Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 25 Maret 2013

Contoh Istiqomah Cara Istiqomah

Contoh Istiqomah Cara Istiqomah


Tetap Istiqomah

Istiqomah adalah sikap hidup seorang muslim di dalam menjalani kehidupan ini. Ia berjalan lurus ke depan menuju keridhoan Allah. Sufyan bin Abdullah Ats Tsaqafy r.a. pernah meminta mutiara nasihat kepada Rasulullah saw. untuk memandu jalan hidupnya. Ia mengatakan:   “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada saya suatu kalimat yang menyimpulkan pengertian Islam, sehingga saya tidak perlu bertanya kepada yang lain”. Nabi Muhammad saw. menjawab: “Katakanlah aku percaya kepada Allah, kemudian tetaplah lurus (tetap konsekuen) dengan pengakuan itu” (HR. Muslim).

Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin menerangkan maksud kalimat Rasulullah saw. itu adalah : Perbaharuilah imanmu dengan penuh kesadaran, dengan bentuk ucapan yang disertai pengertian dan tanggung jawab atas pengakuan ucapan tersebut. Sikap istiqomah itu  itu merupakan perintah Allah kepada Rasul-Nya. Dia SWT berfirman:

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Huud 112)

Menurut Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya: istiqomah adalah terus-menerus di suatu arah tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri; maka tetap istiqomahlah dalam mentaati perintah Allah.

Ad Darimi dalam Musnadnya meriwayatkan dari Utsman bin Hadhir Al Azadi yang  mengatakan: “Aku masuk ke ruangan Ibnu Abbas sambil berkata: Nasihatilah aku!” Dia menjawab: “Ya, hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah dan istiqomahlah. Ikuti Sunnah Rasulullah dan janganlah membuat bid’ah”.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menejelaskan bahwa Allah SWT memerintah para hamba-Nya yang mukmin agar menetapi dan mendawamkan sikap istiqomah. Sikap istiqomah itulah yang sangat membantu kaum muslimin mendapatkan pertolongan dan kemenangan atas musuh-musuhnya.

Bentuk-bentuk istiqomah?

Istiqomah memegang Islam tentu pada seluruh persoalan kehidupan. Sebab Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, Sang Pencipta dan Pemeliharan alam semesta. Dalam hal ini Islam memiliki perangkat peraturan tentang aqidah dan ibadah. Islam mewajibkan seorang muslim memegang keimanannya kepada Islam sampai akhir hayatnya dan mengharamkan murtad. Islam juga mewajibkan agar seorang muslim hanya beribadah kepada Allah semata. Allah SWT berfirman:

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al Kahfi 110).

Islam memiliki seperangkat peraturan tentang makanan, pakaian, dan akhlaq untuk mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Seorang muslim dituntut konsisten dengan aturan-aturan itu sehingga ia tetap lurus di jalan taqwa. Sekalipun untuk itu mungkin ia mengalami kerugian materi. Misalnya saja, seorang yang telah berjanji untuk datang tepat waktu harus menyewa taksi agar bisa memenuhi janji itu. Ketika seorang muslim dituntut adil, ia berlaku adil kepada semua orang, termasuk kepada diri sendiri. Ia menjauhkan diri dari sikap culas, yakni menuntut adil buat dirinya, tetapi melalaikan keadilan itu terhadap orang lain, lebih-lebih kepada orang yang dianggap musuh. Seorang yang tetap istiqomah, tetap pula keadilannya kepada orang lain, sekalipun kepada musuhnya. Ia hanya ingin memenuhi seruan Allah:

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah 8).

Dengan kesadaran bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatannya, seorang muslim akan tetap istiqomah untuk segala persoalan hidup, baik ketika ia melihat dirinya, ia berhubungan dengan Rabb-nya, maupun ketika berubungan dengan manusia lainnya.  Dalam masalah muamalah misalnya, seorang muslim akan tetap memegang aturan Islam dalam masalah muamalah. Ia akan berjual beli menurut hukum syariah Islam. Ia akan meninggalkan riba, sekalipun dalam riba itu ada keuntungan materi. Jika ada perselisihan di antara dia dengan orang lain ia akan tunduk dengan petunjuk hukum Allah dan Rasul-Nya, sekalipun dengan hukum Allah itu mungkin dia akan kalah dalam perkara.

Barakah dari sikap istiqomah

Dan orang yang tetap istiqomah akan mendapatkan barakah dari Allah SWT dengan diberi rizki oleh nya. Dia berfirman : “Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).” (QS. Al Jin 16).

Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Nabi yang termasuk asabiqunal awwalun yang tetap istiqomah dalam perjuangan menegakkan agama Islam baik di Makkah maupun di Madinah ternyata tidak pernah kekurangan rizki sampai akhir hayatnya.

Demikian juga Utsman bin Affan dan sahabat-sahabat lainnya yang ahli dalam perdagangan. Allah memastikan bahwa orang yang istiqomah adalah tidak akan dirundung rasa takut dan sedih. Dia SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (QS. Al Ahqaf 13).

Dalam ayat lain Allah SWT menyebutkan bahwa orang-orang yang tak punya rasa takut dan sedih hati itu adalah para wali Allah. Allah SWT berfirman: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus 62).

Ya, para wali Allah itu adalah orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang tenang dan tegar menghadapi segala persoalan hidup, serta tenang dan tegar pula menghadapi kematian.

Ketika kaum muslimin masih terdiri dari kelompok dakwah di Makkah, dan Quraisy pun menghadapi mereka dengan berbagai cara, termasuk dengan cara fisik, khususnya terhadap mereka yang lemah (mustadh’afin), di antaranya yang dilakukan Quraisy terhadap Yasir dan keluarganya. Melihat kondisi yang menyedihkan itu, lebih-lebih Rasulullah saw. tidak punya otoritas untuk membebaskan mereka, beliau menguatkan iman mereka dengan menyuruh bersabar. Beliau saw. bersabda: “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesuangguhnya janji Allah untuk kalian adalah sorga”. Sumayyah dengan tegar menghadapi kematian dengan menjawab ucapan Rasulullah saw. itu: “Kami telah melihatnya dengan jelas wahai Rasulullah”.

Sikap istiqomah itupun masih tetap dimiliki oleh kaum muslimin tatakala mereka sudah memiliki negara di Madinah. Setelah perang Uhud pernah terjadi tragedi yang menimpa enam orang pasukan intelejen kaum muslimin di daerah Raji’. Yakni mereka dikepung Bani Hudzail. Tiga orang gugur sebagai syahid. Tiga orang sisanya ditawan, yakni Abdullah bin Thariq, Zaid bin Datsanah, dan Khubaib bin Adi. Abdullah bin Thariq    yang berhasil melepaskan ikatan di tangannya akhirnya mereka bunuh, sedangkan kedua sahabatnya dibawa ke Makkah dan dijual kepada para pembesar Quraisy. Kedua sahabat rasulullah saw. dihukum mati. Tapi keduanya yang lurus dalam iman dan amal ini dengan tenang menghadapi kematian itu tanpa keraguanpun demi membela agama Allah. Zaid bin Datsanah tatkala hendak dieksekusi ditanya oleh Abu Sufyan: “Hai Zaid, aku minta engkau bersumpah demi Allah, apakah engkau senang seandainya Muhammad saat ini berada di sisi kami untuk menggantikanmu, lalu kami penggal lehernya sedangkan engkau dipulangkan kepada keluargamu?”. Dengan tegas Zaid menjawab: “Demi Allah, seandainya Muhammad saat ini disakiti oleh sebuah duri di rumahnya, aku tidak akan rela berdiam diri di tengah-tengah keluargaku”. Mendengar ucapan yang tegas dan mengagumkan itu Abu Sufyan berkata kepada orang-orang yang hadir di tempat pembantaian itu : “Aku tidak pernah melihat seorang manusia yang mencintai seseorang seperti cintanya para sahabat Muhammad mencintai Muhammad”. Khubaib bin Adi yang dieksekusi di tempat yang sama diberi izin untuk melaksanakan sholat sepuas-puasnya sebelum eksekusi dilaksanakan. Setelah selesai sholat Khubaib berkata kepada mereka: “Demi Allah, seandainya kalian tidak menganggap aku mengulur-ngulur waktu dari pelaksanaan eksekusi ini dengan sholat, niscaya aku akan memperbanyak sholat”. Khubaib pun disalib dan dibunuh.

Istiqomah ini pulalah yang disebut Nabi saw. tatkala menerangkan bagaimana pejuang agama di masa lalu. Beliau mengatakan: “Sungguh telah berlalu orang-orang sebelum kalian. Mereka itu digergaji dengan gergaji dan disalib di pokok-pokok kayu dan disisir dengan sisir besi sehingga daging mereka robek. Namun itu semua tidak memalingkan mereka dari agamanya”.

Sikap istiqomah itu pulalah yang menyebabkan para mantan tukang sihir Fir’aun bersikap tegar dan tenang menghadapi ancaman hukuman dari Firaun lantaran keimanan mereka. Dengan tegar mereka berkata kepada Firaun:
Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mu`jizat), yang telah datang kepada kami dan dari Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)" (QS. Thaha 72-73).

Al Ustadz Muhamamd Ali As Shabuni mengutip keterangan Ikrimah dalam tafsir Al Qurthubi tentang para mantan tukang sihir Firaun yang beriman kepada apa yang dibawa Musa itu. Kata Ikrimah: Tatkala mereka bersujud Allah menampakkan kepada mereka di dalam sujud mereka tempat-tempat mereka di surga. Lantaran itulah mereka bisa berkata demikian” (lihat As Shabuni, Shafwatut Tafaasiir, Juz II/220).

Khatimah

Itulah teladan orang-orang mukmin di masa lalu yang tetap istiqomah sekalipun menghadapi resiko dibunuh. Maka bagaimana pula kita bisa tidak istiqomah dalam mengemban Islam dan mundur dari perjuangan menegakkan syariat Allah ini kalau hanya menghadapi resiko-resiko duniawi, seperti susah mendapatkan pekerjaan, jabatan, harta dan lain-lain yang masih di bawah resiko kematian?

Contoh Istiqomah Cara Istiqomah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam