Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 14 Oktober 2014

Kekuasaan AS dan Inggris terhadap Timur Tengah



9.         Kudeta dan kudeta balasan telah menjerat politik Timur Tengah ke dalam racun persaingan Barat, segera setelah PD II. AS menempatkan Husni Zaim di Syria pada tanggal 30 Maret 1949. Miles Copeland, yang sudah memimpin berbagai operasi CIA di wilayah Teluk, menggambarkan, ‘Jika Anda tidak dapat mengubah permainannya, ubahlah pemainnya’ [Miles Copeland, ‘The Game of Nations’, 1969, hal. 28]. Tahun 1958, AS melakukan intervensi di Libanon dengan mengirim angkatan laut dan pasukan marinir untuk mempertahankan apa yang disebut sebagai ‘stabilitas’; sebuah eufemisme untuk menyebut pengaruh AS di wilayah tersebut. AS kembali melakukan intervensi terhadap masalah Libanon pada tahun 1983, dengan mengirim pasukan marinir ke daerah konflik yang ditimbulkan oleh persaingan imperial. Perang Teluk tahun 1991 bisa dikatakan sebagai aksi militer terbesar yang dilakukan AS di Timur Tengah. Hal itu bahkan memfasilitasi pendudukan militer dalam segala hal di mana AS memperkokoh keberadaan basis militer sambil mengamankan pendudukan baru di Arab Saudi, Qatar, dan Kuwait. Anthony Cordesman, Ketua Strategi di Pusat Kajian Strategis dan Internasional (Chair for Strategy at the Center for Strategic and International Studies), mengungkapkan fundamentalisme kolonial AS, Satu dekade silam, di bawah Presiden Bush senior, kami mengangkat krisis kebijakan luar negeri yang utama di Timur Tengah dengan posisi yang paling menguntungkan yang pernah kami dapatkan sejak Perang Dunia II’ [Anthony H Cordesman, ‘Iraq and America’s Foreign Policy Crisis in the Middle East’, 1 Maret 2001]. Suatu keuntungan yang dinikmati oleh para pemimpin militer, seperti yang tanpa ragu-ragu digambarkan oleh Brigadir Jenderal William Looney, ‘Mereka mengetahui bahwa kita menguasai negara mereka… Kita mendikte cara bicara dan cara hidup mereka. Dan itulah hal terhebat tentang AS sekarang ini. Itu hal yang bagus, khususnya ketika di sana ada banyak sekali minyak yang kita butuhkan’ [Dr. Eric Herring, ‘Iraq: the Realities of Sanctions and the Prospects for War’, October 2002].

10.     Karena itu, kekuasaan AS dan Inggris terhadap Timur Tengah bukan hanya dibentuk oleh penaklukkan, tetapi juga dicirikan oleh kekejian, sesuatu yang sudah teramat familiar bagi rakyat Irak. Tahun 1919, rakyat Irak dicekam ketakutan akan gas mustard dan sekarang ini pesawat tempur AS dan Inggris melanjutkannya dari tempat yang ditinggalkan para pendahulu mereka, menggunakan maksim Harris ‘Pembom’, menjatuhkan ‘sebuah bom di setiap desa yang banyak omong’ [Martin Wrollacott, ‘Getting the Dosage Right’, Guardian 19 Januari 1993]. Kebiadaban seperti itu merupakan hakikat kolonialisme Barat dan tidakkah mengherankan ketika Presiden Bush mengadopsi cara-cara Winston Churchill, yang baru-baru ini dianggapnya sebagai negarawan panutan. ‘Dia adalah orang yang secara aktif mendorong penggunaan gas mustard dan memberikan sanksi kepada pilot-pilot Inggris yang menembaki secara brutal anak-anak dan wanita Irak ketika mereka melarikan diri dari rumah karena belum membayar pajak [David Omissi., ‘Baghdad and British Bombers’ Guardian, 19 Januari 1991]. Saat itu Sunday Times menulis, ‘Kita membunuh sekitar 10 ribu orang Arab di awal musim panas ini. Kita tidak bisa berharap mempertahankan jumlah sebanyak itu’ [Elie Kedourie, ‘England & the Middle East, the Destruction of the Ottoman Empire 1914-1921’].

11.     Churchill sendiri mengakui kebiadaban nafsu kolonialisme Barat di Irak dengan mengatakan, ‘Tidak diragukan lagi bahwa kami adalah orang-orang yang sangat kejam’ [Mark Curtis., ‘The Great Deception Anglo-American Power & World Order’., 1998, hal. 136]. Bahkan ketika mantan Menteri Luar Negeri AS, Madeline Albright, ditanya apakah kematian setengah juta anak-anak di Irak merupakan sanksi yang setimpal bagi Irak, dengan tenang dia menjawab, ‘Saya pikir ini merupakan pilihan yang sangat sulit, tapi kami pikir memang setimpal’ [Wawancara Lesley Stahl dengan Madeline Albright di televisi CBS, 1996]. Kekejaman seperti itulah yang kemudian menyebabkan Koordinator Kemanusiaan PBB di Irak, Denis Halliday, mengundurkan diri. Ia mengatakan, ‘Saya mengundurkan diri karena kebijakan sanksi ekonomi itu benar-benar menyengsarakan. Kita sedang berada dalam proses penghancuran masyarakat secara keseluruhan…. Saya diberi mandat untuk menjalankan kebijakan yang akan termasuk ke dalam pengertian genosida; suatu kebijakan yang secara efektif telah membunuh lebih dari satu juta anak dan orang dewasa’ [Dr. Eric Herring, ‘Iraq; the Realities of Sanctions and the Prospects for War’, October 2002]. Bisa jadi pembenaran moral atas kejahatan Barat terlihat dalam pandangan para pengambil kebijakan Inggris yang menggambarkan orang Irak sebagai orang-orang yang ‘kejam, kasar, dan suka berkuasa’ [Louis, ‘The British Empire in the Middle East’, hal. 159]. Atau mungkin pandangan mantan Duta Besar Inggris di Iran dapat memberikan sedikit pencerahan, ia mengatakan, ‘orang yang berpikiran primitif lebih mudah memeluk Islam dengan lima kewajibannya yang simpel itu [Ibid, hal. 60].

12.     Terlihat adanya paradoks ketika para ideolog Barat mengaku dirinya sebagai pembebas, padahal pemerintahan mereka, bukan hanya di Timur Tengah tetapi juga di dunia, tidak memiliki apapun kecuali kebijakan keji yang dirancang untuk orang-orang yang dijajah. Bagaimanapun juga harus diperhatikan bahwa para politisi Barat menjadi sangat bersungguh-sungguh terhadap ideologi mereka karena inilah realita kapitalisme. Bahkan mereka sangat bangga akan peninggalan yang mereka wariskan, seperti yang tanpa malu-malu diungkapkan Blair, ‘Inggris telah menjadi kekuatan utama di dunia selama beberapa abad’ dan ‘tak ada satupun patriotis Inggris yang rela melepaskan status itu’ [Mark Curtis., ‘The Great Deception Anglo-American Power & World Order’., 1998, hal. 49]. Bahkan prinsip ‘membangun bangsa (nation building)’ tidak mengalami perubahan sejak abad ke-19. Ketika Mesir mengembangkan industri tekstilnya pada tahun 1830-an, pada saat yang sama Eropa sedang mengalami revolusi industri. Eropa mencoba mencegah industrialisasi di dunia Islam. Pada tahun 1817 konsul Perancis memperingatkan, ‘Pabrik-pabrik sutera yang didirikan di Mesir akan menghantam sutera Italia, dan bahkan sutera kita’ [Noam Chomsky., ‘World Orders, Old and New’., 1998, hal. 117]. Inggris pun ‘tidak menghendaki adanya sebuah negara merdeka baru di Mediterania, negara yang secara ekonomi dan militer memiliki kekuatan yang membuatnya mampu memantau kemajuannya di daerah itu dan Teluk Persia’ [ibid]. Oleh karena itu Inggris berkonspirasi untuk mencegah kemajuan ekonomi dan industrialisasi di Mesir dengan mengirimkan angkatan lautnya ‘untuk menghancurkan usaha Mesir memperjuangkan kemerdekaan dan perkembangan ekonomi’ [ibid], sesuatu yang terus-menerus dilakukan Barat sebagaimana terbukti di Irak. Economist mengatakan, ‘Negara kesejahteraan Irak sampai saat ini merupakan salah satu negara yang paling komprehensif dan murah hati di dunia Arab’ [Dr. Eric Herring, ‘Iraq; the Realities of Sanctions and the Prospect of War’, October 2002]. Namun sebagai bangsa yang menyombongkan diri dengan konsep negara kesejahteraannya, Barat telah membebankan utang kepada Irak sebesar US$ 200 juta dengan bunga berlipat ganda, yang membuat Irak berada berdampingan dengan Rwanda dalam rasio utang terhadap ekspor. Hal itu membuat orang-orang Irak akan memiliki utang selama beberapa generasi ke depan. Konsep ‘masyarakat bebas’ telah mengurangi status Irak atas apa yang disampaikan PBB dalam laporan tahun 1991 sebagai, ‘hasil yang terungkap dari infrastruktur ekonomi dari masyarakat yang, hingga Januari 1991, terkena dampak urbanisasi dan mekanisasi… Untuk beberapa lama peringkat Irak akan seperti negara masa pra-industri’.

DownloadBuku SENJATA PEMUSNAH MASSAL DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI KOLONIALIS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam