Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 22 Maret 2017

Kedudukan Ulama Sebagai Garda Pembela Islam



Ulama adalah manusia biasa seperti kita, hanya saja Allah SWT telah memilih para Ulama sebagai hamba-hamba pilihan-Nya sekaligus sebagai Wali (kekasih)-Nya dan telah menganugerahkan kepada mereka keutamaan, kelebihan dan kemuliaan dibandingkan manusia biasa lainnya, yaitu berupa ilmu dan keimanan yang kokoh dan ketaqwaan yang tinggi.

Ulama memang bukan Nabi, tapi mereka para Ulama adalah Pewaris para Nabi. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW (artinya):
“Sesungguhnya Ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no.2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no.3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya, serta dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no.3096, Shahih Sunan at-Tirmidzi no.2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no.182, dan Shahih at-Targhib, 1/33/68)

Allah SWT pun berfirman (artinya):
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (TQS. Fathir: 32)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, Allah SWT berfirman (artinya), “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (al-Qur’an) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/577)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi al-‘ulama waratsatil anbiya (Ulama adalah pewaris para Nabi).” (Fathul Bari, 1/83)

Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah mengatakan bahwa maknanya adalah, “Kami telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu al-Kitab (al-Qur’an). Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para Ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu. Tidak ada keraguan bahwa Ulama umat ini adalah para Sahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah SWT telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah SWT menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat Nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” (FathulQadir, hlm. 1418)

Allah SWT juga menegaskan dalam firman-NYA (artinya):
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." (TQS. Al-Mujadilah: 11)

Lantas siapakah yang layak dan pantas disebut dan menyandang gelar Ulama..?!

Pengertian Ulama

Secara harfiah menurut bahasa etimologi, kata Ulamāʾ () berasal dari bahasa arab (yang berarti mengetahui) perubahan kaidah tashrif arab menjadi kata () ismul fa il (kata untuk menunjukkan si pelaku yang berarti orang yang mengetahui). Kemudian dari kata tunggal () berubah menjadi kata jamak () yang diartikan sebagai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.

Terminologi Ulama menurut Wikipedia, Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau peneliti, kemudian arti Ulama tersebut berubah ketika diserap ke dalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam. (https://id.wikipedia.org/wiki/Ulama)

Ulama Menurut istilah adalah orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Al-Quran dan Al-Hadits dan Menerapkan Al-Qur'an dan Al-Hadits dalam kehidupannya. Ulama adalah orang-orang yang mengetahui Al-Quran (baik bacaannya maupun kandungannya) dan mengajarkannya.

Ulama adalah orang-orang yang mendapat ilmu Rasulullah SAW dan setiap harinya disibukkan dengan ilmunya seperti tabligh atau dakwah, mengajar dan mengarang kitab serta menasihati penguasa. Dan masih banyak lagi yang lain namun pada dasarnya tetap sama yaitu orang-orang yang bukan hanya sangat memahami ilmu agama Islam, namun juga mengamalkan ilmunya.

Ulama adalah orang-orang yang mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi setelah para Nabi dan Rasul dan Ulama adalah pewaris para rasul. Pewarisan Ulama di sini bukan hanya sekedar mengenai ilmu dan hal-hal istimewa yang diberikan kepada mereka, akan tetapi juga mencakup beban dan tugas mereka dalam meluruskan dan membimbing masyarakat kepada jalan yang benar menurut Akidah dan Syariah Islam.

Allah SWT menegaskan sosok Ulama yang sesungguhnya dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (TQS. Fathir: 28)

Maka sebagai pelaku dalam ayat ini adalah: Para ulama adalah orang yang paling khawatir dan paling takut kepada Allah. Lafdzul jalalah (Allah) sebagai obyek yang didahulukan. Adapun faidah dan fungsi didahulukannya peletakan obyek ini adalah: untuk pembatasan kerja subyek. Maksudnya yang takut kepada Allah SWT tidak lain hanyalah para Ulama. Karena kalau subyeknya yang didahulukan pastilah pengertiannya akan berbeda, dan menjadi "Sesungguhnya para Ulama takut kepada Allah," Permaknaan seperti ini tidak dibenarkan, karena artinya ada di antara para Ulama yang tidak takut kepada Allah.

Atas dasar inilah Syaikhul Islam berkomentar tentang ayat ini: “Hal ini menunjukkan bahwa setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang Alim, dan ini adalah haq. Dan bukan berarti setiap yang Alim akan takut kepada Allah”. (Dari kitab “Majmu Al Fatawa”, 7/539. Lihat “Tafsir Al Baidhawi”, 4/418, Fathul Qadir, 4/494).

Dari penjelasan di atas maka ayat yang mulia ini memberikan faidah: "Sesungguhnya para Ulama itu pemilik rasa takut kepada Allah, dan sesungguhnya siapa saja yang tidak takut kepada Allah berarti dia bukanlah seorang alim".

Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dan benar-benar takut adalah para Ulama yang mereka paham betul tentang hakikat Allah SWT, karena ketika pengetahuan kepada Yang Maha Agung dan Maha Kuasa sudah sempurna dan bekal ilmu tentang-Nya sudah memadai maka perasaan takut kepada-Nya akan semakin besar..”

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu tentang firman Allah SWT. Dia berkata, "Mereka yang takut kepada Allah adalah mereka yang mengetahui sesungguhnya Allah Kuasa atas segala sesuatu." Said bin Jubair berkata, "Yang dinamakan takut adalah yang menghalangi anda dengan perbuatan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla." Al-Hasan Al-Bashri berkata, "Orang Alim adalah yang takut kepada Yang Maha Pemurah terkait perkara yang Ghaib, menyukai apa yang disukai oleh Allah, dan menjauhi apa-apa yang mendatangkan kemurkaan Allah. Lalu beliau membaca Ayat (artinya): “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Dari Abdullah bin Mas‟ud Radhiyallahu anhu dia berkata, "Bukanlah yang dikatakan orang berilmu itu orang yang banyak hafal hadits, akan tetapi yang dinamakan orang berilmu itu orang yang rasa takutnya amat besar."

Sufyan Ats Tsauri meriwayatkan dari Abu Hayyan At-Taimi dari seorang lelaki dia berkata, "Seorang yang alim tentang Allah adalah orang yang Alim tentang perintah Allah. Orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah. Adapun orang yang Alim tentang Allah dan tentang perintah Allah, dialah orang yang takut kepada Allah SWT dan mengetahui koridor agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Adapun orang yang Alim tentang Allah bukanlah orang yang Alim tentang perintah Allah apabila dia takut kepada Allah SWT dan tidak mengetahui ajaran agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Begitupun orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah jika dia adalah orang yang mengetahui batasan-batasan dan hal-hal yang difardhukan oleh agama akan tetapi sama sekali tidak takut kepada Allah Azza wa Jalla." (Dikutip dengan ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir, 4/729)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitab “Majmu Al Fatawa”, 17/21, tentang firman Allah
Maksud dari ayat tersebut adalah tidak takut kepada Allah melainkan orang yang Alim. Allah telah memberitakan sesungguhnya setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang alim, sebagaimana Firman Allah dalam ayat yang lain (artinya):
"(Apakah kalian hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (TQS. Az-Zumar: 9)

As-Sa’di Rahimahullah berkata: “Setiap orang yang pengetahuannya kepada Allah sangat mendalam, maka dialah orang yang banyak takut kepada Allah. Maka rasa takutnya kepada Allah mewajibkan dia menghindari perilaku maksiat dan selalu bersiap diri menjumpai yang ia takuti. Ini merupakan bukti dari keutamaan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu menuntun untuk takut kepada Allah, dan orang yang biasa takut kepada Allah maka dia layak mendapat karomah-Nya, sebagaimana firman Allah SWT (artinya): "Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhan-Nya." (TQS. Al-Bayyinah: 8)

Kesimpulannya: Sesungguhnya subyek dalam ayat tersebut adalah para Ulama. Pengertian ayatnya adalah: "Sesungguhnya tidak ada yang takut kepada Allah SWT melainkan para Ulama. Merekalah yang paling mengetahui kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya.

Ulama Benteng Terakhir Islam dan Ujung Tombak Umat Islam

Abud Darda’ radhiyallahu anhu berkata,
“Perumpamaan para ulama di tengah-tengah umat manusia bagaikan bintang-bintang di langit yang menjadi penunjuk arah bagi manusia.” (Akhlaq al-‘Ulama, hal.29, Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Al Hasan)

Ulama juga adalah laksana bulan purnama yang menerangi dunia tatkala kegelapan malam tiba. Ulama adalah laksana perisai dan benteng yang kokoh. Baiknya Ulama akan membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia. Sedangkan, rusaknya Ulama akan membawa kerusakan bagi seluruh umat manusia. Rasulullah SAW bersabda:
"Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan Ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan Ulama" (HR. ad-Darimi).

Imam al-Ghazali menjelaskan:
"Setelah menulis keberanian para ulama salaful ummah tentang banyak dari mereka yang sangat berani ber-hisbah yaitu ber-amar makruf nahi munkar bahkan terhadap para penguasa yang dzalim hingga siap syahid dibunuh para penguasa karena mengamalkan hadits
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat kebenaran di depan penguasa rusak yang menyimpang”.

Maka terakhir Imam Ghazali memberikan penutup: “Bahwasanya rusaknya rakyat (masyarakat umum) disebabkan karena rusaknya para penguasa, sedangkan rusaknya para penguasa disebabkan karena rusaknya para Ulama. Para Ulama rusak karena terperdaya kecintaan harta dan wibawa (tahta)".

Imam Al Ghazali melanjutkan “Barangsiapa yang terperdaya kecintaan terhadap dunia, maka dia tidak akan mampu dan kuasa ber-hisbah melakukan amar makruf nahi munkar terhadap perkara yang remeh, kecil dan sepele. Bagaimana mungkin dia akan mampu ber-hisbah amar makruf nahi munkar terhadap para penguasa dan perkara-perkara yang besar?." (Akhir Kitab Hisbah Amar Makruf Nahi Munkar dari Kitab Ihya Ulumuddin Juz II Hal. 385)

Rasulullah SAW mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. al-Bukhari no.100 dan Muslim no.2673)

Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa asy-Sya’bi berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”

Di dalam Shahih al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah SAW): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para Ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 60)

Wafatnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan Ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan berkah dari Allah SWT. Lebih-lebih Rasulullah SAW mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya (artinya):
“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.” (Hadits Hasan, Shahihul Jami', 4108)

Al-Bukhari meriwayatkan dari Syaqiq, beliau berkata, “Aku pernah bersama ‘Abdullah dan Abu Musa, keduanya berkata, Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya menjelang datangnya hari Kiamat akan ada beberapa hari di mana kebodohan turun dan ilmu dihilangkan.‟

Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
“Zaman saling berdekatan, ilmu dihilangkan, berbagai fitnah bermunculan, kebakhilan dilemparkan (ke dalam hati), dan pembunuhan semakin banyak.‟

Ini menegaskan bahwasanya Ulama adalah simbol sekaligus representasi Islam dan umat Islam. Karena itulah, Ulama menjadi benteng terakhir Islam dan Umat Islam. Jika Ulama dirusak maka terusakkanlah Islam dan umat Islam pun akan menjadi rusak, maka rusaklah pula seluruh umat manusia. Di sinilah urgensi Ulama sebagai benteng terakhir Islam sekaligus menjadi ujung tombak umat Islam.

Karena itulah sejak dulu, Ulama memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai peristiwa sejarah penting, terutama sejarah perubahan masyarakat (social engineering). Bahkan nyaris tidak ada satupun perubahan masyarakat di dunia ini yang tidak melibatkan peran Ulama. Mereka jugalah orang pertama yang menyebarkan kesadaran ini di tengah-tengah masyarakat hingga masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan. Jika kesadaran terhadap kerusakan masyarakat belum tumbuh di tengah-tengah masyarakat, niscaya tidak akan tumbuh pula keinginan untuk berubah, apalagi upaya untuk melakukan perubahan. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa Ulama merupakan sumber dan inspirasi perubahan.

Sayang, seiring dengan kemunduran taraf berpikir umat Islam, yang ditambahi dengan proses sekularisasi di Dunia Islam, umat Islam mulai kesulitan menemukan sosok Ulama yang mampu menggerakkan perubahan, seperti yang pernah dilakukan Nabi SAW. Yang kita dapati adalah Ulama yang fakih dalam masalah agama, tetapi tidak memiliki visi politik dan bukan negarawan yang handal. Akhirnya, mereka mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Ada pula Ulama yang memisahkan diri dari kekuasaan dan politik, dengan alasan keliru, politik itu kotor dan najis.

Akibatnya, mereka tidak mampu memberikan kontribusi bagi perubahan masyarakat dan negara. Mereka HANYA asyik dengan ibadah-ibadah ritual yang sejatinya justru memberangus predikatnya sebagai Pewaris Nabi. Ada pula Ulama yang, sadar atau tidak, terkooptasi oleh pemerintah kufur dan antek-anteknya. Mereka rela menjual agamanya untuk kepentingan dunia. Jahatnya lagi, mereka bahkan rela menzalimi saudara-saudara Muslimnya untuk memenuhi keinginan kaum kafir. Ada pula yang bertingkah bak seorang artis yang hanya mengejar popularitas belaka. Lantas, apa fungsi dan peran ulama sesungguhnya..?!

Peran dan Fungsi Para Ulama

Peran dan fungsi strategis Ulama dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama: Pewaris para Nabi. Tentu, yang dimaksud dengan Pewaris Nabi adalah pemelihara dan penjaga warisan para Nabi, yakni wahyu atau risalah, dalam konteks ini adalah al-Quran dan as-Sunnah. Dengan kata lain, peran utama Ulama sebagai Pewaris para Nabi adalah menjaga agama Allah SWT dari kebengkokan dan penyimpangan. Hanya saja, peran Ulama bukan hanya sekadar menguasai khazanah pemikiran Islam, baik yang menyangkut masalah Akidah maupun Syariah, tetapi juga bersama umat berupaya menerapkan, memperjuangkan, serta menyebarkan risalah Allah.

Dalam konteks saat ini, Ulama bukanlah orang yang sekadar memahami dalil-dalil Akidah dan Syariah, kaidah istinbâth (penggalian hukum), dan ilmu-ilmu alat lainnya. Akan tetapi, ia juga terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi SAW.

Kedua: Pembimbing, pembina dan penjaga umat. Pada dasarnya, Ulama bertugas membimbing umat agar selalu berjalan di atas jalan lurus. Ulama juga bertugas menjaga mereka dari tindak kejahatan, pembodohan, dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan antek-anteknya yang berupa gagasan, keyakinan, dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam.

Semua tugas ini mengharuskan Ulama untuk selalu menjaga kesucian agamanya dari semua kotoran. Ulama juga harus mampu menjelaskan kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur kepada umat Islam. Ia juga harus bisa mengungkap tendensi-tendensi jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan antek-anteknya. Ini ditujukan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.

Ketiga: Pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika Ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Ia juga mampu menyingkap makar dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Dengan ungkapan lain, seorang Ulama harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat, hingga fatwa-fatwa yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada konteks ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwanya mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran, bukan malah menjadi sebab malapetaka bagi kaum Muslim. Misalnya, fatwa yang dahulu dikeluarkan oleh syaikhul Islam mengenai bolehnya kaum Muslim mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan perundang-undangan Barat pada akhir Kekhilafahan Islam. Fatwa ini tidak hanya keliru, tetapi juga menjadi penyebab kehancuran Khilafah Islamiyah. Fatwa ini muncul karena lemahnya pemahaman politis-ideologis ulama pada saat itu.

Keempat: Sumber ilmu. Ulama adalah orang yang fakih dalam masalah halal-haram. Ia adalah rujukan dan tempat menimba ilmu sekaligus guru yang bertugas membina umat agar selalu berjalan di atas tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dalam konteks ini, peran sentralnya adalah mendidik umat dengan akidah dan syariah Islam. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.

Kelima: Ulama sebagai pemimpin umat yang terdepan dalam memobilisasi dan menggerakkan umat dan seluruh elemen umat Islam untuk perjuangan melanjutkan kehidupan Islam yaitu diterapkannya Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan, menyebarluaskan Islam ke segala penjuru dunia melalui dakwah dan jihad oleh Daulah Khilafah Rasyidah Islamiyah. Perjuangan itu dilakukan para Ulama Pewaris Nabi bersama umat dan seluruh elemen umat Islam apapun madzhab dan harakah dakwahnya. Karena Khilafah Islam adalah benteng utama Islam sekaligus milik seluruh Umat dan kewajiban bagi seluruh Umat Islam.

Inilah peran dan fungsi sentral Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, sekularisasi dan demokratisasi telah menindas fungsi dan peran Ulama di atas, sekaligus meminggirkan mereka dari urusan negara dan masyarakat.

Aksi Damai Bela Islam Jilid II 411 dan Aksi Super Damai Bela Islam Jilid III 212 yang sukses dipimpin dan dimobilisasi para Ulama sebagai respon atas penistaan terhadap Islam, Al-Quran, Ulama dan Umat Islam yang telah dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, menjadi sinyal kuat kebangkitan Islam dan umat Islam sekaligus menjadi sinyal kebangkitan Ulama Pewaris Nabi dan Persatuan Umat Islam yang bakal berpotensi bangkit kembali menjelma menjadi raksasa adidaya Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah. Tentunya ini, membuat penjajah kafir kapitalis baik asing maupun aseng beserta rezim bonekanya sangat ketakutan hingga mereka pun menjadi Islamphobia dan super paranoid dengan Islam.

Sehingga demi melanggengkan gurita penjajahan hegemoni kapitalisme global mereka, penjajah kafir kapitalis asing dan aseng tersebut pun melalui rezim bonekanya membuat banyak skenario jahat dengan menghalalkan segala cara untuk mematikan kebangkitan Islam dengan menjadikan hukum tumpul ke kafir dan hanya tajam ke bawah melalui sejumlah UU, adu domba umat, adu domba Ulama dan kriminalisasi Islam, umat Islam dan khususnya kriminalisasi Ulama.

Penjajah kafir kapitalis asing dan aseng beserta rezim bonekanya sangat mengetahui dan memahami dengan benar bahwa penghalang utama mereka untuk menguasai sepenuhnya negeri zamrud khatulistiwa yang kaya raya dengan sumberdaya alamnya ini adalah Islam, umat Islam dan khususnya Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam.

Karena itulah, mereka berupaya keras untuk melemahkan dan menghancurkan Islam dan umat Islam melalui adu domba umat, kriminalisasi Ulama dan pembunuhan karakter Ulama; mereka juga membuat sebuah skenario jahat secara sistematis untuk membungkam Ulama melalui sertifikasi penceramah atau sertifikasi Ulama yang dilakukan secara paksa oleh rezim boneka ini demi mengamankan kepentingan tuan besarnya tersebut dalam melanggengkan gurita penjajahan kapitalisme global mereka di negeri ini.

Menghancurkan Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam sama saja menghancurkan Islam dan umat Islam.

Memusuhi Ulama sama saja memusuhi Allah SWT Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan.

Siapapun yang memusuhi bahkan mengkriminalkan Ulama dan membunuh karakter Ulama, maka dia benar-benar telah menjadi musuhnya Allah.

Kecelakaan besarlah bagi mereka khususnya penjajah kafir kapitalis asing dan aseng beserta rezim bonekanya yang telah menjadi musuh Allah akibat memusuhi Ulama Pewaris Nabi dan agama-Nya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda (artinya):
“Sesungguhnya Allah berfirman: 'Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shalih) yang lebih Aku cintai daripada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam), dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku-pun mencintainya…” (HR al-Bukhari 5/2384, no.6137).

Sungguh Allah SWT adalah Maha Perkasa dan amatlah keras adzab dan siksa-Nya. Allah SWT berfirman (artinya):
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi dengan tanpa alasan yang benar dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka berilah mereka kabar gembira, bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong.” (TQS. Ali Imran [3]: 21-22)

Dan juga Allah SWT berfirman (artinya):
"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik benci." (TQS. Ash-Shaff [6]: 9)
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Wallahu a'lam bish shawab. []

Sumber bacaan: Zakariya al-Bantany, Ulama Adalah Benteng Terakhir Islam
---



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam