Produk Mengandung Lemak Hewani atau Turunan Lemak Hewani Haram
2.4) Beberapa
Produk yang Mengandung Lemak Hewani atau Turunan Lemak Hewani
Pada produk-produk pangan dengan sistem emulsi (di samping
bahan-bahan lain, mengandung campuran minyak atau lemak dengan air) sangat
besar kemungkinan ditemui adanya pengemulsi (emulsifier)
karena sangat dibutuhkan untuk menstabilkan sistem emulsinya. Contoh produk ini
yaitu margarin, spread, es krim, desserts beku, cake, pudding, dll. Pada
margarin sering digunakan pengemulsi monogliserida, digliserida yang dapat
berasal dari lemak hewani, akan tetapi akhir-akhir ini banyak pula yang
menggunakan pengemulsi lesitin yang berasal dari kacang kedele. Pada produk spread dapat mengandung gelatin dan
monogliserida.
Shortening adalah campuran berbagai jenis minyak dan lemak yang
digunakan untuk melembutkan produk bakery,
cake dan dry mix. Bahan dasar pembuatan shortening
yaitu minyak nabati, lemak hewani (lemak babi dan lemak sapi) dan minyak ikan.
Dengan demikian shortening sangat
rawan dipandang dari segi kehalalannya. Akan tetapi, bersyukur kita sekarang
karena sudah ada shortening yang
dibuat dari bahan dasar minyak kelapa sawit saja yang di pasaran dikenal dengan
mentega putih. …
Yang paling menyulitkan dalam penentuan halal tidaknya suatu
produk ialah apabila produk yang bersangkutan mengandung bahan aditif yang
dapat berasal dari hewan, sebagai contoh adalah pengemulsi. Pengemulsi yang
sering digunakan di antaranya ialah turunan trigliserida, asam lemak dan
gliserol, baik dalam bentuk monogliserida, digliserida, garam asam lemak, dll.
Trigliserida, asam lemak dan gliserol dapat berasal dari lemak hewani, dalam
hal ini yang paling banyak di negara Barat ialah lemak babi. Akan tetapi,
gliserol dapat berasal dari hasil samping pembuatan sabun (masih belum dapat
dijamin halal karena bahan dasarnya juga berasal dari lemak dan dapat berasal
dari lemak hewani), pembuatan lilin, dan hasil sintesis dari bahan dasar minyak
bumi. Di samping itu, asam lemak pun dapat dihasilkan dari sintesis kimia.
Masalahnya, bagaimana mengenali asam lemak atau gliserol yang berasal dari
hewani dan yang berasal dari hasil sintesis kimia. Apalagi jika asam lemak atau
gliserol tersebut telah direaksikan lagi dengan senyawa lain membentuk senyawa
baru. Sebagai contoh, monostearin adalah monogliserida yang dapat dihasilkan
dari reaksi antara gliserol dengan asam stearat (anggap keduanya hasil sintetis
kimia), akan tetapi dapat pula berasal dari hidrolisis trilgiserida lemak
hewani. Bagaimana membedakan asal keduanya, tentu saja tidak mudah, secara
fisik jelas tidak bisa sama sekali. Melalui analisis laboratorium mungkin masih
dapat membedakannya pada tingkat tertentu, misalnya dengan mendeteksi adanya
isotop 14C, atau rasio isotop 13C dengan 12C. Hal ini dapat dilakukan karena
gliserol hasil sintesis kimia berasal dari minyak bumi yang mempunyai komposisi
isotop karbon yang berbeda dengan yang terdapat pada hewan.
Oleh karena itu, analisis laboratorium tidak dapat dijadikan
andalan, hanya pelengkap pada kasus-kasus tertentu saja, sedangkan metode
pemeriksaan halal yang sebaiknya akan dikemukakan pada seri tulisan ketiga
yaitu mengenai sertifikasi.
3) Bahan Tambahan
Makanan (Aditif Makanan)
Beberapa bahan tambahan makanan telah dibahas pada bagian
produk hewani. Beberapa lagi yang diragukan kehalalannya (perlu diteliti lebih
lanjut) dapat dilihat pada Tabel 3 (pada Tabel 3 terdapat pula daftar bahan
tambahan makanan yang sudah dibahas sebelumnya dengan maksud untuk melengkapi
informasi yang telah disampaikan). Keraguan akan kehalalan bahan-bahan tersebut
berasal dari kemungkinan bahwa bahan tambahan tersebut berasal dari bahan
hewani yang diharamkan atau minuman yang memabukkan. Nomor yang menyertai nama
bahan tersebut adalah kode yang berlaku di negara Masyarakat Eropa, secara umum
semua kode bahan tambahan makanan diawali dengan E, kemudian digit pertama
menunjukkan kelompoknya, apakah pengawet, pengemulsi, antioksidan, dll.
Dari Tabel 3 terlihat banyak sekali pangan olahan yang perlu
diwaspadai kehalalannya karena bahan tambahan makanannya yang masih perlu
diteliti. Walaupun demikian, kembali perlu ditegaskan, tidak berarti pasti
haram karena bahan-bahan pengganti yang halal juga sudah banyak dan
pembuatannya tidak harus melalui jalan yang dijelaskan dalam tabel, karena
masih mungkin ada berbagai alternatif seperti telah dibahas untuk kasus
pengemulsi.
Ada satu jenis bahan tambahan makanan yang juga rawan
kehalalannya (beberapa), sayangnya bahan ini banyak dipakai pada makanan
olahan, bahan tambahan tersebut yaitu perisa (flavourings). Kekhawatiran ini
disebabkan oleh karena beberapa hal, yaitu: 1) pelarut yang digunakan di
antaranya etanol dan gliserol, 2) bahan dasar pembuatannya, 3) asal bahan dasar
yang digunakan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam
amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya.
Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor ayam misalnya (sering digunakan
untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk chiki (ekstrusi), dll),
seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana asalnya.
Contoh lain lagi, untuk flavor mentega diperlukan bukan hanya bahan-bahan kimia
tunggal pembentuk aroma mentega, tetapi juga asam-asam lemak untuk membentuk
rasa dan mouthfeel, tentu saja perlu
jelas dari mana asam lemaknya. Itu hanya dua contoh saja, perlu disadari bahwa
jenis flavor ini jumlahnya ratusan, terbuat dari ribuan senyawa kimia bahan
dasar, di samping pelarut, pengemulsi, enkapsulan, penstabil, dan aditif
lainnya. …
Tabel 3. Bahan tambahan makanan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya (syubhat)**
No. - Nama bahan dan kode - Asal/pembuatan – Fungsi - Contoh
produk yang menggunakan
1 - Potasium nitrat (E252) - Dapat dibuat dari limbah hewani
atau sayuran - Pengawet, kuring, mempertahankan warna daging - Sosis, ham, Dutch Cheese
2a - L-(+)-asam tartarat (E334) - Kebanyakan sebagai hasil
samping industri wine - Antioksidan,
pemberi rasa asam - Produk susu beku, jelly,
bakery, minuman, tepung telur, wine, dll.
2b - Turunan-turunan asam tartarat E335, E336, E337, E353
(dari E334) - Dapat berasal dari hasil samping industri wine - antioksidan, buffer, pengemulsi, dll - sama dengan di atas
3 - Gliserol/gliserin (E422) - Hasil samping pembuatan sabun,
lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani) - pelarut
flavor, menjaga kelembaban (humektan), plasticizer
pada pengemas - Bahan coating untuk
daging, keju, cake, desserts, dll
4 - Asam lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435,
E436 - Dapat berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani - Pengemulsi,
penstabil, E343:antibusa - Produk roti dan cake,
donat, produk susu: es krim, desserts
beku; minuman, dll
5 - Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak
(E470 - E495) - Dapat dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk
menghasilkan gliserol dan asam lemak - Pengemulsi, penstabil, pengental,
pemodifikasi tekstur, pelapis, plasticizer,
dll - Snacks, margarin, desserts, coklat, cake, puding
6 - Edible bone
phosphate (E542) - Dibuat dari tulang hewan - Anti caking agent, suplemen mineral - Makanan suplemen
7 Asam stearat - Dapat dibuat dari lemak hewani walaupun secara
komersil dibuat secara sintetik - Anticacking
agent
8 - L-sistein E920 - Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas dan
di Cina dibuat dari bulu manusia - Bahan pengembang adonan, bahan dasar
pembuatan flavor daging - Tepung dan produk roti, bumbu dan perisa (flavor)
9 - Wine vinegar
dan malt vinegar - Masing-masing
dibuat dari wine dan bir - pemberi
flavor - bumbu-bumbu, saus, salad
**Sumber: Hansen dan Marsden, 1987. E for Additives.
Thorsons, England.
Sebagai kesimpulan, kehalalan suatu produk pangan pada era
global ini menjadi kompleks, memerlukan penanganan yang serius karena banyak
kemungkinan yang dihadapi yang dapat sampai haramnya atau halalnya suatu produk
pangan. Di samping itu, pekerjaan pemeriksaan kehalalan suatu produk pangan
tidak bisa sembarangan, memerlukan ketelitian tinggi, memerlukan pengetahuan
asal usul bahan dan proses pengolahan pangan itu sendiri, dan yang terpenting
analisis laboratorium tidak dapat dijadikan andalan menentukan kehalalan suatu
produk pangan. Mungkin bekal yang terpenting yang berkaitan dengan bahan ialah
pengetahuan yang mendalam mengenai bahan itu sendiri. …
Produk Mengandung Lemak Hewani atau Turunan Lemak Hewani
Haram
Dari: Masalah Halal: Kaitan Antara
Syar’i, Teknologi dan Sertifikasi
Dr. Ir. H. Anton Apriyantono
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar