Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 27 Maret 2013

Kegagalan Upaya Perubahan Masyarakat

Kegagalan Upaya Perubahan Masyarakat


Pendahuluan

Sesungguhnya manusia tidak hidup untuk satu hari saja, tapi ia akan memikirkan masa yang akan datang, baik untuk jangka waktu yang dekat (pendek) atau yang jauh (panjang). Ini adalah fakta kehidupan manusia. Oleh karena itu apabila diamati tidak ada manusia yang rela dengan fakta kehidupan yang sedang ia jalani secara mutlak, bagaimanapun faktanya. Ketika fakta yang ia hadapi itu bagus, manusia punya keinginan untuk menjadikannya lebih bagus lagi. Dan ketika fakta yang ia hadapi adalah buruk, ia ingin membuatnya jadi baik. Karena itulah kita mendapati banyak manusia yang rindu pada masa lalu, dan ada pula yang menangisi masa lalu sehingga ia selalu menatap ke masa depan dan akan merindukannya.

Berfikir untuk berubah adalah suatu hal yang urgen dalan kehidupan, karena “berubah (taghyir)” itu adalah “dinamika (gerak)” dan “bergerak” artinya “hidup”. Sebaliknya “jumud” adalah “kematian”. Sehingga tidak ada penampakan kehidupan selain “tumbuh” dan “berkembang (bergerak)”. Oleh karena itu bagi setiap umat dan individu harus memiliki pemikiran untuk berubah dan melakukan perubahan. Apabila tidak, maka manusia (umat) akan mengalami kemusnahan dan kehancuran. Berserah diri terhadap fakta merupakan penyakit paling berbahaya dan musibah yang paling dahsyat.

Mencari Jalan menuju Perubahan

Di negeri ini banyak bermunculan partai-partai politik Islam. Hanya saja mereka tidak mampu menemukan jalan yang tepat menuju perubahan yang diinginkan. Padahal untuk melakukan perubahan setidaknya ada tiga kunci utama yang jika hal ini diperhatikan maka partai-partai politik tersebut pasti akan menuai keberhasilan, yaitu penguasaan yang benar terhadap kondisi masyarakat yang ingin dirubah, adanya gambaran yang jelas dan gamblang tentang kehidupan yang ingin dituju serta yang paling penting adalah mereka memiliki metode yang tepat untuk meraih perubahan tersebut.

Selain itu biasanya ketika akan berjuang melakukan perubahan mereka pasti dihadapkan pada satu pertanyaan besar yaitu dari mana kita akan mulai? Dari merubah individu ataukah masyarakat. Berdasarkan hal ini partai-partai politik dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Partai-partai yang melakukan perubahan (perbaikan) individu.
Usaha perubahan ini dilakukan oleh partai dengan memperbaiki setiap individu muslim dengan memfokuskan perhatian yang sangat besar terhadap fondasi masyarakat. Hal ini dilatarbelakangi oleh suatu pemahaman bahwa bila telah didapatkan kesempatan yang cukup untuk memperbaiki fondasi tersebut, maka kaum muslimin akan kembali mendapatkan kemuliaan seperti dahulu.

2) Partai-partai yang melakukan perubahan masyarakat.
Kelompok ini beranggapan bahwa usaha yang paling benar adalah membentuk sebuah negara yang memikul beban da’wah dan melindungi kaum muslimin dari berbagai penyakit yang mereka derita, serta mengubah masyarakat menjadi masyarakat Islam yang dengan perubahan itu pasti akan mempengaruhi individu-individunya, sekaligus memperbaiki keadaan mereka.

Dengan mengkaji unsur-unsur pembentuk masyarakat, seharusnya partai-partai tersebut bisa melihat bahwa faktanya masyarakat adalah perpaduan dari unsur manusia, pemikiran, perasaan dan aturan-aturan yang dibuatnya. Baik-buruknya masyarakat bergantung pada baik-buruknya pemikiran, perasaan dan aturan-aturannya. Sebab manusia adalah manusia; mereka senantiasa membawa pemikiran-pemikiran tertentu. Jika pemikiran-pemikiran manusia baik, akan terbentuk masyarakat yang baik pula. Sebaliknya, jika pemikiran-pemikiran manusia buruk, akan terbentuk pula masyarakat yang buruk. Ini jelas berbeda dengan unsur-unsur atau pilar-pilar pembentuk individu (aqidah, ibadah, akhlak dan muamalat).

Baik-buruknya individu sangat bergantung pada baik-buruk unsur-unsur pembentuknya. Jadi, penggambaran bahwa masyarakat tersusun dari individu-individu adalah penggambaran yang keliru. Oleh karena itu, upaya memperbaiki individu yang ditujukan untuk memperbaiki masyarakat adalah upaya yang keliru. Bahkan, hasil yang dikehendaki dari upaya seperti ini secara pasti tidak akan mungkin dapat diwujudkan. Sebab, perbaikan individu dan perbaikan masyarakat memiliki metode atau cara yang berbeda, yang masing-masing tidak akan pernah memberikan hasil yang sama. Permasalahannya bukan apakah metode perbaikan ini singkat ataupun lama, tetapi karena masing-masing memiliki metode perbaikan yang berbeda, yang tidak akan mengantarkan pada hasil yang sama.

Walaupun begitu, tidak berarti bahwa perbaikan individu dapat diremehkan dan dianggap tidak begitu penting. Sebab untuk memperbaiki masyarakat, diperlukan upaya besar yang dititikberatkan pada perubahan sistem di tengah-tengah masyarakat, perubahan pemikiran dan kebudayaan yang telah mengakar di dalamnya, serta perasaan individu-individu masyarakat. Jadi, sekali lagi perbaikan masyarakat tidak ditempuh melalui perbaikan individu. Sebab cara memperbaiki individu sangat berbeda dengan cara mengubah masyarakat, sedangkan aktivitas perbaikan individu hanya diberlakukan bagi anggota-anggota gerakan maupun partai. Sedangkan partai atau organisasi sendiri seluruhnya harus berjalan dalam koridor perbaikan masyarakat!

Upaya Keliru Perbaikan Masyarakat, Sebuah Analisa

Kita tidak menutup mata bahwa ada partai-partai politik Islam yang juga sedang berjuang melakukan perbaikan masyarakat. Patut disayangkan kalau pada faktanya usaha yang telah dilakukan baru sampai pada taraf “islah”. Yaitu perubahan yang hanya menyentuh sisi-sisi tertentu saja (parsial) dari sekian banyak agenda permasalahan umat. Selain itu juga bersifat tambal sulam, maksudnya tidak sampai menemukan akar permasalahan yang sebenarnya, sehingga solusi-solusi yang diberikan malah memunculkan agenda baru yang justru semakin menyesaki layar permasalahan utama kaum muslimin.

Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena masyarakat kita termasuk parpol-parpol yang ada didominasi oleh cara pandang “realistis (pragmatis)”. Yaitu mereka menjadikan fakta sebagai “sumber berfikir (mashdar at-tafkir)”, bukan sebagai “obyek berfikir (mawdu’ at-tafkir)”. Sikap “realistis” – lebih tepatnya adalah realis, ed.- yang dimaksud di sini adalah bagaimana bersikap dan berperilaku sesuai dengan fakta. Sikap “realistis” semacam ini tidak mengandung upaya untuk mengubah realitas/fakta, tetapi malah menyesuaikan perilaku dengan realitas/fakta yang ada. Ironis memang, karena ungkapan bahwa kita harus “rela dengan fakta yang ada” telah dijadikan kaidah dasar di dalam benak masyarakat.

Mereka (masyarakat) telah menganggap bahwa sikap semacam itu adalah sebuah kemajuan. Misalnya mereka menyatakan bahwa politik Amerika sendiri dibangun di atas dasar “pragmatisme”. Oleh karena itu, mereka mendefinisikan politik dengan “seni tentang kemungkinan”, yakni bagaimana berkompromi dengan fakta (bersikap pragmatis) untuk meraih sejumlah kemungkinan. Padahal, hakekat yang benar tentang politik adalah sebuah ikhtiar untuk memilih kondisi yang paling baik. Dengan kata lain, politik adalah bagaimana mengambil kemungkinan-kemungkinan yang terbaik atau ideal untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak kita capai; tanpa memandang lagi ringan, mudah, ataupun beratnya. Artinya politik adalah bagaimana kita bergumul dengan realitas/fakta untuk kemudian diubah sesuai dengan yang kita kehendaki, bukan malah rela dengan realitas/fakta yang ada seperti: hancurnya Khilafah, jauhnya upaya menegakkan kembali Daulah Islamiyah; rela dengan keterpecahbelahan; termasuk pula pemikiran keliru untuk mewarnai kebijakan dengan masuk ke parlemen (sistem kufur) sebagai jalan untuk mendapatkan kekuatan/kemampuan melakukan islah (perbaikan) di berbagai bidang dalam rangka memperbaiki kondisi masyarakat.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah islah lewat parlemen adalah metode jitu untuk melakukan perbaikan masyarakat? Tidak. Sama sekali tidak. Karena metode perbaikan lewat parlemen (taghyir intra parlemen) memiliki sejumlah kelemahan, yaitu:

*Pemecahan masalah yang dilakukan dalam parlemen adalah berdasarkan sistem kufur demokrasi.

*Karena prinsip kufur sekulerisme yang dianut oleh negara, maka mereka terjebak pada perjuangan parsial.

*Ditinjau dari hukum syara’ jelas bergabung dengan parlemen dalam sistem kufur adalah haram.

Banyak fakta yang menunjukkan kepada kita bahwa perjuangan melalui parlemen tanpa mengubah sistem seperti perjuangan FIS di Aljazair adalah hal yang mustahil!

Dari sisi bentuk aktivitas yang dilakukan, kita melihat saat ini banyak juga partai-partai yang melakukan aktivitas-aktivitas sosial untuk melakukan perubahan ditengah-tengah masyarakat. Ada yang melakukan aktivitas sosial secara langsung dan ada pula yang melakukan aktivitas sosial parsial sekaligus mereka memperoleh penghasilan-penghasilan dan keuntungan-keuntungan dari bantuan-bantuan yang diberikan kepada organisasi-organisasi sosial tersebut. Kadang-kadang mereka dijadikan media untuk memperoleh penghasilan dan pendapatan. Dengan cara-cara seperti ini, sebagian besar partai dan gerakan mencoba mempengaruhi masyarakat. Bahkan aktivitas sosial tersebut dijadikan bagian dari aktivitas partai dan gerakan, seperti: membuka klinik-klinik, sekolah-sekolah, atau rumah sakit, dan lain-lain.

Jika dikaji secara mendalam maka keberadaan partai atau gerakan tersebut sangatlah berbahaya bagi usaha perbaikan masyarakat. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya yang menjadi agenda pembahasan kita adalah “kebangkitan umat”. Sebagaimana kita ketahui, umat saat ini dalam kondisi keterbelakangan, perpecahan, dan kemunduran berpikir. Kondisi semacam ini mengharuskan generasi kaum muslim, khususnya yang memiliki kesadaran dan keikhlasan, untuk mengkaji dan memahami unsur-unsur kebangkitan serta cara membangkitkan umat hingga mencapai posisi yang paling tinggi.

Sesungguhnya, umat tetap mengakui sebagian pemikiran (afkar) maupun pemahaman (mafahim) Islam dan menerapkan sebagian hukum-hukum Islam (yang kebanyakan mengenai individu pribadi) hingga sekarang ini. Mereka masih mengakui kesucian aqidah mereka. Mereka masih meyakini bahwa umat Islam pernah menjadi umat yang maju selama beberapa kurun lamanya. Mereka masih mengimani kewajiban untuk kembali kepada Allah sekaligus menyampaikan Islam kepada umat yang lain. Mereka juga masih mengimani bahwa jihad itu adalah wajib. Semua itu menunjukkan bahwa perasaan umat adalah perasaan Islam dan semangat mereka adalah semangat Islam.

Oleh karena itu, kesadaran-kesadaran untuk bangkit/berubah selalu ada di dalam jiwa umat. Ketika ada sejumlah nash dan amal yang mengobarkan ruh jamaah pada diri umat, di dalam diri mereka muncul suatu kecenderungan alami untuk membentuk suatu partai politik. Inilah realitas umat Islam sesungguhnya. Intinya, umat Islam masih memiliki sebagian pemikiran, pemahaman, dan perasaan Islam serta ruh jamaah yang telah terpatri pada diri mereka.

Realitas rusak yang telah menimpa umat Islam saat ini telah menggerakkan perasaan mereka untuk berubah/bangkit sekaligus untuk melakukan perubahan atas kondisi rusak ini. Sungguh kesadaran dan perasaan mereka untuk bangkit akan mendorong Umat untuk mencari solusi yang dituntunkan Rasulullah Saw. Ini merupakan perkara yang alami. Tentunya, solusi Islam untuk mengatasi kondisi kehidupan jahiliyah yang ada akan melahirkan sebuah aksi yang bisa membangkitkan umat.

Akan tetapi, sayang, keberadaan organisasi/partai sosial semacam ini telah mengubah segalanya hingga tidak terjadi kebangkitan/perubahan sebagaimana yang dikehendaki. Sebab, mereka telah meredam perasaan umat untuk bangkit dan menghisap seluruh potensi mereka sehingga tersedot untuk sekedar melakukan aktivitas sosial yang dipandang sebagai kewajiban umat. Atau ringkasnya mereka membuat umat kehilangan gambaran tuntunan Rasulullah saw. tentang perubahan yang ingin dituju (mewujudkan Islam Kaffah). Jadi seperti apakah seharusnya konsep perubahan masyarakat yang dicontohkan Nabi Saw.? Berikut penjelasannya. 
{{bersambung ke ARTIKEL LANJUTAN}}

Kegagalan Upaya Perubahan Masyarakat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam