Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 30 Januari 2013

Hukum Asuransi Garansi Jaminan

Hukum Asuransi Garansi Jaminan



GARANSI, JAMINAN DAN ASURANSI

    Garansi dan jaminan, merupakan bagian aktivitas ekonomi yang perlu mendapatkan legitimasi hukum Islam yang jelas. Namun, sebelum kita membahas apa hukum garansi, jaminan, dan asuransi, juga untuk menjawab apa hukum orang yang menjual produk-produk yang bergaransi, berjaminan, dan berasuransi, kita harus memahami terlebih dahulu fakta dari ketiganya.

Garansi adalah jaminan atau tanggungan. Ia termasuk salah suatu bentuk layanan purna jual yang diberikan penjual kepada pembeli, dalam bentuk perjanjian tertulis. Tujuannya untuk menyakinkan pembeli atas mutu barang yang hendak dibelinya, atau sekedar memberikan pelayanan kepada pembeli, agar pembeli tertarik untuk membeli barangnya. Layanan purna jual di sini bisa berwujud memperbaiki barang yang dibeli bila barang tersebut mengalami kerusakan pada masa garansi. Misalnya, garansi 1 tahun atas produk elektronik. Jika barang elektronik tersebut rusak maka ia akan diganti atau mendapat perbaikan sesuai dengan perjanjian (aqad) yang tertulis di dalam lembar garansi. Pembeli bisa meminta hak garansinya kepada penjual barang tersebut, sesuai dengan hak-haknya yang tertera dalam surat garansi. Kadang bisa juga dalam bentuk penggantian sebagian atau keseluruhan barang yang telah dibeli. Jika dalam perjanjian garansinya disebutkan akan diperbaiki 50% saja, atau diganti 100 %, maka pembeli barang bergaransi tersebut diperbolehkan meminta haknya kepada penjual barang tersebut. Kasus semacam ini diperbolehkan, sebagaimana halnya layanan pra dan pasca jual lainnya. Misalnya, ada seseorang mengatakan, "Bila bapak membeli barang ini, maka barang ini akan saya kirim ke rumah bapak dengan gratis. Dan setelah pembelian, barang yang bapak beli, akan kami bersihkan selama seminggu." Kasus ini juga mirip dengan riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah,

"Ada seorang laki-laki membeli budak, lalu budak itu dimanfaatkan. Akan tetapi laki-laki itu kemudian mengetahui cacat budak tersebut. Lalu ia mengembalikan budak tersebut kepada penjual. Lalu penjual itu berkata, "Bagaimana dengan budakku yang telah dimanfaatkannya? Nabi saw bersabda, "hasil itu (boleh dimiliki), sebab ada tanggungannya.'

Jumhur 'ulama berpendapat bahwa seseorang boleh mengembalikan barang yang dibelinya jika diketahui cacat atau rusaknya barang tersebut. Ia juga berhak atas hasil atau manfaat yang dia dapatkan dari barang yang dibelinya tersebut. Hasil dan manfaat barang itu tidak dikembalikan kepada penjual barang. Ini adalah pendapat asy-Syafi'I, Imam Malik, serta 'ulama-'ulama terkemuka lainnya. [lihat Imam Syaukani, Nail al-Authar, pada bab Hiwalah dan Dlaman]

    Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima, borg. Contohnya seseorang meminjam uang dengan jaminan sebuah rumah dan mobil. Jaminan bisa juga bermakna garansi.   Jaminan juga bermakna, janji seorang untuk menanggung utang  atau kewajiban pihak lain, apabila utang dan kewajiban itu tidak dipenuhi. Bila jaminan didefinisikan dengan definisi-definisi seperti ini, maka untuk definisi pertama' yakni jaminan dalam pengertian tanggungan atas pinjaman yang diterima, borg, maka ia termasuk dalam bab gadai. Dan ini boleh dilakukan oleh kaum muslim, sebagaimana riwayat dari Bukhari dan Muslim,

"Nabi saw wafat sedangkan baju besinya tergadai pada seorang yahudi dengan tiga puluh sha' gandum."

Dari Anas, ia berkata,

"Nabi saw pernah menggadaikan sebuah baju besi kepada seorang yahudi di madinah dan Nabi saw mengambil gandum dari si yahudi itu untuk keluarganya." [HR. Ahmad, Bukhari, nasa'I, dan Ibnu majah].

Sedangkan jaminan dalam definisi "janji seorang untuk menanggung utang atau kewajiban pihak lain", dalam fiqh termasuk dalam bab hiwalah dan dhaman.

Hiwalah adalah penyerahan, yakni A berhutang kepada B, kemudan dengan salah satu sebab A menyatakan bahwa hutangnya akan ditanggung pembayarannya oleh C.

Dlaman adalah tanggungan; yakni hutang seseorang ditanggung pembayarannya oleh orang lain. Rasulullah saw bersabda,

"Aku lebih berhak menanggung atas setiap mu'min daripada dirinya sendiri, karena itu barangsiapa meninggalkan hutang, akulah yang menanggungnya dan barangsiapa meninggalkan harta maka untuk ahli warisnya.' [HR. Ahmad, Abu Daud dan nasaa'i]

    Asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran dalam waktu tertentu, apabila terjadi sesuatu yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya). Dan bila tidak ada kejadian yang menimpa atas jiwa atau barang yang diasuransikan maka iuran menjadi milik pihak penanggung. Hukum asuransi haram. Sebab, di dalamnya ada unsur judi, spekulasi dan gharar.    Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw melarang jual beli dengan lemparan batu dan jual beli barang secara gharar. [HR. Jama'ah kecuali Bukhari].

    Berdasarkan kenyataan di atas, barang yang bergaransi boleh untuk dibeli ataupun dijual. Orang yang menjual barang bergaransi hukumnya mubah (boleh). Dengan catatan barang yang dijualnya itu bukan barang yang diharamkan Allah swt. Bila barang itu ternyata juga diasuransikan, maka keharamannya terletak pada aktivitas asuransinya itu sendiri. ….

Hukum Asuransi Garansi Jaminan - Dari buku Bunga Rampai Pemikiran Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam