Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 17 April 2013

Cara Membasmi Korupsi

Cara Membasmi Korupsi



Metode Mengatasi Korupsi

{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}

III. SOLUSI ISLAM DALAM MENGATASI KEBOBROKAN BIROKASI
     
     Pemerintahan yang bersih dan baik, dengan kata lain, birokrasi yang bersih dan baik, haruslah dibangun secara sistematis dan terus menerus. Pola pikir yang dikotomis, apakah upaya membangun pribadi yang baik atau upaya membangun sistem yang baik, ibarat memilih telur atau ayam yang harus didahulukan. Pola pikir yang demikian ini tidaklah tepat, karena memang tidak bisa memisahkan antara kedua sisi ini. Individu yang baik tidak mungkin terproduksi massal dari sebuah sistem yang buruk, demikian pula sistem yang baik, tidak akan berarti banyak bila dijalankan oleh orang-orang yang korup.

Yang harus dilakukan adalah membina masyarakat secara terus menerus agar menjadi individu yang baik, yang menyadari bahwa pemerintahan yang baik hanya dapat dibangun oleh orang yang baik dan sistem yang baik. Masyarakat juga terus menerus disadarkan,  bahwa hanya sistem terbaiklah, yang bisa memberi harapan bagi mereka, menjamin keadilan, melayani dengan keikhlasan dan melindungi rakyatnya. Rakyat juga harus disadarkan, bahwa para pemimpin haruslah orang yang baik, jujur, amanah, cerdas, profesional serta pembela kebenaran dan keadilan Islam. Masyarakat juga perlu disadarkan bahwa sistem yang baik dan pemimpin yang baik tidak bisa dibiarkan menjalankan pemerintahan sendiri, mereka harus terus dijaga, dinasehati, diingatkan dengan cara yang baik.

1.   Kesempurnaan Sistem
Kesempurnaan sistem Islam terlihat dari aturan yang jelas tentang penggajian, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan, kewajiban pemimpin untuk menjadi teladan, sistem hukum yang sempurna. Sistem penggajian yang layak adalah keharusan. Para pejabat adalah pengemban amanah yang berkewajiban melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya.

Untuk menjamin profesionalitas aparat negara Khilafah, maka mereka sesudah diberi penghasilan yang cukup, sekaligus dilarang untuk mengambil kekayaan negara yang lain. Guna mencegah terjadinya abuse of power, Khalifah Umar bin Khattab misalnya, melarang para pejabat berdagang. Umar memerintahkan  kepada semua pejabat agar berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya, dan sekaligus menjamin seluruh kebutuhan hidup aparat negara dan keluarganya. Seorang guru anak-anak, diberi gaji 15 dinar (63,75 gram emas) tiap bulannya oleh Umar. Artinya, misal harga emas Rp75.000/gram, sang guru bisa mendapat gaji Rp. 4.781.250 perbulan pada masa sekarang ini. Padahal gaji guru anak-anak (TK-SD) di negeri kita saat ini berkisar antara tiga ratus ribu sampai satu juta. Dan ini terjadi lebih dari 14 abad yang lalu.

     Sistem Islam juga melarang aparat negara menerima suap dan hadiah/hibah. Suap adalah harta yang diberikan kepada seorang penguasa, hakim, atau aparat pemerintah lainnya dengan maksud untuk memperoleh keputusan mengenai suatu kepentingan yang semestinya wajib diputuskan olehnya tanpa pembayaran dalam bentuk apapun. Setiap bentuk suap, berapapun nilainya dan dengan jalan apapun diberikannya atau menerimanya, haram hukumnya. Allah SWT SWT berfirman:

﴿وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ﴾

Dan janganlah ada sebagian kalian makan harta benda sebagian yang lain dengan jalan batil, dan janganlah menggunakannya sebagai umpan (untuk menyuap) para hakim dengan maksud agar kalian dapat makan harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian mengetahui (hal itu).” (QS. Al Baqarah [2]; 188)

Rasulullah SAW juga melarang praktek suap ini.

»لَعَنَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشِ بَيْنَهُمَا«

Rasulullah SAW melaknat penyuap, penerima suap dan orang yang menyaksikan penyuapan.” (HR. Ahmad, Thabrani, Al-Bazar dan Al-Hakim)

     Adakalanya suap diberikan dengan maksud agar pejabat yang bersangkutan tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya. Suap jenis inipun amat dihindari oleh para Sahabat Nabi SAW. Rasulullah SAW pernah mengutus Abdullah bin Rawahah ke daerah Khaibar (daerah Yahudi yang baru ditaklukkan kaum muslimin) untuk menaksir hasil panen kebun kurma daerah itu. Sesuai dengan perjanjian, hasil panen akan dibagi dua dengan orang-orang Yahudi Khaibar. Tatkala Abdullah bin Rawahah tengah bertugas, datang orang-orang Yahudi kepadanya dengan membawa perhiasan yang mereka kumpulkan dari istri-istri mereka, seraya berkata; “perhiasan itu untuk anda, tetapi ringankanlah kami dan berikan kepada kami bagian lebih dari separuh”. Abdullah bin Rawahah menjawab ; “Hai kaum Yahudi, demi Allah SWT, kalian memang manusia-manusia hamba Allah SWT yang paling kubenci. Apa yang kalian lakukan ini justru mendorong diriku lebih merendahkan kalian. Suap yang kalian tawarkan itu adalah barang haram dan kaum muslimin tidak memakannya!” Mendengar jawaban itu mereka serentak menyahut ; “karena itulah langit dan bumi tetap tegak”

     Hadiah atau hibah adalah harta yang diberikan kepada penguasa atau aparatnya sebagi pemberian. Perbedaannya dengan suap, bahwa hadiah itu diberikan bukan sebagai imbalan atas suatu kepentingan, karena si pemberi hadiah telah terpenuhi keinginannya, baik secara langsung maupun melalui perantara. Hadiah atau hibah yang diberikan atas dasar pamrih tertentu, agar pada suatu ketika ia dapat memperoleh kepentingannya dari penerima hadiah/hibah, hadiah semacam ini diharamkan dalam sistem Islam. Rasulullah SAW bersabda:

«هَدَايَا الْحُكَّامِ سُحْتٌ وَهَدَايَا الْقُضَّاةِ كُفْرٌ»

 Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR. Imam Ahmad)

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda
Amma ba’du, aku telah mempekerjakan beberapa orang di antara kalian untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan Allah SWT kepadaku. Kemudian salah seorang dari mereka itu datang dan berkata; “ini kuserahkan kepada Anda, sedangkan ini adalah hadiah yang diberikan orang kepadaku.” Jika apa yang dikatakannya itu benar, apakah tidak lebih baik kalau ia duduk saja di rumah ayah atau ibunya sampai hadiah itu datang kepadanya? Demi Allah SWT, siapapun di antara kalian yang mengambil sesuatu dari zakat itu tanpa haq, maka pada hari kiamat kelak akan menghadap Allah SWT sambil membawa apa yang diambilnya itu.”

Hadits di atas menunjukan, bahwa hadiah pada umumnya diberikan orang kepada pejabat tertentu karena jabatannya. Seandainya ia tidak menduduki jabatan itu, tentulah hadiah itu tidak akan datang kepadanya.

     Penghitungan Kekayaan. Untuk menjaga dari perbuatan curang, Khalifah Umar menghitung kekayaan seseorang  di awal jabatannya sebagai pejabat negara, kemudian menghitung ulang di akhir jabatan. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, Umar memerintahkan agar menyerahkan kelebihan itu kepada Baitul mal, atau membagi dua kekayaan tersebut, separo untuk Baitul mal dan sisa separonya diserahkan kepada yang bersangkutan. Muhammad bin Maslamah ditugasi Khalifah Umar membagi dua kekayaan penguasa (gubernur) Bahrain, Abu Hurairah; penguasa Mesir, Amr bin Ash; penguasa Kufah, saad bin Abi Waqqash. Jadi, Umar telah berhasil mengatasi secara mendasar sebab-sebab yang menimbulkan kerusakan mental para birokrat. Upaya penghitungan kekayaan tidaklah sulit dilakukan bila semua sistem mendukung, apalagi bila masyarakat turut berperan mengawasi perilaku birokrat.

     Keteladanan pemimpin adalah langkah selanjutnya yang diharuskan sistem Islam.  Dalam sistem Islam, seorang calon pemimpin mengikuti proses seleksi yang sangat ketat dan panjang. Seseorang, tidak mungkin menjadi pemimpin di sebuah propinsi, tanpa melalui proses seleksi alamiah di tingkat bawahnya. Pola dasar yang memunculkan seorang pemimpin mengikuti pola penentuan seorang imam shalat. Seorang imam shalat adalah orang yang paling berilmu, shaleh, paling baik bacaan shalatnya, paling bijaksana. Seorang imam shalat adalah orang terbaik di lingkungan jamaahnya. Dari sinilah sumber kepemimpinan itu berasal. Pola ini secara alamiah, sadar atau tidak sadar, akan diikuti dalam penentuan kepemimpinan tingkat atasnya. Seorang khalifah (kepala negara) tentulah bersumber dari imam-imam terbaik yang ada di negara tersebut. Oleh karena setiap pemimpin merupakan orang terbaik di lingkungannya, maka dapat dipastikan mereka adalah orang yang kuat keimanannya, tinggi kapabilitas dan sekaligus akseptabilitasnya. Pemimpin seperti inilah yang akan menjadi teladan, baik bagi para birokrat bawahannya, maupun bagi rakyatnya.

     Penegakan hukum Islam merupakan aspek penting lainnya yang harus dijalankan dalam sistem Islam. Hukuman dalam Islam mempunyai fungsi sebagai pencegah. Para koruptor akan mendapat hukuman yang setimpal dengan tindak kejahatannya. Para koruptor kelas kakap, yang dengan tindakannya itu bisa mengganggu perekonomian negara, apalagi bisa memperbesar angka kemiskinan, dapat diancam dengan hukuman mati, di samping hukuman kurungan. Dengan begitu, para koruptor atau calon koruptor akan berpikir berulang kali untuk melakukan aksinya. Apalagi, dalam Islam, seorang koruptor dapat dihukum tasyir, yaitu berupa pewartaan atas diri koruptor. Pada zaman dahulu mereka diarak keliling kota, tapi pada masa kini bisa menggunakan media massa.
    
2.   Kualitas Sumber Daya Manusia
Sistem Islam menanamkan iman kepada seluruh warga negara Khilafah, terutama para pejabat negara Islam. Dengan iman, setiap pegawai Khilafah merasa wajib untuk taat kepada aturan Allah SWT. Orang beriman sadar akan konsekuensi dari ketaatan atau pelanggaran yang dilakukannya, karena tidak ada satupun perbuatan manusia yang tidak akan dihisab. Segenap anggota atau bagian tubuh akan bersaksi atas segala perbuatan kita. Allah SWT berfirman:

﴿حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوْهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُوْدُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ﴾

Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Fushshilat [41]; 20)

     Manusia memang menyangka bahwa Allah SWT tidak tahu apa yang mereka lakukan, termasuk tindakan korupsi yang disembunyikan. Hanya orang yang beriman saja yang yakin bahwa perbuatan seperti itu diketahui Allah SWT dan disaksikan oleh anggota/bagian tubuh kita yang akan melaporkannya kepada Allah SWT. Inilah pengawasan melekat yang sungguh-sungguh melekat.

﴿وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُوْنَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلاَ أَبْصَارُكُمْ وَلاَ جُلُوْدُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللهَ لاَ يَعْلَمُ كَثِيْرًا مِمَّا تَعْمَلُوْنَ (22) وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِيْ ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ﴾

kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu. Bahkan kamu mengira bahwa Allah SWT tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi” (QS Fushshilat [41]; 22-23)

     Dengan iman akan tercipta mekanisme pengendalian diri yang handal. Dengan iman pula para birokrat Khilafah, juga semua rakyat Negara Islam, akan berusaha keras mencari rizki secara halal dan memanfaatkannya hanya di jalan yang diridhai Allah SWT. Rasulullah SAW menegaskan, bahwa manusia akan ditanya tentang umurnya untuk apa ia manfaatkan, tentang masa mudanya ke mana ia lewatkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa, serta tentang ilmunya untuk apa ia gunakan. Bagi birokrat sejati, lebih baik memakan tanah daripada menikmati rizki haram.

     Motivasi positif ini kemudian akan mendorong mereka untuk secara sungguh-sungguh meningkatkan kualitas, kapasitas dan profesionalismenya. Karena hanya dengan kemampuan yang semakin tinggilah mereka bisa semakin mengoptimalkan pelaksanaan tugas mulianya sebagai aparat pemerintah Khilafah Islamiyah. Mereka menyadari bahwa tugas utama mereka adalah melayani rakyat Daulah Khilafah. Wajib atas mereka melaksanakan amanah itu dengan jujur, adil, ikhlas dan taat kepada aturan negara Islam, yang tidak lain adalah syariat Islam.

3.   Sistem Kontrol yang Kuat
Kontrol merupakan satu instrumen penting yang harus ada dalam membangun pemerintahan Islam yang bersih dan baik. Kontrol bukan saja dilakukan secara internal, oleh pemimpin Khilafah kepada bawahannya, melainkan juga oleh rakyat Khilafah kepada aparat negara Khilafah. Kesadaran dan pemahaman akan pentingnya kontrol ini, haruslah dimiliki oleh segenap pemimpin pemerintahan Islam, para aparat di bawahnya dan oleh segenap rakyat Daulah Islamiyah.

Semua orang harus menyadari bahwa keinginan untuk membangun pemerintahan Khilafah yang baik hanya dapat dicapai dengan bersama-sama melakukan fungsi kontrolnya. Dalam sejarah kepemimpinan pemerintahan Islam, tercatat, bagaimana Khalifah Umar bin Kattab telah mengambil inisiatif dan sekaligus mendorong rakyatnya untuk melakukan kewajibannya mengontrol pemerintah. Khalifah Umar di awal kepemimpinannya berkata: “apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskanlah aku walaupun dengan pedang” Lalu seorang laki-laki menyambut dengan lantang  “kalau begitu, demi Allah SWT, aku akan meluruskanmu dengan pedang ini.” Melihat itu Umar bergembira, bukan menangkap atau menuduhnya menghina kepala negara Khilafah.

Pengawasan oleh masyarakat akan tumbuh apabila masyarakat hidup dalam sebuah sistem yang menempatkan aktifitas pengawasan (baik kepada penguasa maupun sesama warga) adalah sebuah aktifitas wajib lagi mulia. Melakukan pengawasan dan koreksi terhadap penguasa hukumnya adalah wajib. Ketaatan kepada penguasa tidak berarti harus mendiamkan mereka. “Allah SWT telah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk melakukan koreksi kepada penguasa mereka. Dan sifat perintah kepada mereka agar merubah para penguasa tersebut bersifat tegas; apabila mereka merampas hak-hak rakyat, mengabaikan kewajiban-kewajiban rakyat, melalaikan salah satu urusan rakyat, menyimpang dari hukum-hukum Islam, atau memerintah dengan selain hukum yang diturunkan oleh Allah SWT”. (Taqiyuddin An-Nabhani; Sistem Pemerintahan Islam, Al-Izzah, terbitan 1996)
Allah SWT berfirman;

﴿وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ﴾

Hendaknya ada di antara kalian, sekelompok umat yang mengajak kepada kebaikan serta menyeru pada kema’rufan dan mencegah dari kemunkaran” (QS Ali Imran [3]; 104).

Dari Abi Sa’id Al Khudri yang menyatakan Rasulullah SAW bersabda:

»مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِساَنِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ اَضْعَفُ اْلإِيْماَنِ«

Siapa saja di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka dengan lisannya. Apabila tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim)

Dari Ummu ‘Atiyah dari Abi Sa’id yang menyatakan Rasululah SAW bersabda:
»أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ اِلَى حَاكِمٍ ظاَلِمٍ«

Sebaik-baik jihad adalah (menyatakan) kata-kata yang haq di depan penguasa yang dlalim” (HR. Ahmad)

»سَيِّدُ الشُّهَداَءِ حَمْزَةٌ وَرَجُلٌ قاَمَ اِلَى حَاكِمٍ ظاَلِمٍ يُنَصِّحَهُ َقَتَلَهُ«

Penghulu para syuhada adalah Hamzah, serta orang yang berdiri di hadapan seorang penguasa yang dzalim, lalu memerintahkannya (berbuat makruf) dan mencegahnya (berbuat munkar), lalu penguasa itu membunuhnya” (HR. Hakim dari Jabir)

Hadits ini merupakan bentuk pengungkapan yang paling tegas, yang mendorong agar berani menanggung semua resiko, sekalipun resiko mati, dalam rangka melakukan koreksi terhadap para penguasa, serta menentang mereka yang dzalim itu.

IV. PENUTUP

     Membangun pemerintahan yang bersih dan baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia akan menggerakkan segenap aspek kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Dia juga membutuhkan dukungan dari segenap aparat pemerintahan, masyarakat dan sistem yang baik, yaitu sistem Islam. Hanya dengan pemilihan akan sistem yang terbaiklah, maka upaya membangun pemerintahan yang baik itu akan menemukan jalan yang jelas.

     Membangun pemerintahan yang baik (pemerintahan Khilafah Islam) bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia merupakan pekerjaan besar yang harus diawali dari pemahaman dasar atas visi dan misi pemerintahan Islam. Oleh karena itu, pilihan utama atas ideologi apa yang akan dijadikan landasan pembangunan pemerintahan, akan menentukan terbuka atau tidaknya harapan, bagi upaya penciptaan pemerintahan yang baik itu. Pemerintahan yang baik (Islami) hanya bisa dicapai, bila ideologi yang menjadi pilihan adalah ideologi yang paling benar, yaitu ideologi Islam. Di atas ideologi yang paling benar itulah, akan dibangun sistem yang baik dan individu-individu yang tangguh.

     Sistem Islam (syariat Islam) telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Kemampuannya bertahan hidup dalam rentang waktu yang demikian panjang (lebih 12 abad), meski dengan berbagai macam penyimpangan dan pengkhianatan oleh para penyelenggaranya, telah menegaskan kapabilitas sistem yang belum ada tandingannya sampai saat ini, dan hingga akhir jaman. Dengan begitu jawaban atas kebutuhan akan hadirnya pemerintahan yang baik itu adalah dengan menjadikan Islam sebagai Ideologi dan syariat Islam sebagai aturan kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan. Dengan syariat Islam itulah kita membangun pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus mencetak aparat pemerintahan Khilafah yang handal.
     Wallahu’alam.

Diolah dari artikelnya Drs. Sepriyanto: SYARIAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN “CLEAN GOVERNANCE AND GOOD GOVERNMENT”

Cara Membasmi Korupsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam