Secara
praktis, Amerika melaksanakan dan menjalankan kebijakan luar negerinya, dan
seluruh dunia hanya menjadi saksi atas kebijakan tersebut. Oleh sebab itulah,
agenda kebijakan luar negeri akan membuat suatu negara memiliki pola hubungan
yang jelas dan spesifik dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Agenda kebijakan
luar negeri inilah yang mengarahkan hubungan suatu negara dengan negara lain
dalam rangka memenuhi agenda atau tujuan yang telah ditetapkan, tanpa
mempedulikan apakah tujuan tersebut bermanfaat atau merugikan bangsa lain.
Absennya kebijakan politik sama artinya dengan absennya hal-hal di atas. Jika
agenda kebijakan luar negeri merupakan faktor yang membuat suatu negara menjadi
unggul dan lebih kuat daripada negara-negara lainnya; atau dengan kata lain
menjadi negara yang memimpin, memelihara, dan mengarahkan semua urusan negara-
negara lain di seluruh penjuru dunia.
“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir
menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah
mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua
kekuatan kepunyaan Allah.” (QS. An Nisaa': 139)
Maka
sampai di sini muncul pertanyaan: apabila ideologi Islam beserta para
penganutnya diciptakan untuk menjadi yang terbaik dan terbesar, maka apakah
Islam telah mendefinisikan suatu kebijakan luar negeri? Apakah kaum Muslim
memilih untuk didominasi, ataukah sebaliknya, mesti mendominasi bangsa-bangsa
lainnya? Jika Islam, yang merupakan ideologi dari Allah Swt, dimaksudkan untuk
memelihara urusan umat manusia dengan memberikan kedamaian, keadilan, dan
petunjuk bagi setiap orang, maka apakah Islam menetapkan suatu kebijakan luar
negeri yang menjadi standar hubungan dengan umat-umat lainnya? Jika umat
Rasulullah Saw. diciptakan untuk menjadi pengawas seluruh umat manusia dan
bertanggung jawab atas segala urusannya, maka apakah akidah Islam telah menetapkan
suatu kebijakan luar negeri? Jika umat Islam merupakan satu kesatuan umat di
antara umat-umat yang ada di dunia, lalu bagaimana bentuk hubungan antara umat
Islam dengan banga-bangsa lainnya? Apakah Islam telah menjelaskan bentuk
hubungan yang harus dianut oleh kaum Muslim? Memang demikianlah halnya; dan
segala puji hanya bagi Allah Swt yang telah menurunkan ideologi Islam kepada
Nabi terakhir, Rasulullah Muhammad Saw.
“Adapun kaum 'Aad maka mereka menyombongkan diri di muka
bumi tanpa alasan yang benar dan berkata: "Siapakah yang lebih besar
kekuatannya dari kami?" Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa
Allah Yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka?
Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami.” (QS. Fushshilat:
15)
Ideologi
Islam memang telah menetapkan sebuah kebijakan luar negeri. Atas dasar
kebijakan luar negeri itu umat Islam menyusun pola hubungan dengan
bangsa-bangsa lainnya di dunia dan negara-negara yang mewakili kepentingan
mereka, persis sebagaimana negara-negara terkemuka saat ini. Bahkan dengan
kebijakan luar negeri tersebut, maka umat islam bukan hanya menjadi salah satu
umat terkemuka, tetapi menjadi satu-satunya umat terkemuka di dunia. Selama
lebih dari tiga belas abad kaum Muslim menjadi umat terkemuka di dunia. Negara
Khilafah merupakan negara yang paling kuat di dunia; mereka sempat menduduki
posisi sebagai negara nomor satu sedunia. Kehadiran negara Khilafah dalam
kancah perpolitikan dunia merepresentasikan keberadaan kebijakan luar negeri
negara Islam, yang diaplikasikan secara praktis melalui dakwah dan jihad kepada
seluruh umat manusia di dunia.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al
Hadiid: 25)
Maka
ke manapun kebijakan luar negeri tersebut diarahkan, manusia akan
berduyun-duyun bernaung di bawah negara Khilafah, dan mendapatkan keamanan dan
perlindungan darinya. Ada dua faktor yang membuat kaum Muslim dan Islam -din
al-Haq- memperoleh keberhasilan dalam kancah perpolitikan internasional.
Pertama, karena kaum Muslim memahami makna dakwah Islam; dan yang Kedua, karena
mereka menyadari sepenuhnya arti pentingnya jihad yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari upaya mengemban Islam ke seluruh dunia. Dengan menggabungkan
kedua konsep Islam ini, maka mereka menjadi umat yang terkemuka sekaligus
sebagai pemelihara di dunia. Tidak ada umat lain yang dapat merebut kedudukan
ini, karena kaum Muslim memiliki kekuatan militer yang sangat tangguh.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath: 29)
Lebih
jauh lagi, tidak ada pihak-pihak di luar Islam yang mampu mengalihkan pandangan
umat manusia dari keadilan sistem Islam. Islam tersebar luas dengan cara yang
luar biasa; keberhasilannya sungguh mengagumkan, sekalipun sarana komunikasi
yang tersedia waktu itu hanyalah pena, dan sarana transportasi yang ada baru
sebatas hewan tunggangan. Para penguasa, para pemimpin, dan para raja
mengetahui perkembangan yang sangat luar biasa dari negara Islam. Mereka pun
dapat merasakan kekuatannya. Terbongkarnya sistem pemerintahan mereka yang
keliru kini tidak lagi bisa dihindarkan. Penindasan, kesengsaraan, dan
penjajahan atas rakyat mereka sendiri akhirnya berhadapan dengan sistem
alternatif yang jauh lebih unggul.
“Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal:
"Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang
besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah. Maka jika kamu patuhi
(ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika
kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan
mengazab kamu dengan azab yang pedih."” (QS. Al Fath: 16)
Sistem
ini mampu menarik hati rakyat mereka, dan dapat diterima dengan senang hati.
Dengan demikian, cengkeraman penguasa dan raja-raja kufur itu terhadap
rakyatnya dapat dilepaskan, dan diganti dengan sistem Islam dan kekuasaan kaum
Muslim. Tidak ada, dan tidak akan pernah ada sistem yang mampu mengimbangi
keunggulan sistem Islam. Dalam sebuah hadits- nya, Rasulullah Saw. bersabda:
Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya.
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di
dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta
mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya
(kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya
Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di
dalam Jahannam,” (QS. An Nisaa': 140)
Salah
seorang penulis berkebangsaan Prancis, Count Henry Decastri menulis dalam
bukunya yang berjudul 'Islam' pada tahun 1896 sebagai berikut: 'Aku tidak bisa
membayangkan apa yang akan dikatakan kaum Muslim jika mereka mendengar
kisah-kisah yang ada di Abad Pertengahan, dan memahami apa yang dikatakan para
orator Kristen dalam kidung-kidung mereka. Seluruh kidung-kidung mereka.
Seluruh kidung –termasuk kidung yang muncul sebelum abad ke-12– bersumber pada
satu konsep yang merupakan penyebab timbulnya Perang Salib. Kidung-kidung ini
penuh berisi kebencian terhadap kaum Muslim akibat ketidaktahuan mereka
terhadap agama Islam. Sebagai akibat dari kidung dan lagu-lagu ini, kebencian
terhadap agama tersebut (Islam) mengendap dalam benak masyarakat, kesalahpahaman
terhadap Islam mengakar kuat, hingga masih ada yang terbawa hingga saat ini.
Setiap orang menganggap bahwa kaum Muslim adalah orang-orang musyrik
(politheis), kafir, penyembah berhala, dan pengkhianat’.
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada
Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat
deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa."” (QS. Huud: 52)
dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah", terjemah al-Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar