Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 13 Januari 2013

SYARAT WAJIB PUASA

SYARAT WAJIB PUASA



    Puasa diwajibkan bagi orang; (1) Islam, (2) Baligh, (3) Berakal, (4) Suci dari haidh dan nifas (bagi wanita), (5) Muqim, dan tidak sedang safar, (6) Sanggup berpuasa.

    Pertama, orang kafir tidak diwajibkan berpuasa, sebab, puasa merupakan ibadah yang disyaratkan di dalamnya keIslaman. Apabila seorang kafir masuk Islam pada bulan Ramadhan, maka ia wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Jika ia masuk Islam pada siang hari (semisal jam 13.00 wib), maka mulai saat itu ia imsak (menahan diri untuk tidak mengerjakan perbuatan yang dapat membatalkan puasa), hingga datang saat Maghrib. Ini juga berlaku bagi seseorang yang murtad dari Islam, kemudian ia kembali masuk Islam pada saat bulan Romadhon.   Dan ia (orang yang murtad tadi) mengqadha’ puasa saat ia murtad. Berdasarkan firman Allah swt, artinya,

Katakanlah kepada orang-orang kafir, ”Jika mereka berhenti, niscaya diampunilah dosanya yang telah lalu, dan jika mereka kembali lagi maka sungguh berlakulah atas diri mereka sunnah orang-orang yang telah lalu.” [QS 8:39].

    Kedua, anak kecil (belum baligh) tidak diwajibkan berpuasa.  Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw, artinya,

Diangkat kalam (pena) dari tiga orang (1) dari anak kecil hingga ia baligh, (2) dari orang gila sampai ia sembuh, (3) dari orang tidur hingga ia bangun.” [HR. Ashhabus Sunan, dan al-Hakim].

Meskipun demikian, lebih baik anak kecil diajari untuk melakukan ibadah puasa, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, artinya,

Rasulullah saw menyuruh orang-orang pada pagi hari ‘Asyura pergi ke kampung-kampung Anshar untuk menyampakan perintah Nabi, yaitu, “Barangsiapa masuk ke pagi hari dalam keadaan berpuasa (belum makan dan minum), maka hendaklah ia sempurnakannya. Dan barangsiapa masuk ke pagi hari dalam keadaan berbuka, maka hendaklah dia berpuasa pada sisa harinya. Maka kami para shahabat berpuasa sesudah mendengar perintah itu, dan menyuruh anak-anak kecil berpuasa. Kami pergi ke mesjid dan kami buat untuk anak-anak mainan dari bulu domba. Bila seorang anak menangis untuk meminta makanan, kami berikan mainan itu kepadanya, sehingga sampai waktu berbuka.”

    Ketiga, orang gila tidak wajib berpuasa. Dia tidak wajib mengqadha’ puasanya tatkala ia masih gila. Sedangkan bila ia sembuh di bulan Ramadhan maka ia wajib melaksanakan puasa, dan imsak di sisa harinya.

    Keempat, wanita yang sedang haidh atau nifas tidak wajib mengerjakan ibadah puasa. Namun, bila ia telah suci dari haidh atau nifasnya, maka ia wajib menggaqdha puasa yang ia tinggalkan selama haid dan nifas. Ini didasarkan pada riwayat yang dinyatakan oleh al-Jama’ah dari Mu’adz bahwa ‘Aisyah ra berkata, artinya, “Adalah kami ber-haid di masa Rasulullah saw, maka kami diperintahkan supaya mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha sholat.” [Syarah Kabiir III, hal. 15]

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, artinya, “Apakah seseorang kamu (kaum wanita) apabila haid, tiada sholat dan tiada berpuasa? Itulah kekurangan agamanya.” [Imam Syaukani, Nailul Authar]

    Kelima,  orang yang sedang safar (bepergian) tidak diwajibkan berpuasa. Mereka diperbolehkan berpuasa dalam safarnya atau tidak. Bila ia tidak berpuasa dalam safarnya, maka ia wajib mengganti puasa sejumlah hari yang ia tinggalkan. Allah swt berfirman, artinya,

Barangsiapa sakit di antara kami, atau di dalam perjalanan, maka hendaklah ia menjalankan puasa yang ia tinggalkan di dalam sakit atau safar di hari-hari yang lain” [QS 2:184]

Rasulullah saw pernah ditanya oleh salah seorang shahabat –bernama Hamzah Ibn ‘Amr al-Aslami,

Apakah saya berpuasa dalam safar?” Rasulullah saw menjawab, “Jika engkau mau berpuasalah, jika tidak juga boleh.” [HR. Jama’ah]

Keenam, puasa tidak diwajibkan bagi orang yang sakit. Akan tetapi bila ia telah sembuh dari sakitnya maka ia wajib mengganti sebanyak hari yang ia tinggalkan. Allah swt berfirman, artinya,

Barangsiapa sakit di antara kamu sakit atau dalam perjalanan, maka hendaklah ia mengerjakan puasanya yang ia tinggalkan dalam sakit atau dalam safar itu, di hari-hari yang lain.” [QS 2:184]. Kata “maridh” di sini berfaedah kepada makna umum, dan tidak disyaratkan sakit keras atau lemah. Demikianlah pendapat Atha’ dan Ahlu al-Dzahir, al-Bukhari dan Ibnu Sirin. [Al-Mughni, Ibnu Qudamah]

Orang-orang yang digolongkan sebagai orang yang tidak mampu berpuasa adalah, (1) orang hamil, (2) orang yang sedang menyusui, (3) orang yang sudah sangat tua. Mereka diberi keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan ibadah puasa dengan kompensasi membayar fidyah. Ini didasarkan pada firman Allah swt, artinya,

Atas mereka yang tak sanggup berpuasa, kecuali dengan mengalami kesukaran yang sangat, memberi fidyah sehari seorang miskin.” [QS 2:184].

Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini walaupun dimansukhkan, namun hukumnya tetap untuk orang yang sangat tua, lelaki atau perempuan, yang tidak mampu berpuasa, maka ia harus memberi makan seorang miskin setiap harinya.”[HR. Bukhari].

Diriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Ayat tersebut diberlakukan bagi wanita hamil dan yang sedang menyusui.” [HR. Abu Dawud]. [Lihat pada Al-Syaukani, Nailul Authar, Kitaab al-Shiyaam, hal.297-8].

Hukum ini juga berlaku bagi para pekerja keras, orang terkena penyakit akut (maag), yang bila ia berpuasa akan menyebabkan dharar bagi dirinya, atau orang yang menolong orang dari peristiwa yuang mengerikan (kebakaran, tenggelam, dll), maka ia boleh berbuka puasa, dan mengqadha’ puasanya di hari yang lain.

SYARAT WAJIB PUASA - Dari buku Bunga Rampai Pemikiran Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam