Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 17 Januari 2020

Cairan Kimia di PAUD Sleman yang Disita Densus 88 Ternyata...



Seakan untuk membenarkan tuduhan Wapres Ma'ruf Amin bahwa PAUD terpapar radikalisme, Densus 88 pun menangkap suami Kepala TPA Qurrota A'yun 2 Sleman, DIY, dengan narasi pemberitaan yang lebih menyeramkan lagi yakni ”terduga teroris.”

Ponirin (57 tahun) ditangkap Densus 88 saat mengendarai motor dari Puskesmas ke masjid untuk shalat Jumat (20/12/2019). Beberapa jam kemudian, aparat melalui unit penjinak bom (Jibom) juga menyita cairan kimia yang disimpan dalam sejumlah botol dan jerigen.

Lalu ramailah pemberitaan yang mengutip Ketua RW 13, Dusun Kutu Ngemplak, Nur Hidayat (39) yang ikut melihat penggeledahan itu. Salah satunya seperti yang diberitakan media lokal jogja. suara .com dengan judul Kelola PAUD, Terduga Teroris Sleman Simpan Zat Kimia hingga Buku Khilafah.

"Saya dijadikan saksi untuk menggeledah rumah orang itu oleh dua petugas Polda. Ada beberapa yang diamankan petugas saat penggeledahan. Seperti handphone, charger HP, handy talkie, stik dari besi, dan ada beberapa Cairan, tapi apakah itu berbahaya atau tidak saya tidak terlalu paham," kata Hidayat ditemui wartawan di lokasi setempat.

“Ada sekitar 5-10 botol cairan yang diamankan. Selain itu beberapa buku seperti buku jihad dan Syiah juga diamankan. Saya juga melihat ada paspor yang juga dibawa petugas," imbuhnya.

Cairan Kimia Itu Ternyata...

”Dari beberapa barang tersebut, sebenarnya tidak ada temuan yang mengarah kepada apa yang dituduhkan (terorisme dan radikalisme),' tulis Nurida, S.Ag., Kepala TPA Qurrota A'yun 2, dalam rilis tertanggal 23 Desember 2019 yang diterima Mediaumat.

Pasalnya, cairan yang disita adalah cairan Bayclean pembersih/pemutih pakaian, yang disimpan di lemari di dalam kamar; botol cairan rubber yang digunakan untuk mesin DTG (sebagai dasaran sablon kaos, untuk mencerahkan warna), ”Milik Ikhsan, anak saya," beber Nurida.

Adapun buku dimaksud adalah buku "Dialog Sunnah Syiah” dan buku berjudul ”Kyai-Kyai Sesat” yang dimilikinya sejak berkuliah di IAIN/ UIN Sunan Kalijaga. Serta buletin HTI pemberian seorang teman...

Selain itu, yang disita juga ponsel jadul suaminya yang banyak plesteran di sana sini (tutup batrai terbuka), BP (baking powder) di dalam plastik, ”yang akan saya pergunakan untuk membuat kue,” ujar Nurida.

Juga, tongkat besi lipat milik Fery, keponakan Nurida, yang digunakan untuk perlindungan diri dari hewan, ketika beberapa kali Fery pergi naik gunung bersama Ikhsan.

Terakhir adalah paspor. ”Paspor 4 buah milik Bapak Ponirin, Nurida dan anak-anak saya, kami pernah menggunakan paspor tersebut pada bulan Februari tahun 2019 untuk berlibur ke Malaysia selama 3 hari,” ungkapnya. Nurida pun merasa terpukul atas peristiwa tersebut. ”Kejadian ini sangat memukul diri kami,” curhat Nurida.

Fobia Islam

Pengamat sosial dan politik Iwan Januar menilai penggerebekan tersebut sudah melewati akal sehat, menurutnya kejadian itu adalah bentuk fobia Islam akut di negeri ini.

”Bagaimana bisa PAUD dicurigai bahkan sampai digerebeg? Saya kira ini adalah gambaran fobia Islam akut di negeri ini sampai tempat pendidikan anak usia dini saja diintimidasi. Dan itu diinisiasi oleh pemerintah, karena pemerintah lewat Wapres yang menyebutkan banyak PAUD terpapar radikalisme. Ini menggelikan,” ungkap Iwan kepada Media Umat.

Iwan juga mengkritik operasi kontra terorisme yang menjadi narasi tunggal, selalu yang menjadi sumber berita utama hanya kepolisian, menurut Iwan juga insting para jurnalis tiba-tiba tumpul dalam masalah terorisme.

Sejak pemerintahan Jokowi jilid dua, isu radikalisme memang sering dihembuskan, menurut Iwan hal ini adalah perintah dari pihak lain, selain itu ada usaha juga untuk menutupi masalah negara yang semakin rumit

”Sejak era kedua pemerintahan Jokowi, isu radikalisme terus diproduksi.
Padahal semula tidak sekencang ini. Kuat dugaan ini adalah orderan pihak lain. Kedua, adalah untuk menutupi borok-borok rezim seperti ekonomi yang terpuruk, pelemahan KPK dan sebagainya," pungkasnya. []fs/joy

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 257

Rabu, 01 Januari 2020

Tahun Baru Nasib Baru?


oleh: Abu Jihad

Sebentar lagi tahun baru. Selain bukan tahun baru Islam, memang kita juga gak ada gunanya memperingati tahun baru ini. Apalagi harapan perubahan ke arah lebih baik. Semakin "omong kosong". Kenapa? Sebab, tak ada ceritanya tahun berganti baru, perubahan menjadi lebih baik.

Kerusakan moral yang kita saksikan, kemiskinan, kebodohan, perampokan harta negara, itu bukan hanya kesalahan fatal seorang pemimpin, tapi juga kesalahan sistemik.
Seringkali kita hanya menangkap rusaknya kondisi bangsa hari ini gara-gara pemimpinnya nggak sholeh, atau anggota parlemennya banyak diduduki orang kafir.

Jauh amat dari realitas yang ada. Kyai juga pernah mimpin negri ini. Sejak merdeka mayoritas anggota parlemen juga muslim. Toh perubahan ke arah yang lebih baik (tentu adalah Islam kaaffah) tetap saja belum terjadi.

Kerusakan Sistemik

Andai di negara kita yang mabuk hanya satu dua orang, yang riba satu dua orang, yang zina satu dua orang, ini baru kerusakannya bersifat individual. Dengan dihalalkannya miras-pelacuran-bunga bank, yang mabok, yang zina, yang riba bukan hanya satu dua orang lagi, tapi bisa jutaan. Apalagi kalo bukan kerusakan, kemaksiyatan sistemik namanya?

Oleh karena itu berharap tahun berganti, lalu nasib juga berganti hanyalah jauh panggang dari api.

Lalu dengan apa perubahan dilakukan? Ringkasnya, karena pemimpin dan sistemnya yang rusak, maka keduanya wajib diganti dengan orang yang baik dan sistem yang baik, yang berasal dari yang maha baik, yaitu syariat Allah. Tidak ada pilihan lain.

Bagaimana dengan demokrasi? Justru demokrasilah sumber masalah negri ini, demokrasilah yang memenjarakan Allah dan Rosul-Nya di masjid-masjid, di pengajian, di kelahiran, di kematian, di ritual ibadah, sementara syariat-Nya dilarang turut campur dalam urusan berbagai bentuk kehidupan, politik, ekonomi, sosial, hukum dll. Emangya Islam hanya ngurus sholat zakat haji doang?

Demokrasi dilahirkan tidak untuk Islam, tapi justru untuk menikam Islam. Barat sengaja menjual demokrasi agar negeri-negeri muslim tidak lagi menggunakan kedaulatan Allah atas manusia, lalu digantikan dengan kedaulatan di tangan rakyat (manusia).

Karenanya berhimpunlah dengan para pejuang tegaknya syariah dan khilafah di manapun Anda berada. Jangan mau disibukkan dengan adu domba, jangan mau disibukkan dengan perkara cabang yang sebenarnya boleh berbeda: qunut, isbal dll.

Menjadi kewajiban kita untuk memperkokoh aqidah (tauhid), belajar di majelis ilmu, tapi jangan lupakan kewajiban untuk menegakkan khilafah, karena ia adalah mahkota kewajiban. Tidak untuk ditunggu, tapi diperjuangkan.

Sehingga kesholehan kita bukan hanya bersifat pribadi, tapi juga bersifat sosial. Agar kita terhindar dari bahaya dosa kifayah yang akan terus menumpuk, menggerogoti amal kita setiap saat, selama kewajiban-kewajiban Allah belum digugurkan oleh negara sebagai pemilik otoritas yang seharusnya menggugurkan kewajiban tersebut.


Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam