Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 22 Mei 2016

Makar Paham Kebangsaan Terhadap Khilafah



Karena itu, Sekutu menyimpulkan komite perjanjian kebangsaan Turki adalah kemenangan terakhir bagi mereka. Dengan alasan adanya pengaruh penyebaran perjanjian kebangsaan, maka Sekutu membiarkan Turki bebas melakukan perlawanan.

Dari setiap tempat, mereka menyeret Turki. Sementara kekuatan Inggris dan Perancis menyeret dari dalam dan memompa semangat kebangsaan/ ashobiyah Turki sehingga menjadi semakin kuat.

Di dalam negeri timbul gerakan perlawanan yang menentang musuh (Sekutu) di mana gerakan itu berbalik menjadi revolusi menentang sultan. Itulah yang memaksa sultan menyiapkan pasukan dan mengirimkannya dengan serangan dan perlawanan yang kuat. Semua orang bergabung dengan sultan kecuali Ankara yang memang menjadi pusat makar revolusi.

Ankara sendiri hampir-hampir jatuh. Semua desa yang mengepungnya bergabung menjadi satu di bawah bendera sultan dan berpihak pada pasukan Khalifah. Mushthafa Kamal dan para pengikutnya di Ankara berada dalam kondisi yang sangat kritis dan terpuruk. Meski demikian, Mushthafa Kamal tetap melakukan perlawanan.

Dia membakar api semangat baru dalam sentuhan nasionalis Turki. Upaya Mushthafa Kamal berhasil. Tekad dan semangat nasionalis mereka berkobar kembali. Di berbagai wilayah dan desa-desa Turki tersebar berita tentang keberhasilan Inggris menduduki ibukota, banyak kaum nasionalis yang ditawan, rumah-rumah parlemen ditutup dengan paksa, sementara bantuan atau dukungan sultan dan pemerintahannya terhadap mereka macet.

Keadaan menjadi berubah. Orang-orang berpaling dari sultan. Opini umum digiring untuk mendukung kaum nasionalis di Ankara. Kaum pria dan wanita berbondong-bondong mendatangi Ankara untuk berjuang mempertahankan Turki.

Banyak pasukan Khalifah yang lari dan bergabung dengan pasukan Mushthafa Kamal yang telah menjadi pusat pandangan Turki dan figur yang mengikat cita-cita kebangsaan Turki. Kelompoknya menjadi kuat. Kebanyakan negara dan wilayah-wilayah Khilafah di dalam genggamannya.

Melihat kondisi yang menguntungkan pihaknya, Mushthafa Kamal mengeluarkan selebaran-selebaran yang mengajak untuk memilih Komite Kebangsaan yang kedudukannya di Ankara. Pemilihan berhasil dilaksanakan dan anggota-anggota dewan yang baru juga berhasil dikumpulkan. Mereka (para anggota dewan) mendeklarasikan diri sebagai al-Jam'iyyah al-Wathaniyyah al-Kubraa (komite kebangsaan besar). Bahkan, mereka juga menyatakan bahwa mereka adalah pemerintahan yang sah, kemudian memilih Mushthafa Kamal menjadi pemimpin komite.

Ankara menjadi pusat pemerintahan kebangsaan. Semua unsur kebangsaan Turki bergabung dan memusat di Ankara. Mushthafa Kamal berdiri tegak. Dengan halus, dia melanjutkan operasinya, melumatkan sisa-sisa pasukan Khalifah, dan menghentikan perang saudara. Kemudian dia mencurahkan perhatian untuk memerangi dan mengacaukan Yunani dalam pertempuran-pertempuran berdarah. Pada mulanya kemenangan berpihak pada Sekutu. Kemudian persoalan-persoalan berubah dan neraca Mushthafa Kamal lebih berat.

Bulan Agustus 1921 sampailah masa yang menguntungkan, Mushthafa Kamal berhasil berdiri tegak. Dengan sekali hantaman kilat, dia mampu mengakhiri pertempuran dengan kemenangannya terhadap Yunani yang telah menduduki Izmir dan sebagian pantai Turki.

Di awal-awal September 1921 Mushthafa Kamal mengirim delegasi ke 'Ashamta untuk menemui Harnajitun guna mengadakan kesepakatan pemecahbelahan wilayah Khilafah.

Di sana Sekutu sepakat untuk mengusir Yunani dari Turis, Konstantinopel, dan Turki dan menawannya. Dari urutan langkah-langkah Mushthafa Kamal dapat dilihat bahwa kesepakatan Sekutu merupakan bentuk sambutan menerima Mushthafa Kamal untuk segera menghabisi pemerintahan Islam.

Karena itu, tidak aneh jika Anda menemukan indikasinya, yaitu ketika komite kebangsaan mendebatnya tentang masalah Turki setelah kemenangan-kemenangan yang dijaganya, Mushthafa Kamal justru berpidato dengan mengatakan, "Saya bukanlah seorang mukmin yang terikat dengan liga (pengikut kelompok) negeri-negeri Islam, tidak juga hingga dengan kelompok bangsa-bangsa 'Utsmani. Masing-masing orang dari kita mempercayai pendapat yang dilihatnya. Pemerintah harus meyakini (memegang teguh) politik yang kokoh yang disusun dan dibangun di atas sejumlah nilai esensial yang memiliki tujuan satu dan tunggal. Politik itu untuk menjaga kehidupan kebangsaan. Wilayah independennya masuk dalam bingkai batas-batasnya yang bersifat geografis. Maka, tidak ada sentimen rasa (iman) dan tidak pula angan-angan (Kekhilafahan) yang harus berpengaruh dalam politik kita. Kita harus menjauhkan mimpi dan khayalan. Di masa lalu hal itu telah membebani kita dengan ongkos yang mahal."

Seperti demikianlah yang dikehendaki Mushthafa Kamal (Inggris dan Sekutu). Dia mengumumkan bahwa dirinya menghendaki “kemerdekaan” Turki dengan sifat kebangsaan Turki, bukan umat Islam.

Sebagian anggota dewan dan para politisi menuntut kepadanya untuk menjelaskan pendapatnya tentang hal-hal yang menjadi kewajibannya membentuk pemerintahan baru di Turki. Tentu tidak masuk akal jika Turki memiliki dua pemerintahan sebagaimana yang ditetapkan ketika itu, yaitu pemerintahan yang ditentukan batas waktunya dan memiliki kekuasaan yang kedudukannya di Ankara dan pemerintahan resmi di ibukota (Istambul) yang dikepalai oleh sultan dan para menterinya.

Para politisi mendesak terus meminta penjelasan pendapat Mushthafa Kamal tentang kebijakan ini, namun dia tidak menjawabnya dan menyembunyikan niatnya.

Mushthafa Kamal tahu bahwa dirinya mampu mengangkat (memuaskan) anggota dewan dengan melepaskan Wahiduddin dan menghapus kesultanan. Akan tetapi, dia tidak berani berlaku gegabah dengan menyerang Khilafah. Sebab hal itu dengan sendirinya akan menyentuh perasaan keislaman seluruh bangsa. Karena itu, dia tidak (belum) menghapus Khilafah dan tidak menentangnya. Hanya saja dia mengusulkan adanya aturan yang memisahkan antara kekuasaan dan Khilafah, lalu dia menghapus kesultanan dan mencabut Wahiduddin dari kekuasaan (bukan lembaga Khilafah).

Apa yang didengar anggota dewan mengenai usulan ini membuat mereka diam memberengut. Mereka mulai menyadari bahaya usulan ini yang dibebankan oleh Mushthafa Kamal kepada mereka agar menetapkannya. Mereka bermaksud mendiskusikan dan menyanggah usulan.

Namun, Mushthafa Kamal takut akan akibat diskusi ini. Maka, dia mendesak dewan agar mengambil ide yang diusulkannya. Untuk menggolkan usulannya, Mushthafa Kamal memperkuatnya dengan 80 anggota dewan dari para pendukung setianya. Akan tetapi, majelis tetap menolaknya dan menyerahkan atau memandatkan usulan itu kepada Komite Perundang-undangan agar membahasnya.

Ketika Komite mengadakan rapat di hari berikutnya, Mushthafa Kamal juga menghadiri majelis yang menjadi tempat berkumpul anggota Komite. Dia duduk sambil mengawasi aksi-aksi para anggota Komite. Akhirnya, perdebatan tentang usulan Mushthafa Kamal tidak bisa dihindari, bahkan terus berlangsung hingga beberapa waktu.

Sejumlah anggota majelis dari kalangan para ulama dan pembela kebenaran menentang usulan ini. Mereka memberi argumen-argumen kuat dengan didasarkan pada nash-nash syar'i. Menurut mereka, usulan Mushthafa Kamal bertentangan dengan syara' karena di dalam Islam tidak ditemukan kekuasaan agama, kekuasaan lainnya, dan kekuasaan dunia.

Kesultanan dan Khilafah adalah sesuatu yang satu. Di sana tidak ditemukan sesuatu yang dinamakan agama dan lainnya dinamakan Khilafah. Bahkan, dalam sistem ini, ada sistem Islam dan Khilafah dikatagorikan bagian dari sistem ini. Khilafahlah yang menjalankan sistem ini.

Karena itu, Komite Perundang-undangan tidak menemukan alasan apapun yang membenarkan pemisahan ini, bahkan tidak menemukan kebenaran bahasan. Nash-nash Islam sangat jelas menerangkan persoalan ini. Karena itu, Komite menolak usulan ini.

Akan tetapi, Mushthafa Kamal berpikiran lain. Dia sudah bertekad akan memisahkan agama dari negara (Khilafah Islam). Caranya dengan memisahkan kesultanan dari Khilafah. Ini merupakan langkah awalnya untuk menghapus Khilafah, di samping sebagai pelaksana peran yang telah disiapkan oleh Inggris untuk menghabisi Khilafah dan sebagai bentuk pemenuhan tuntutan Sekutu kepadanya hingga mereka berhasil mengakhiri riwayat Khilafah Islam melalui tangan rakyatnya sendiri.

Melihat perdebatan-perdebatan Komite dan arah pembicaraannya yang menggores syaraf-syarafnya, maka Mushthafa Kamal spontan meloncat berdiri. Dia kemudian melangkah ke depan lalu mengambil tempat. Dia duduk dalam keadaan sangat marah, lalu memutus perdebatan Komite dengan berteriak keras: "Hai Tuan-tuan! Kesultanan 'Utsmani telah merampas kepemimpinan bangsa dan kekuatan yang diyakini bangsa yang hendak menuntut kembali dari sultan. Kesultanan merampasnya dengan kekuatan. Kesultanan harus dipisahkan dari Khilafah dan dibatalkan! Baik kalian setuju atau tidak, hal itu pasti akan terjadi! Setiap persoalan yang terdapat dalam urusan ini pasti akan menjatuhkan sebagian kepala kalian dalam lipatan itu." Dia berkata dengan bahasa seorang diktator.

Dia memecah perkumpulan Komite, kemudian seketika itu Komite Kebangsaan dipanggil agar membahas usulannya.
Ditilik dari arah diskusinya, tampak jelas bagi Mushthafa Kamal bahwa arah opini Komite yang menonjol condong pada pembatalan usulannya.

Tanda-tanda ini mendorong para pendukungnya berkumpul di seputarnya dan meminta dewan memberikan pendapat tentang usulan Mushthafa Kamal dengan cara mengangkat tangan. Akan tetapi, anggota dewan tidak setuju dan memprotes cara ini seraya berkata, "Jika harus memberi pendapat, maka harus diserukan dengan nama." Namun, Mushthafa Kamal menolaknya.

Dengan suara mengancam, dia berteriak keras, "Aku setuju dengan majelis yang menerima usulan dengan kesepakatan pendapat. Pengambilan suara cukup dengan mengangkat tangan." Usulan pun dilontarkan untuk meminta suara dan tidak ada yang mengangkat kecuali sedikit tangan.

Akan tetapi, anehnya, hasil akhir tetap memutuskan bahwa majelis telah mengesahkan usulan Mushthafa Kamal dengan suara bulat. Anggota dewan bingung. Mereka tidak bisa menerima dagelan ini. Sebagian mereka meloncat ke atas tempat duduk dengan berteriak lantang, "Keputusan ini tidak sah dan kami tidak setuju!"

Para pendukung al-Ghaziy (Mushthafa Kamal) ganti berteriak mendiamkan mereka. Maka suasana sidang menjadi kacau. Mereka saling mengecam dan menuduh. Sementara pemimpin dewan mengumumkan sekali lagi "hasil akhir sidang" dengan menyatakan bahwa Komite Kebangsaan Besar Turki (al-Jam'iyyatu al-Wathaniyyah al-Kubraa) memutuskan dengan "suara bulat" bahwa kesultanan dihapus (dipisahkan dari lembaga Khilafah). Kemudian pecahlah majelis.

Mushthafa segera meninggalkan ruangan yang diiringi para pengikutnya. Ketika Khalifah Wahiduddin mengetahui hal itu, dia lari dengan ketakutan. Pengaruh "keputusan dewan" yang diumumkan membuatnya lari.

Dan, kekosongan Kekhilafahan ini harus segera diisi. Maka, saudaranya, Abdul Majid dipanggil dan didaulat menjadi Khalifah kaum muslimin yang kosong dari semua kekuasaan [karena keputusan dewan]. Dengan sebab itu, dia menjadi Khalifah tanpa kekuasaan. Khilafah menjadi terus-menerus tanpa penguasa yang syar'i….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam