Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 21 November 2013

KEWAJIBAN MENETAPKAN HUKUM DENGAN SYARIAT ALLAH

KEWAJIBAN MENETAPKAN HUKUM DENGAN SYARIAT ALLAH




MENETAPKAN HUKUM DENGAN SYARIAT ALLAH

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’:65)

Menetapkan hukum sesuai sistem Allah dan Syariat-Nya merupakan keharusan dan tidak bisa hanya dijadikan pilihan saja. Sebab yang ada hanyalah iman dan tidak beriman. [Sayyid Quthb: fii Dhilalil Qur’an jilid 1 hal.132]

Kaitan antara ayat ini dengan ayat sebelumnya sangat jelas. Ayat ini datang setelah perintah mematuhi Allah dan Rasul-nya Saw. dan mengembalian urusan kepada Allah dan rasul ketika terjadi perselisihan. Kemudian penafi’an iman bagi orang yang mengaku beriman namun tidak rela untuk menetapkan hukum dari Allah dan Rasul-Nya. Ayat ini datang untuk menegaskan makna ayat yang sebelumnya tersebut dengan penetapan yang mantap dan gambaran yang kuat.

Seolah dikatakan: ”Mereka tunduk kepada keputusanmu dengan ketundukan pasti yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya.” [Tafsir an-Nasafi jilid 1 hal.234]

Hadits dari Urwah bin Zubair yang berkata: Zubair bertengkar dengan seorang lelaki kaum anshar tentang sebuah aliran air. Maka Rasulullah bersabda: “Berilah air wahai zubair kemudian berikan air itu ke tetanggamu.” Lalu sahabat Anshar itu berkata: ”wahai Rasulullah, apakah karena Zubair sepupu anda?.” lantas wajah Rasulullah Saw. berubah warna kemudian beliau bersabda: “Kamu wahai Zubair yang mengairi, kemudian tahanlah air sampai menuju ke tembok kemudian berikan air itu kepada tetanggamu.” Zubair berkata: ”Saya melihat bahwa ayat ini turun tentang masalah tersebut.” [Sahih Bukhari ”fathul bari” jilid 8 hal.254 kitab attafsiir bab falaa warabbika]

”Ayat ini dengan jelas memberikan batasan syarat iman dan batasan Islam, yaitu berhukum kepada Syariat Allah yang terdapat dalam kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw. Ini adalah perkara yang diakui oleh Allah sendiri dan Dia bersumpah terhadapnya dengan Dzat-Nya yang Maha Tinggi.
Tidak ada keraguan bahwa maksud dari Rasulullah menerapkan adalah menerapkan Syariat Allah dan sistem-Nya dalam kehidupan beliau dan setelah beliau wafat.
…Maka hendaknya umat Islam melihat di manakah posisi mereka dalam hal Islam dan di manakah posisi mereka dalam hal iman?.” [Sayyid Quthb: Fii Dhilalil Qur’an jilid 2 hal.696]

Dan tidakkah patut bagi laki-laki mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan mu'minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzaab:36)

“Tidak ada pilihan bagi mukmin lelaki dan wanita ketika Allah dan Rasulullah telah menetapkan keputusan. Keputusan Allah itulah yang harus diikuti. Apa yang dimaksudkan Rasulullah Saw. itulah yang benar. Barangsiapa menentang Allah dan Rasul dalam sesuatu hal maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. Sebab Allah-lah yang mengatur, dan Rasulullah yang menunjukkan dan menjadi perantara. Maka barangsiapa yang meninggalkan orang yang mengatur dan tidak mendengar perkataan orang yang menunjukkan, maka ia benar-benar telah sesat.” [Fakhrurrazi, Mafatihul Ghaib jilid 12 hal.596]

Ibnu Katsir, setelah menyebutkan sebab turunnya ayat itu dan menyebutkan kisah Zaid bin Haritsah dan Ummul Mukminin Sayyidah Zainab binti Jahsy ra., beliau berkata: ”Ayat ini umum dalam segala perkara. Yaitu jika Allah dan Rasulullah telah menetapkan keputusan maka seseorang tidak boleh melanggarnya. Tidak ada seorangpun setelah firman Allah dan sabda Rasulullah yang berhak memilih, berpendapat atau berkata. Karena itulah Allah memperkeras jika ada seseorang yang melanggar ketentuan-Nya dan keputusan Rasul-Nya. Maka setelah itu Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata”, seperti firman Allah: ”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih -QS.An-Nuur:63.

Allah telah menyempurnakan akidah dan Syariat Islam ini. Maka tidak boleh lagi seorang mukmin mengatakan bahwa dalam agama ini terdapat kekurangan yang memerlukan penyempurnaan, kekurangan yang memerlukan penambahan. Atau mempunyai konsep Islam yang berubah sesuai tempat atau zaman tertentu yang harus berubah mengikuti perkembangan zaman. Allah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu”-QS.al-Maidah:3.

Tentang ayat itu, Imam Ibnu Katsir berkata: Ini merupakan nikmat Allah terhadap umat Islam yang terbesar, sebab Allah telah menyempurnakan agama Islam bagi mereka sehingga mereka tidak memerlukan kepada agama selain Islam dan kepada Nabi selain Nabi mereka. Karena itulah, Allah menjadikan Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir dan mengutus beliau kepada manusia dan jin. Maka tidak ada halal kecuali apa yang dihalalkan Allah, dan tidak ada keharaman kecuali yang diharamkan Allah, serta tidak ada agama kecuali apa yang diSyariatkan Allah.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah “Dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu”: Maksudnya bersikaplah rela akan Islam bagi diri kalian, sebab Islam adalah agama yang dicintai Allah dan diridhai-Nya. Dengan Islam itu beliau mengutus Rasul yang mulia yang paling utama, dan dalam Islam itulah Allah menurunkan kitab-Nya yang paling mulia.” [Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 hal.13]

Imam Bukhari meriwayatkan hadits mengenai penafsiran ayat ini. Beliau berkata: “Kaum Yahudi berkata kepada Umar: Kalian membaca sebuah ayat yang jika ayat itu turun kepada kita, maka kita akan menjadikannya sebagai hari raya. Maka Umar berkata: Saya sungguh mengetahui ketika ayat itu diturunkan, di mana turunnya dan di manakah Rasulullah saat ayat itu turun, yaitu di padang Arafah. Dan saya, demi Allah juga berada di padang Arafah.” [Sahih Bukhari, jilid 8 hal.270, kitab tafsir bab alyauma akmaltu lakum diinakum, dari Thariq bin syihab ra.]

Dalam kitab Alhukuumah alIslamiiyah, Abul A’la Al-maududi [Abul a’la almaududi, dilahirkan pada tahun 1903 M di kota Urank Abad di India. Beliau adalah pendiri sebuah jama’ah Islam di sana. Kehidupannya penuh dengan perjuangan. Beliau wafat pada tanggal 12 september 1979 M] berkata:
“Tuntutan untuk kembali kepada sistem Allah dan Syariat-Nya timbul dari perasaan yang kuat bahwa jika seorang Muslim tidak mengikuti peraturan Allah, maka pengakuan keIslamannya batal dan tiada berarti.
Inilah argumentasai Al-Qur’an karim tentang pernyataan tersebut:
1. Al-Qur’an ul-karim menyebutkan bahwa Allah adalah pemilik kerajaan. Oleh karenanya Dialah yang berhak memutuskan perkara dan membuat perundangan. Al-Qur’an juga menetapkan bahwa menjalankan perintah orang selain Allah (menyalahi Syariah) atau hukum selain hukum Allah di muka bumi Allah, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah dan merupakan kebatilan dan pengingkaran yang nyata.
Yang benar, seorang hakim (termasuk pemimpin yaitu Khalifah, ed.) menghukumi dengan peraturan Allah dan memerincikan perkara dengan Syariat Allah dalam kaitan hakim sebagai khalifah Allah dan wakil Allah di muka bumi. Allah berfirman:
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.”(QS.Ali-Imran:26)
Allah berfirman:
Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempuyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebenar-benarnya.”(QS.Al-Israa’:111)
Allah berfirman:
Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka keputusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS.Al-Mu’min:12)
Allah berfirman:
Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Kahfi:26)
2. Berdasarkan hal ini, maka Allah telah mencabut hak penghalalan dan pengharaman, sebab manusia merupakan makhluk dan hamba yang diatur. Tugasnya terfokus kepada mengikuti peraturan yang ditetapkan pemilik kerajaan. Allah berfirman:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ‘ini halal dan ini haram’, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.”(QS.An-Nahl:116)
3. Allah menegaskan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an sebagai sistem agar manusia berhukum dengannya di muka bumi. Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.”(QS.An-Nisa’:105)
Allah juga berfirman:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”(QS.al-Maaidah:49)
4. Segala sesuatu yang muncul dari perbuatan dari arah mana saja yang berlandaskan syariat lainnya yang bukan Syariat Allah, maka batal dan tidak bernilai. Allah berfirman:
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”(QS.Al-Kahfi 103-104)
Ini adalah teks Kitabullah yang muhkam (pasti arahnya). Dan inilah akidah yang merupakan pusat pemikiran, sistem, moral serta aturan Islam dalam kehidupan sosial. Umat Islam tidak mungkin sampai kepada iman yang sempurna tanpa menjalankan aturan dan Syariat Allah dan menerapkannya dalam segala perbuatan yang kecil dan besar yang berkaitan dengan urusan kehidupan mereka.” [Abul A’laa al-Maududi, alhukuumah alIslamiyyah hal.20 dan selanjutnya]

KEWAJIBAN MENETAPKAN HUKUM DENGAN SYARIAT ALLAH

DOWNLOAD BUKU: MEMENUHI KEWAJIBAN UMAT MERAIH KEJAYAAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam