Pertama: Ayah
Awal mula terbentuknya sebuah keluarga adalah kedua orangtua, tepatnya ayah dan ibu. Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan kaum laki-laki yang telah cukup umur dan merasa siap baik secara ilmu maupun material untuk menikah. Dan Islam mencela laki-laki yang mampu tapi membujang. Bahkan, Islam mewajibkan kepada para ayah yang berkecukupan untuk menikahkan putranya, dan menolong dia dalam membangun sebuah rumah baru dan keluarga baru.
Islam mengatakan bahwa menikah merupakan sunnah nabi Muhammad Saw.
sehingga, seorang muslim tidak dapat mengelak dari hal tersebut. Dan senadainya
ia melakukan hal tersebut maka ia dianggap sebagai seorang yang kurang agamanya.
Para ulama hadits yang dipimpin oleh imam Bukhari dan Muslim dengan
mempergunakan sanad yang shahih mengatakan bahwasanya nabi Muhammad Saw. berkata: “Nikah adalah sunahku.
Maka, barangsiapa yang mencintai fitrahku maka hendaklah melakukan sunnahku.
Dan barangsiapa yang membencinya maka ia bukanlah bagian dari golonganku.” [HR. Muttafaq Alaihi]
Islam telah mengajak para pemuda untuk menikah, agar mereka menjadi
orangtua yang memiliki keturunan. Karena pernikahan dan anak merupakan hal-hal
yang dapat memberikan kesenangan dan kebahagiaan bagi manusia di dunia. Mereka
adalah cahaya kebahagiaan di dunia. Mereka juga dapat dijadikan tabungan untuk
menolong kita di akhirat nanti.
Dalam sunnah nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dn Muslim dengan sanad mereka masing-masing dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa yang telah mampu menikah, maka menikahlah. Karena hal tersebut akan lebih baik untuk menjaga pandangan mata dan
kemaluan kalian. Dan barangsiapa yang belum memiliki kemapuan untuk menikah
maka hendaknya ia melakukan puasa. Karena puasa adalah tali kekanga.”
Dan diriwayatkan dari Tirmidzi dengan sanadnya dari Abdullah bin Mas’ud ra. ia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah Saw., dan pada waktu itu
kami adalah para pemuda yang belum memiliki kemampuan apa-apa. Maka, Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai para pemuda, menikahlah kalian. Karena menikah akan
menjaga pandangan dan kemaluan kalian. Dan barangsiapa yang belum memiliki kemampuan untuk menikah maka hendaknya ia melakukan puasa. Karena puasa adalah tali kekang.”
Kedua hadits di atas memiliki perintah yang jelas dari Rasulullah Saw. yang ditujukan bagi orang-orang yang telah memiliki kemampuan untuk
menikah dan membentuk sebuah biduk rumah tangga. Dan kemampuan dalam menikah seperti hidup seatap sebagai suami istri, memberikan nafkah dan
bertanggung jawab atas seluruh anggota keluarga.
Kemudian nabi juga menyempurnakan ucapannya dengan mengatakan bahwa untuk
menciptakan sebuah keluarga yang sempurna seorang perempuan harus mencari suami
yang memiliki sisi keagamaan yang kuat, akhlaknya mulia dan terpercaya. Dan
jika tidak, keluarga yang baru mereka bangun tersebut akan tergiring ke arah
yang tidak benar.
Disebutkan dalam sunnah nabi yang diriwayatkan dari Tirmidzi dengan
sanadnya dari Abu Hatim al Mazni ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Seandainya datang kepada kalian (para wali) laki-laki yang baik
agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah
mereka. Seandainya kalian tidak melakukan hal tersebut maka kalian akan
menemukan bahaya dan kehancuran di
bumi.”
Maka, dalam hadits ini Rasulullah Saw. memberikan ciri-ciri
yang baik untuk dipilih kaum perempuan muslimat sebagai suaminya kelak. Dalam
hadits tersebut dikatakan bahwa mereka harus memiliki dua sifat, yaitu: agama
dan akhlak.
Yang dimaksud dengan memiliki agama adalah laki-laki tersebut harus
benar-benar konsekuen dalam menjalankan agamanya. Dan
semuanya itu harus terealisasikan dalam ucapan, pekerjaan, amalan luar dan
dalamnya. Bagaimana laki-laki tersebut harus menghormati dan memuliakan
agamanya. Dan kesetiaannya kepada Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman.
Dan yang dimaksud dengan laki-laki yang berakhlak mulia adalah laki-laki
yang telah mengajak manusia kepada Islam dan menjauhkan diri dari hal-hal yang
tercela dan dilarang. Dan akhlak orang tersebut akan dianggap sebagai akhlak
yang sempurna ketika ia mampu meneladani akhlak Rasulullah Saw.
karena Rasulullah sendiri telah disebutkan memiliki akhlak al Qur’an sebagaimana yang disebutkan oleh
Ummul Mukminin, Aisyah ra. ketika ditanya tentang
akhlaknya. Maka, ketika itu Aisyah menjawab: “Akhlaknya seperti al Quran.”
Kriteria bahwa seorang laki-laki telah siap untuk menikah tidak hanya
dilihat dari kesiapannya secara materi saja. Akan tetapi, dapat dilihat dari
akhlak dan perilakunya juga. Dan beberapa keluarga yang memaksa anggota
keluarganya untuk menolak yang tidak memiiki agama dan akhlak, berarti ia telah
memiliki peran yang sangat besar dalam membangun akhlak seorang pemuda dan
mendorong mereka untuk beragama secara baik dan benar. Dari sini, kita dapat
menyimpulkan bahwa satuan ajaran Islam memang akan saling membantu dan terkait
antara yang satu dengan yang lainnya.
Dan begitulah, inilah posisi Islam yang memerintahkan kaum laki-laki untuk
menikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar