Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 25 Maret 2013

Buah Iman Akidah yang Benar

Buah Iman Akidah yang Benar


Mengutamakan Nilai yang Lebih Mulia

Bagi seorang muslim, mengutamakan nilai-nilai perbuatan yang lebih mulia berarti menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada dunia dan seluruh isinya; mau mengorbankan segala kepentingannya dan keterikatannya terhadap siapapun demi berjuang di jalan Allah; dan menempatkan dakwah pada prioritas utama dalam kehidupannya di dunia ini. Inilah iman yang benar dan menjadi tanda bahwa apa yang dilakukannya hanyalah mencari keridhaan Allah SWT semata. Allah SWT berfirman, artinya:
“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”. (QS. At-Taubah: 24)

Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita tertib urutan nilai-nilai yang harus lebih diutamakan, dengan sabdanya:
”Manakala kalian telah melakukan transaksi jual-beli dengan cara ‘Al ‘Ienah’ dan kalian lebih memilih mengikuti buntut sapi (membajak sawah ladang) serta lebih rela dengan tanaman-tanaman kalian, sementara kalian meninggalkan jihad; niscaya Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian yang tidak akan dicabut-Nya sebelum kalian kembali kepada agama kalian.”

[jual beli ‘inah yaitu menjual barang dengan pembayaran tertunda, lalu apabila si pembeli tidak kuat mengangsur lagi, maka barang tersebut dibeli lagi oleh sang penjual dengan harga yang jauh lebih murah.]

Para salafus shalih telah memberikan suri teladan yang dapat dijadikan panutan para pengemban dakwah yang ikhlas. Pada suatu hari Khalid bin Walid berkata: “Tidak ada suatu malam pun – Tidak malam pengantin, tidak juga malam lahirnya anak laki-laki — yang dapat menandingi kegembiraanku daripada malam yang sangat dingin, di mana aku dengan ekspedisi para mujahidin melakukan serangan fajar terhadap orang-orang musyrik”.

Mush’ab bin Umair adalah seseorang yang pernah dikatakan oleh Rasulullah dengan sabdanya: “Sungguh aku melihat Mush’ab sebagai pemuda yang tidak ada duanya di kota Makah dalam hal memperoleh kesenangan dari kedua orangtuanya, namun ditinggalkannya semua itu karena cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya”.

Sa’ad bin Abi Waqash pernah berkata kepada ibunya yang mogok makan untuk memprotes keputusan Sa’ad ketika masuk Islam: “Demi Allah ketahuilah wahai ibunda… seandainya Ibunda memiliki seratus nyawa, lalu keluar satu persatu, sungguh ananda tidak akan meninggalkan agama ini. Maka terserah Ibunda, apakah Ibunda mau makan ataukah tidak…!”.

Shuhaib Ar Rumiy, yang dikenal sebagai Abu Yahya, telah mengorbankan seluruh kekayaan yang dia miliki, agar dia dibiarkan melanjutkan perjalanan hijrahnya ke Madinah oleh orang-orang Quraisy yang mengejarnya. Begitu Rasulullah melihat kehadirannya, baliau berseru dengan gembira: “Perniagaan yang beruntung wahai Abu Yahya….. Perniagaan yang beruntung wahai Abu Yahya…!”.

Sa’di bin ‘Amir pernah berkata kepada istrinya yang menyayangkan besarnya infaq yang dikeluarkan suaminya di jalan Allah: “Ketahuilah bahwa di dalam surga banyak terdapat bidadari yang cantik-cantik selain keindahan-keindahan yang mengagumkan, yang jika satu saja di antara mereka menampakkan wajahya di muka bumi, niscaya akan menerangi semua yang ada. Sungguh kekuatan cahayanya sama dengan kekuataan cahaya matahari yang digabungkan dengan bulan sekaligus… maka, mengorbankan dirimu untuk mendapatkan mereka tentu lebih wajar dan lebih utama daripada aku mengorbankan mereka demi dirimu”.

Qadli Baha’udin bin Syaddad pernah menuturkan perihal Shalahudin Al Ayyubi ra: “Sungguh kecintaan Shalahuddin terhadap jihad benar-benar telah merasuk ke hati dan seluruh anggota badannya. Tidak ada yang dibicarakannya kecuali jihad, tidak ada yang digagasnya selain peralatan jihad, tidak ada yang diperhatikannya melebihi pasukan jihadnya dan tidak ada kecenderungan kecuali kepada orang yang senantiasa mengingat jihad dan mengobarkan semangat jihad. Demi kecintaannya kepada jihad fi sabilillah ia rela meninggalkan keluarga, anak-anak dan kampung halamannya, bahkan seluruh negerinya, dan ia lebih puas tinggal dibawah naungan kemah yang diterpa angin dari kanan-kirinya”. 

Berikut ini adalah kisah generasi muda yang menempuh jalan dakwah dengan penuh keteguhan, tanpa memperdulikan kekufuran dan pembangkangan Bapak-Ibunya.
Ali bin Abi Thalib dan Ja’far bin Abi Thalib dua-duanya telah menganut Islam, sementara bapak mereka, Abu Thalib, meninggal dalam keadaan kufur.

Abu Ubaidah bin Al Jarrah membunuh bapaknya, Abdullah bin Al Jarrah para perang Badr.

Abu Hudzaifah pada perang yang sama juga membunuh bapaknya Utbah bin Rabi’ dan ia sangat bersedih bukan karena apa-apa, melainkan hanya karena bapaknya mati dalam kekufuran.

Mush’ab bin Umair dan Saad bin Abi Waqash adalah dua orang yang dimusuhi ibunya tetapi keduanya tiada mempedulikannya.

Al Walid, Hisyam dan Khalid adalah anak-anak dari orang yang disebut-sebut dalam Al Qur’an Al Kariim:
“Dan janganlah kamu ikuti orang yang bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu yang terkenal kejahatannya” (Al Qalam: 10-13)

[Menurut para Mufassir, orang yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Al Waliid bin Mughirah yang sangat memusuhi Islam dan mencegah orang-orang untuk masuk Islam. Lihat tafsir Munir Marah Labid. An Nawawi, juz II Halaman 393.]

Dalam hal memisahkan antara iman dan kufur, ada sebuah kisah yang sangat menakjubkan. Islam telah mengumpulkan sepasang suami istri nan mulia, yaitu Handhalah Al Ghasiil dan Jamilah, padahal bapak mereka berdua adalah orang yang paling keras permusuhannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Handhalah adalah putera Abu Amir Ar Rahiib, seorang pemimpin kaum kafir dan kaki tangan negara Romawi. Sedangkan Jamilah adalah putera Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong kaum munafik di Madinah. Suatu hari Rasulullah saw melewati seorang wanita dari suku Bani Dinar yang bapaknya, suaminya dan saudaranya telah gugur sebagai syuhada di medan perang Uhud. Tatkala wanita itu melihat pasukan kaum muslimin kembali dari medan perang, ia segera menghampiri mereka dan menanyakan keadaan anak-anaknya. Mereka pun mengabarkan kepadanya tentang kematian suami, bapak dan saudaranya. Seakan tak menghiraukan berita itu, ia kemudian menanyakan keadaan Rasulullah. Mereka menjawab: “Baik, Alhamdulillah, seperti yang engkau kehendaki”. Ia berkata: “Perlihatkan kepadaku sampai aku melihatnya”. Mereka berhenti di dekat wanita itu sampai Rasulullah mendekat. Tatkala wanita itu melihat Rasulullah, ia menghadapkan pandangannya kepada Beliau seraya berkata: “Musibah apapun yang menimpa selain Engkau adalah persoalan remeh belaka”.   

Khatimah

Memang kita harus benar-benar teliti atas sikap, ucapan, dan tindakan kita, benarkah kita telah memprioritaskan untuk yang terbaik bagi kita buat kehidupan kita di dunia ini dan terutama di akhirat kelak nanti. Sebab, sesungguhnya yang kita jalani setiap hari pada hakikatnya adalah mengumpulkan jawaban yang terbaik buat berbagai pertanyaan yang bakal kita hadapi di padang mahsyar: dipakai untuk apa umur dan badan kita selama di dunia ini? Apa yang kita perbuat dengan ilmu yang kita miliki? Dari mana harta kita peroleh dan untuk apa kita nafkahkan? Prioritas kita dalam beraktivitas untuk mengumpulkan jawaban terbaik bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan sukses hidup kita. Wallahua’lam!

Buah Iman Akidah yang Benar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam