Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 21 Oktober 2014

Hasil Buruk Pendidikan Negeri Ini



SYARIAT ISLAM DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Oleh: H. Fahmy Lukman, Drs., M.Hum.

Potret Buram Pendidikan Kita

     Berbagai tragedi telah mewarnai wajah dunia pendidikan kita, mulai perilaku dari siswa, mahasiswa, sampai demontsrasi para guru dan pendidik lainnya yang menuntut dinaikkan tunjangan mereka merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi, betapa dunia pendidikan kita begitu rapuhnya. Ini semua merupakan representasi dari keadaan sistem pendidikan yang sekularistik-materialistik.

Dampak terhadap kondisi itu nampak ketika masyarakat Indonesia mengalami krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Fenomena kemiskinan, kebodohan, kezaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk patologi sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, puluhan juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan dan belasan juta orang kehilangan pekerjaan. Sementara, sekitar 4,5 juta anak harus putus sekolah. Hidup semakin tidak mudah dijalani, sekalipun untuk sekadar mencari sesuap nasi. Beban kehidupan bertambah berat seiring dengan kenaikan harga-harga akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan yang dihadapi itu dengan mudah mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Berbagai bentuk kriminalitas mulai dari pencopetan, perampokan maupun pencurian dengan pemberatan, serta pembunuhan dan perbuatan tindak asusila, budaya permisif, pornografi dengan dalih kebutuhan ekonomi terasa semakin meningkat tajam. Di sisi lain, sekalipun pemerintahan ala reformasi telah terbentuk, tapi kestabilan politik belum juga kunjung terwujud. Bahkan gejolak politik di beberapa daerah malah terasa lebih meningkat. Mengapa semua ini terjadi?
Dalam keyakinan Islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan karena perilaku manusia sendiri. Ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surah ar-Rum ayat 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ

“Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia”. (QS. Ar Rum: 41)

Muhammad Ali As-Shabuni dalam kitab Shafwatu al-Tafasir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bi maa kasabat aydinnaas dalam ayat itu adalah “oleh karena kemaksiatan-kemaksiatan dan dosa-dosa yang dilakukan manusia (bi sababi ma’ashi al-naas wa dzunu bihim)”. Maksiat adalah setiap bentuk pelanggaran terhadap hukum Allah, yakni melakukan yang dilarang dan meninggalkan yang diwajibkan dan setiap bentuk kemaksiyatan pasti menimbulkan dosa dan dosa berakibat turunnya azab Allah Swt. Selama ini, terbukti di tengah-tengah masyarakat, termasuk dalam penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, banyak sekali kemaksiatan dilakukan. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan Islam memang secara sengaja tidak digunakan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Agama telah diamputasi dan dikebiri; dimasukkan dalam satu kotak tersendiri dan kehidupan berada pada kotak yang lain. Dalam urusan pengaturan kehidupan, sosial kemasyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan. Akibatnya, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik.

Dalam tatanan ekonomi kapitalistik, kegiatan ekonomi digerakkan sekadar demi meraih perolehan materi tanpa memandang apakah kegiatan itu sesuai dengan aturan Islam atau tidak. Aturan Islam yang sempurna dirasakan justru menghambat. Sementara dalam tatanan politik yang oportunistik, kegiatan politik tidak didedikasikan untuk tegaknya nilai-nilai (kebenaran) melainkan sekadar demi jabatan dan kepentingan sempit lainnya. Dalam tatanan budaya yang hedonistik, budaya telah berkembang sebagai bentuk ekspresi pemuas nafsu jasmani. Dalam hal ini, Barat telah menjadi kiblat ke arah mana “kemajuan” budaya harus diraih. Ke sanalah -musik, mode, makanan, film, bahkan gaya hidup ala Barat- orang mengacu. Buah lainnya dari kehidupan yang materialistik-sekuleristik adalah makin menggejalanya kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik. Tatanan bermasyarakat yang ada telah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada pemenuhan hak dan kepentingan setiap individu. Koreksi sosial hampir-hampir tidak lagi dilihat sebagai tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat. Sikap beragama sinkretistik intinya adalah menyamakan kedudukan semua agama. Paham ini bertumpu pada tiga doktrin: (1) Bahwa, menurut mereka, kebenaran agama itu bersifat subyektif sesuai dengan sudut pandang setiap pemeluknya; (2) Maka, sebagai konsekuensi dari doktrin pertama, kedudukan semua agama adalah sama sehingga tidak boleh saling mendominasi; (3) oleh karena itu, dalam masyarakat yang terdiri dari banyak agama, diperlukan aturan hidup bermasyarakat yang mampu mengadaptasi semua paham dan agama yang berkembang di dalam masyarakat. Sikap beragama seperti ini menyebabkan sebagian umat Islam telah memandang rendah, bahkan tidak suka, menjauhi dan bahkan memusuhi aturan agamanya sendiri. Sebagian umat telah lupa bahwa seorang Muslim harus meyakini hanya Islam saja yang diridhai Allah SWT.

Sementara itu, sistem pendidikan yang materialistik terbukti telah gagal melahirkan manusia saleh, berkepribadian mulia yang sekaligus menguasai pengetahuan, ilmu, dan teknologi (PITEK). Secara formal kelembagaan, sekulerisasi pendidikan ini telah dimulai sejak adanya dua kurikulum pendidikan keluaran dua departamen yang berbeda, yakni Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (PITEK) adalah suatu hal yang berada di wilayah bebas nilai, sehingga sama sekali tak tersentuh standar nilai agama. Kalaupun ada hanyalah etik-moral (ethic) yang tidak bersandar pada nilai agama. Sementara, pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Pendidikan yang materialistik memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non materi. Bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam oleh orangtua siswa. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

Berbagai tragedi pun telah mewarnai wajah dunia pendidikan kita, mulai perilaku dari siswa, mahasiswa sampai demontrasi para guru dan pendidik lainnya yang menuntut dinaikkan tunjangan mereka merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi, betapa dunia pendidikan kita begitu rapuhnya. Hal seperti itu dapat kita perhatikan dari kejadian tawuran, curas, pergaulan bebas yang terus berulang setiap tahun. Dalam perkara tawuran, berdasarkan data Direktorat Bimbingan Masyarakat Polda Metro Jaya dan sekitarnya bahwa tawuran antar pelajar pada tahun 2000 terjadi 197 kasus dan tahun 2001 terjadi 123 kasus. Pelajar yang tewas tahun 2000 tercatat 28 orang dan tahun 2001 sebanyak 23 orang. Pelajar luka berat tahun 2000 ada 22 orang dan 2001 ada 32 orang. Yang memperihatinkan bahwa tawuran tersebut telah turun ke tingkat siswa SLTP. Lebih mencemaskan lagi para pelajar mulai berani melakukan aksi kekerasan, seperti penodongan sampai pembajakan kendaraan umum (bus dan angkot), merampok penumpang, dan mereka tidak segan untuk melukai korbannya. Kini setiap melihat pelajar bergerombol (baik SMU atau SLTP) banyak orang menjadi cemas (Kompas, Minggu 12/5/02).

Ini semua merupakan “prestasi” dan representasi dari keadaan sistem pendidikan yang sekularistik-materialistik.

Pengamatan secara mendalam atas semua hal di atas, membawa kita pada satu kesimpulan: bahwa semua itu telah menjauhkan manusia dari hakikat kehidupannya sendiri. Manusia telah dipalingkan dari hakikat visi dan misi penciptaannya.

Berikut ini merupakan simpulan permasalahan masyarakat kita akibat produk dunia pendidikan:
    1. Agama dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dengan pengaturan kehidupan (sekularisme) sehingga agama (Islam) tidak lagi berperan sebagai pengendali motivasi manusia (driving integrating motive) atau faktor pendorong (unifying factor).
    2. Kepribadian peserta didik mengalami keguncangan citra diri (disturbance of self image) dan keperibadian yang pecah (split personality) sehingga tidak memiliki kepribadian yang islami (Asy Syakhshiyyah Al Islamiyyah).
          3.  Pola hidup masyarakat bergeser dari sosial-religius ke arah masyarakat individual materialistis dan sekuler.
          4.  Pola hidup sederhana dan produktif cenderung ke arah pola hidup mewah dan konsumtif.
          5.  Struktur keluarga yang semula extended family cenderung ke arah nuclear family bahkan menuju single parent family.
          6.  Hubungan keluarga yang semula erat dan kuat cenderung menjadi longgar dan rapuh.
7. Nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat cenderung berubah menjadi masyarakat modern bercorak sekuler dan permissive society.
8. Lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat cenderung untuk memilih hidup bersama tanpa nikah.
          9.  Ambisi karier dan materi yang tidak terkendali mengganggu hubungan interpersonal baik dalam keluarga maupun masyarakat.

     Untuk mengubah dan memperbaiki kondisi dunia pendidikan harus dilakukan pendekatan yang integratif dengan pengubahan paradigma dan pokok-pokok penopang sistem pendidikan. Untuk itu diperlukan Islam sebagai solusi terhadap kenyataan tersebut.

Download Makalah SYARIAT ISLAM DALAM KEBIJAKANPENDIDIKAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam