Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 04 Juni 2017

Jejak Sejarah Indonesia Meminggirkan Peran Islam


peran Islam untuk umat manusia

Peran umat Islam sangat besar dalam sejarah perjuangan Indonesia merdeka. Namun, sejarah Indonesia meminggirkan peran tersebut. Tidak hanya di berbagai suku sejarah versi pemerintah yang diajarkan di berbagai tingkatan sekolah, jejak sejarah Indonesia yang meminggirkan peran Islam tampak di Monumen Nasional (Monas/Tugu Monas) yang dibangun pada 1961-1975 di bawah perintah Presiden Soekarno untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.

"Kalau Sang Guru Bangsa itu adalah HOS Tjokroaminoto, lihat saja di Monas itu ada tidak? Justru yang disebut sebagai perekat bangsa di diorama Monas malah zending Katolik dan Protestan,” ujar sejarawan senior Ahmad Mansur Suryanegara kepada Media Umat, Ahad (26/4/2015).

Ahmad Mansur merasa aneh, bagaimana bisa dikatakan perekat bangsa, bukankah rakyat Indonesia menolak dikristenkan? Bukankah rakyat yang dikomandoi para kyai dan santri melawan Keradjaan Protestan Belanda? Begitu juga ketika Keradjaan Katholik Portoegis menyerang ke Malaka pada 1511, dilawan oleh Pati Unus alias Pangeran Sabrang Slor dari Keradjaan Islam Demak. "Sri Widjaja atau Madjapahit itu sudah tidak ada. Jadi yang melawan penjajah itu adalah Islam,” tegasnya.

Penulis buku sejarah Api Sejarah tersebut juga menyebut Museum Palagan Ambarawa yang dibangun pada 1973 dan diresmikan pada 15 Desember 1974 oleh Presiden Soeharto meminggirkan peran kyai dan santri. Gambaran singkat sejarah pertempuran 12-15 Desember 1945 bisa dilihat pada relief yang dibuat pada dinding Monumen Palagan Ambarawa.

Tapi tidak ada seorang kyai yang tergabung dalam Laskar Hizbullah yang ikut bertempur saat itu -seperti Kyai Mansur, Kyai Ghazali, Kyai Syaifuddin Zuhri (kelak jadi menteri agama)- disinggung. Padahal, ketika pasukan sekutu yang terdesak dan Magelang mengadakan pengunduran ke Ambarawa, dan para kyai dan santri yang tergabung dalam Laskar Hizbullah berhasil menghancurkan Sekutu pada 15 Desember 1945 -yang kini diperingati sebagai Hari Infanteri. ”Anehnya, gambarnya (reliefnya) tidak ada, tulisan namanya juga tidak ada. Padahal yang membuat Inggris lari meninggalkan Ambarawa, kata Kyai Ghazali, itu kami (Hizbullah) yang paling duluan melawan Inggris, setelah itu kami lapor (ke Kolonel Soedirman). Begitu juga diberitakan dalam koran-koran saat itu, TNI datang belakangan," ujar Ahmad Mansur meluruskan sejarah.

Selain itu, peminggiran Islam pun tampak pada nama-nama jalan. Sudah merupakan konsensus, nama-nama pahlawan dijadikan nama jalan, semakin besar perannya, maka namanya akan dijadikan nama jalan yang lebih besar. Maka bisa dimaklumi bila jalan yang paling besar di setiap provinsi biasanya bernama Jalan Soekarno-Hatta, lantaran keduanya adalah pendiri negara Indonesia.

Tapi mengapa HOS Tjokroaminoto yang diakui sebagai Guru Bangsa karena -selain sebagai pejuang melawan penjajahan Belanda- berhasil mendidik dan melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional, namanya diabadikan pada salah satu ruas jalan yang kecil di Jakarta? Sedangkan Tahi Bonar (TB) Simatupang, namanya dijadikan jalan besar yang menghubungkan Jakarta Barat, Jakarta Selatan hingga Jakarta Timur. Apakah karena ia seorang aktivis gereja yang kemudian menjadi Ketua Dewan Gereja-Gereja Indonesia, se-Asia dan se-Dunia? Selain karena pertempuran kecil yang pernah melibatkan dirinya di Kaliurang, saat Yogyakarta diserang Belanda. []

Tokoh Islam Anti Penjajahan

Ketokohan Tjokroaminoto sebenarnya cukup besar. Penulis buku Tjokroaminoto: Jang Oetama, Aji Dedi Mulawarman dalam twitternya menggambarkan, Tjokro adalah seorang tokoh yang sangat konsisten dalam ber-Islam.

Ia sangat anti terhadap borjuisme dan liberalisme. Ia sangat menghormati persamaan kedudukan di hadapan Allah sehingga ia lebih memilih dekat dengan rakyat dan menanggalkan simbol keningratannya.

Tjokro, tulis Aji, sangat anti terhadap komunisme. ”Kita orang Islam tidak boleh dan tidak dapat menerima segenapnya wefenschappelik socialisme pelajaran Karl Marx itu,” kata Tjokro.

Sepanjang hidupnya Tjokro berjuang bersama di Sarekat Islam bersama enam sahabat karib dan tiga muridnya. Sahabatnya adalah Ahmad Dahlan, Mas Mansoer, M. Fachroeddin, Agoes Salim, Abdoel Moeis, dan Soerjopranoto. Sedangkan ketiga muridnya: Soekarno Proklamator RI, Kartosoewirjo Proklamator NII, dan Hamka, Sang Tokoh Konstituante Masyumi.

Ia dikenal sangat berani melawan liberalisme dan kolonialisme Belanda. Perlawanan itu dirintis dengan mendirikan Sjarekat Islam. Di tangannya, Sarekat Islam dalam waktu 7 tahun berkembang dari hanya 2.000 (1912) menjadi 2,5 juta orang (1919) anggotanya. Sementara Boedi Oetomo hanya 1O ribu orang (1909). Ia pun harus rela dipenjara oleh Belanda sementara Boedi Oetomo malah bekerja sama dengan penjajah.

Keterikatannya terhadap Islam cukup kuat. Dalam pesannya kepada murid-murid sekolah di Yogyakarta, 24 Agustus 1925, ia mengatakan:

”…Anak-anakku semuanya, kalau kamu sudah dapat pendidikan Islam dan kalau kamu sudah sama dewasa, ditakdirkan Allah SWT yang Maha Luhur, kamu dijadikan orang tani, tentu kamu bisa mengerjakan pertanian secara Islam; kalau kamu ditakdirkan menjadi saudagar, jadilah saudagar secara Islam; kalau kamu ditakdirkan menjadi prajurit, jadilah prajurit menurut Islam; dan kalau kamu ditakdirkan menjadi senopati, jadilah senopati secara perintah Islam. Hingga dunia diatur sesuai dengan azas-azas Islam…”

Pandangannya terhadap Islam tertuang dalam tulisannya di koran Fadjar Asia 14 Zulhijah 1347 - Jum'at 24 Mei 1929, “Islam bukan hanya suatu aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, tetapi juga merupakan suatu aturan yang lengkap tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya, suatu organisasi sosial, bentuk bangunan keadaban, dan suatu ”kebangsaan" yang lebih luas daripada paham kebangsaan yang biasa itu… Islam itulah cita-cita kita yang tertinggi…”

Meski begitu besar perjuangannya, namanya justru dikecilkan. Entah ada maksud apa?

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 150, Mei 2015
---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam