan apresiasinya kepada dua gerakan internasional yang dinilai Buya besar dan militan yaitu Jamaah Tabligh dan Hizbut Tahrir.

Ketika memohon doa restu sebelum penyelenggaraan Rapat dan Pawai Akbar (2015) di Kenjeran Park, Buya berkomentar mirip-mirip kondisi konsolidasi umat tahun 1965-an menghadapi PKI.

Kesan putri pertama Buya yaitu Ustadzah Ulaita, Buya tegas dalam mendidik. Kesan staf pondok Ustadzah Indah, sosok Buya layak diteladani. Kesan beberapa santriwati antara lain Buya guru yang bijaksana, perilakunya lemah lembut.

Beberapa pesan Buya yang masih terpatri dalam benak Gus Alawy, ”Islam tidak perlu dibela karena Al Islamu ya'luu walaa yu'la ‘alaih. Tapi kita sendiri yang perlu membela Islam, supaya kita semua diberi pertolongan oleh Allah SWT. Intanshurulloh, yanshurkum. Wa yutsabbit aqdaamakum.” Tentu menjadi pesan untuk kita semua. Insya Allah. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 176, Juni-Juli 2016
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam