Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 17 Mei 2017

Para Pejabat Demokrasi Memburu Rente Suap



Haram! Pejabat Memburu Rente

Perseteruan antar geng Menteri ESDM Sudirman Said dan Ketua DPR Setya Novanto dalam memburu rente merupakan buah dari politik demokrasi sekuler, sebuah sistem politik yang melulu dilakukan demi meraih kekuasaan dengan meminggirkan nilai-nilai agama (Islam) dan moral. Dalam politik semacam ini, orang berkecenderungan menghalalkan segala cara, termasuk dengan politik uang. Kalau tidak demokrasi lantas pakai sistem pemerintahan apa? Dan bagaimana sistem tersebut mengatasi pemburu rente? Jawabannya ada pada wawancara wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.

Bagaimana tanggapan Anda tentang pernyataan Rizal Ramli kepada publik yang melihat perseteruan Sudirman Said versus Setya Novanto sebagai sinetron antar geng?

Saya kira Rizal Ramli sedang mengatakan yang sebenarnya. Sebagai seorang menteri koordinator yang memang membidangi masalah energi dan sumber daya mineral (ESDM), dia tentu tahu persis apa yang sedang terjadi. Apalagi sebelumnya, di era presiden Gus Dur, sebagai Menko Ekuin, ia juga pernah bersentuhan dengan Freeport dan mengalami hal buruk.

Jadi, pernyataannya patut dipercaya, bahwa heboh soal Freeport antara Sudirman Said dan Setya Novanto sesungguhnya adalah perseteruan antar geng. Bukan sekadar antar individu. Maksudnya mungkin, perseteruan itu terjadi di antara kelompok-kelompok pejabat tinggi yang sedang memperebutkan kepentingan bisnisnya terkait Freeport.

Jadi, heboh itu tidak ada hubungannya dengan usaha membela kepentingan negara. Ini penting ditegaskan, karena muncul opini seolah-olah dari dua pihak yang tengah berseteru itu, satu pihaknya dikesankan tengah membela kepentingan negara.

Mengapa sinetron antar geng tersebut bisa terjadi?

Kita tahu, bagi pihak Freeport saat ini merupakan periode yang krusial, karena bakal menentukan apakah mereka akan mendapatkan perpanjangan kontrak atau izin usaha pertambangan hingga 2041 seperti yang diinginkan atau tidak.

Sebagai perusahaan pertambangan besar, yang telah menikmati begitu banyak hasil tambang Papua selama hampir 50 tahun, tentu mereka tidak ingin kenikmatan itu segera berakhir. Oleh karena itu, mereka akan mengupayakan dengan segala cara untuk mendapatkan perpanjangan itu, termasuk dengan melobi sejumlah pejabat tinggi yang dianggap bisa memuluskan keinginan mereka.

Sementara itu, akibat politik transaksional yang berkembang pesat semenjak era reformasi, ada banyak para pejabat negara, terutama yang datang dari latar partai politik, demi mengembalikan investasi yang sudah dikeluarkan dalam pemilu, memperdagangkan kedudukan dan kewenangannya untuk mendapatkan dana. Inilah yang disebut pejabat pemburu rente (rent-seeker). Dan di titik inilah dua kepentingan tadi, pejabat pemburu rente dan Freeport yang sedang mencari jalan perpanjangan kontrak, bertemu.

Nah, dalam perjalanannya ternyata para pejabat yang dalam menjalankan operasinya berkomplot dengan pejabat lain itu bertabrakan dengan komplotan pejabat yang lain. Maka terjadilah kegaduhan itu.

Karena itu pula Freeport suka menyogok dan pejabat Indonesia suka disogok?

Iya.

Mengapa?

Karena Freeport tahu itu cara paling gampang untuk menyelesaikan urusan di negeri ini adalah dengan cara menyogok. Sementara para pejabat juga tahu, cara paling gampang mendapatkan uang, ya dengan menerima sogokan.

Apa buktinya kalau Freeport suka menyogok?

Menko Rizal Ramli misalnya, baru lalu mengungkap, saat dia menjadi Menko Ekuin di masa Gus Dur, ada usaha Freeport menyogok dirinya milyaran dolar. Juga ada seorang anggota DPR, saya tak perlu sebutkan namanya, yang pernah menjadi Ketua Komisi, juga mengungkap bagaimana Freeport pernah berusaha menyogok dirinya sebanyak Rp 25 milyar untuk mengubah aturan agar menguntungkan Freeport.

Anda dapat info bukti lain yang belum pernah diungkap media massa?

Iya. Beberapa tahun lalu saya berkesempatan berkunjung ke Freeport. Saya naik hingga ketinggian 4000 meter. Dalam satu acara di sana, saya jumpa dengan seorang pegawai, yang ternyata salah satu tugasnya adalah melakukan transfer dana setiap bulan kepada para pejabat, dari pejabat paling tinggi di negeri ini hingga pejabat paling rendah di level kecamatan.

Mengapa politik transaksional, pemburu rente, memperdagangkan kewenangan dapat tumbuh subur seperti ini?

Ini buah dari politik demokrasi sekuler, sebuah sistem politik yang melulu dilakukan demi meraih kekuasaan dengan meminggirkan nilai-nilai agama (Islam) dan moral. Dalam politik semacam ini, orang berkecenderungan menghalalkan segala cara, termasuk dengan politik uang.

Nah, dalam suasana politik semacam inilah peran para juragan (pebisnis) menjadi dominan karena merekalah yang bisa menyediakan dana yang diperlukan oleh para politisi. Dan tentu saja dana yang diberikan itu tidak gratis. Pasti ada imbalannya. Bisa berupa proyek-proyek yang dibiayai anggaran pemerintah, bisa juga berupa izin dan privilege atau hak istimewa yang diberikan kepada para pengusaha yang telah mendukungnya.

Karena itulah para pejabat seperti itu cenderung akan memanfaatkan kedudukan dan kewenangan yang dia miliki itu. Di sinilah politik transaksional, pemburu rente, memperdagangkan kewenangan tumbuh subur.

Adakah altenatif sistem lain?

Ada. Khilafah.

Bagaimana sistem khilafah mengatasi politik transaksional?

Pertama, khilafah adalah sistem politik islam yang telah ditetapkan untuk menerapkan syariah secara kaffah sehingga terwujud rahmat atau kebaikan bagi seluruh alam. Dalam sistem politik ini, takwa menjadi pilar utama. Artinya, ketundukan pada aturan, kesediaan untuk melaksanakan amanah kekuasaan dengan sebaik-baiknya, termasuk penolakan terhadap hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan Islam, didorong semata-mata oleh takwa kepada Allah SWT. Jadi, apa yang saat ini disebut pengawasan melekat, menjadi sifat dasar dari sistem Islam.

Kedua, dalam Islam, struktur politik, kewenangan dan sistem khilafah yang akan dijalankan sudah ditetapkan oleh syariah. Oleh karena itu, tidak ada hal yang bisa ”diperdagangkan". Di samping itu, meski ada momentum pemilihan yang biasa ada intervensi pihak luar, tapi itu hanya pada pemilihan khalifah. Sementara pejabat di bawahnya seperti para amil (kepala daerah tingkat dua) dan wali (kepala daerah tingkat satu) dipilih oleh khalifah. Dengan cara ini, money politics dalam pemilihan pejabat bisa dihindari.

Ketiga, dalam sistem khilafah terdapat larangan yang sangat jelas dan tegas bagi para pejabat menerima suap dan hadiah yang terkait dengan kewenangannya. Lalu, ada penghitungan kekayaan sebelum dan sesudah seorang pejabat menjabat. Bila ada kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan muasal hartanya itu. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 163, Desember 2015
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam