Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 21 Mei 2017

Budaya Selebritas Di Panggung Dakwah



Dewasa ini, budaya selebritas telah melanda dunia dakwah. Sosok-sosok populer dari kalangan selebritas kini laris dalam kajian-kajian keislaman. Meski untuk itu panitia harus menyiapkan bayaran tak murah. Mereka rela demi kesuksesan acaranya. Demi mendatangkan massa. Kenapa? Karena masyarakat sudah terinfeksi virus celebrity culture. Budaya ngartis.

Lihat saja, jika acara itu pembicaranya bukan orang terkenal, minim peserta. Sebaliknya, jika mendatangkan artis ternama, pesertanya membludak. Apakah murni untuk menyerap ilmu Islam? Bukan. Pastinya karena senang bisa bertemu idola. Itu kebanggaan luar biasa bagi orang kebanyakan. Bagi fans atau follower.

Nah, para ustadz-ustadzah seleb ini ada yang lahir instan. Artinya, belum menguasai ilmu Islam secara kaffah dan mumpuni, sudah diorbitkan ceramah sana-sini. Meski, ada pula yang memang berlatar belakang ilmu Islam, dan kebetulan punya penampilan lumayan. Ya, ustadz-ustadzah seleb ini biasanya memiliki tampilan fisik di atas rata-rata. Cakep/cantik dan camera face. Pokoknya marketable alias berdaya jual tinggi.

Ciri lainnya, punya manajer khusus yang mengurus dakwahnya dengan embel-embel tarif, plus permintaan eksklusif saat dakwah. Misal, minta tiket pesawat bisnislah, penginapan hotel bintang sekian, membawa sejumlah besar tim, pakaian dari desainer kondang, dll. Cenderung menyampaikan tema sesuai selera pasar.

Ustadz-ustadzah seleb ini juga cenderung butuh penonton yang membludak, kostum mentereng, jika perlu disertai nyanyi/puisi atau akting, ceramah mengutamakan entertaiment, yakni bagaimana agar membuat jamaah tertawa dan terhibur. Mereka butuh media resmi seperti televisi maupun media sosial untuk mendongkrak popularitas.

Mereka juga tak keberatan menjadi bintang iklan atau mempromosikan produk-produk merek terkenal yang cenderung mahal. Dikelilingi fans dan bukan dikerumuni orang-orang shalih. Mereka aktif mengunggah kegiatan pribadi, yang tidak ada hubungannya dengan dakwah. Demi menyenangkan para fans. Biar tetap eksis.

Ustadz Sejati

Orang memang tidak boleh bersu'udzan bahwa semua ustadz-ustadzah seleb itu tidak ikhlas dan berdakwah demi materi atau ketenaran. Karena, niat dan motivasi, hanya dia dan Allah SWT yang tahu. Tentu orang berharap, para ustadz-ustadzah seleb kelak benar-benar mengubah citranya sebagai ikon ustadz-ustadzah sejati. Yakni, dengan meninggalkan dunia selebritas sama sekali dan mencelupkan diri dalam dunia dakwah seutuhnya. Seratus persen. Mau jadi ustadz atau artis, pilih yang tegas.

Menjadi ustadz-ustadzah sejati. Yakni, mereka yang berdakwah tanpa memikirkan tarif. Bahkan diberi kesempatan berbicara saja sudah bersyukur. Ikhlas lillahi ta'ala. Tidak takut risiko, menyampaikan dengan tegas halal dan haram. Tidak mengikuti tema sesuai selera pasar, tapi punya target khusus untuk mengubah pemikiran dan kepribadian umat.

Tidak terlalu memperhatikan penampilan, dalam arti tampil sederhana apa adanya dan bersahaja. Tidak disetting dengan kostum khusus, make up dan pernak-perniknya. Tidak peduli seberapa banyak jumlah penonton, tapi butuh pendengar yang ikhlas.

Cenderung takut terkenal sehingga tidak begitu mementingkan eksistensi, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Lebih banyak ditemani orang shalih dan ikhlas. Bersikap wara', bahkan terhadap hal-hal mubah. Sosok seperti inilah yang seharusnya menjadi panutan. Layak dijadikan teladan dan didengar tausiyahnya.

Haus Agama

Sejatinya, antusiasme masyarakat terhadap ustadz-ustadzah seleb ini di satu sisi menggembirakan. Itu pertanda tingginya animo masyarakat terhadap kajian agama. Haus ilmu. Apalagi menghadiri kajian keislaman dewasa ini telah menjadi bagian hidup masyarakat modern. Terutama kaum ibu.

Saat usia mulai 40 tahun ke atas, ketika anak-anak mulai besar, mereka pun aktif di majelis taklim-majelis taklim di lingkungannya. Selain untuk aktualisasi, bersilaturahim, juga menambah tsaqafah Islam. Sebab, konon pada usia itulah manusia sampai pada titik, lebih memikirkan ukhrawi dibanding duniawi.

Tapi, jamaah pengajian ini umumnya lebih rajin menghadiri kajian keislaman jika pembicaranya ustadz-ustadzah seleb yang kerap nongol di televisi. Mereka bahkan tak hanya berniat menyimak tausiyahnya, tapi sekaligus bertemu idola. Syukur-syukur bisa ikut tampil di layar kaca.

Padahal, betapa dahsyat efeknya jika jamaah ini menyimak kajian islam kaffah dari ustadz-ustadzah yang punya kapabilitas tinggi. Di sinilah peluang dakwah bagi para pengemban Islam ideologis. Peluang besar untuk mengubah kondisi masyarakat agar Islami. Jangan sampai kalah semangat oleh ustadz-ustadzah seleb. Apalagi kalah ilmu.

Panutan Umat

Dulu, orang yang disebut ustadz itu adalah lulusan pesantren, perguruan Islam, menguasai kitab kuning dan sejenisnya. Bahkan dalam bahasa Persia atau Arab, ustadz itu merujuk pada guru besar atau bahkan profesor. Artinya, memang tidak sembarang orang layak menyandangnya. Tetapi, melalui kualifikasi yang sangat rigid.

Namun, penyematan istilah ustadz atau ustadzah dewasa ini memang longgar. Siapa saja yang berdakwah, menyampaikan tausiyah atau nasihat Islam, langsung disebut ustadz atau ustadzah. Sebagai sebuah sebutan, tak masalah, asalkan memang dia benar-benar menguasai Islam. Juga, menampilkan kepribadian yang benar-benar Islami.

Dan terpenting, menyadari betul tugas ustadz-ustadzah adalah mempengaruhi umat dan membentuk opini umum agar bergaya hidup Islami. Bukan sekadar menjadi penghibur. Apalagi turut mengenalkan gaya hidup populer yang cenderung hedonis dan mengikuti selera pasar. Lebih parah lagi jika hanya melanggengkan eksistensi budaya ngartis.

Maka, jangan sampai budaya ngartis melanda pejuang Islam. Kini banyak pejuang syariah dan khilafah yang (menuju) populer. Terlebih di era digital dan media sosial yang memfasilitasi kepopuleran. Setiap diri bisa menjelma menjadi selebriti.

Akan banyak sorotan terhadap segala aktivitas dan statusnya. Semoga tetap menjaga hati dan lurus dalam dakwah. Karena, mengemban tugas dakwah berarti menempatkan diri dalam posisi sebagai panutan umat. Tanggung jawabnya besar. Bukan hanya dirinya, tapi atas apa yang terjadi di dalam diri umat. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 174, Mei-Juni 2016
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam