Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 19 Februari 2013

Syarat Qadhi biasa dan muhtasib

Syarat Qadhi biasa dan muhtasib



BAB PERADILAN

PASAL 69

Qadhi biasa dan muhtasib disyaratkan dari kalangan orang Islam yang merdeka, baligh, berakal, adil dan faqih serta memahami cara menerapkan hukum sesuai dengan kenyatan. Sedangkan Qadhi madzalim, disyaratkan sebagaimana syarat pada Qadhi di atas, ditambah persyaratan laki-laki dan mujtahid.

KETERANGAN

Qadhi biasa dan muhtasib tidak disyaratkan laki-laki dan mujtahid. Tidak harus laki-laki karena Qadhi semacam ini hanya mengurusi urusan peradilan, tidak langsung berhubungan dengan kekuasaan/pemerintahan. Oleh karena itu, hadits mengenai keharaman wanita duduk dalam pemerintahan tidak berlaku di sini. Tidak harus mujtahid karena penyelesaian perselisihan yang terjadi cukup oleh orang yang menguasai fikih/hukum. Sebaliknya, Qadhi mazhalim harus laki-laki karena ia berurusan dengan peradilan sekaligus kekuasaan/pemerintahan. Harus mujtahid karena hanya mujtahid yang dapat menyelesaikan perselisihan antara rakyat dengan penguasa.

PASAL 70

Qadhi biasa dan Qadhi muhtasib ditentukan dan diberi wewenang secara mutlak dalam seluruh kasus yang terjadi di seluruh negeri atau ditentukan dan diberi wewenang yang terbatas pada kasus-kasus peradilan tertentu di daerah-daerah tertentu. Qadhi mazhalim ditentukan dan diberi wewenang secara mutlak yang mencakup seluruh jenis perkara. Dilihat dari segi kekuasaan Qadhi mazhalim boleh diangkat untuk seluruh negeri atau untuk daerah tertentu.

KETERANGAN

Dalilnya adalah tindakan Rasulullah SAW. Beliau, misalnya, pernah mengangkat Ali ibn Abi Thalib sebagai Qadhi di Yaman dan menunjuk Amr ibn Ash sebagai Qadhi untuk mengatasi persoalan tertentu. Ini berkaitan dengan Qadhi biasa dan Qadhi muhtasib. Sementara berkaitan dengan Qadhi mazhalim, Rasulullah telah menentukan tempat khusus, karena beliau pernah mengangkat Rasyid ibn Abdillah sebagai amir/kepala peradilan mazhalim yang memiliki wewenang penuh dan umum. Alasannya, ia bertugas menyelesaikan seluruh jenis persengketaan yang terjadi di antara penguasa dan rakyat. Ini tidak mungkin dilakukan jika wewenangnya bersifat khusus/terbatas.

PASAL 71

Mahkamah pengadilan tidak boleh terbentuk atas lebih dari satu Qadhi; yang berwenang memutuskan suatu perkara. Seorang Qadhi boleh dibantu oleh satu atau lebih Qadhi lain, tetapi mereka tidak mempunyai wewenang menjatuhkan vonis-vonis. Wewenang mereka hanyalah bermusyawarah dan mengemukakan pendapat, namun pendapat mereka tidak memaksa Qadhi untuk menerimanya.

KETERANGAN

Dalilnya adalah tindakan Rasulullah. Beliau tidak pernah menujuk dua Qadhi atau lebih untuk menyelesaikan satu perkara. Di samping itu, tugas Qadhi adalah menyampaikan ketentuan hukum syariat untuk diikuti. Sementara hukum syariat itu sendiri, bagi seorang Muslim adalah satu, tidak mungkin lebih dari satu, karena hukum Allah juga satu. Meskipun pemahaman terhadap hukum tersebut boleh jadi berbeda-beda (lebih dari satu), akan tetapi dalam tataran praktis, bagi seorang Muslim, dia hanya wajib melaksanakan satu ketentuan hukum.

PASAL 72

Seorang Qadhi tidak boleh memutuskan perkara kecuali dalam ruang sidang pengadilan. Pembuktian dan sumpah dianggap sah, hanya dalam ruang pengadilan.

KETERANGAN

Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn az-Zubayr. Ia mengatakan, “Rasulullah menetapkan bahwa dua orang yang berselisih harus didudukkan di muka hakim/pengadilan.” (HR Ahmad dan Abu dawud). Demikian juga sabda Rasulullah kepada Ali ketika Ali diangkat menjadi Qadhi. Beliau bersabda, “Ali, jika ada dua orang yang bertikai duduk di hadapanmu, maka janganlah engkau berbicara sebelum engkau mendengarkan omongan orang yang kedua sebagaimana engkau mendengarkan omongan orang yang pertama.”

PASAL 73

Bentuk mahkamah boleh berbeda-beda tergantung jenis perkaranya. Sebagian Qadhi boleh ditugaskan untuk menyelesaikan perkara-perkara saja dan perkara lainnya diserahkan pada mahkamah yang lain.

KETERANGAN

Dalilnya adalah kenyataan bahwa lembaga peradilan merupakan wakil khalifah. Artinya, ia sama dengan kenyataan wakalah (perwakilan) dalam berbagai urusan lain. Karena merupakan perwakilan, ia bisa bersifat umum (mencakup seluruh perkara) atau bersifat khusus (hanya menangani urusan-urusan tertentu saja). Oleh karena itu, meskipun dalam satu tempat yang sama, seorang Qadhi boleh hanya memutuskan perkara-perkara tertentu saja sementara perkara lainnya diserahkan kepada Qadhi lainnya. Rasulullah sendiri pernah mewakilkan kepada Amr ibn Ash untuk mengadili satu perkara tertentu dan mewakilkan kepada Ali untuk mengadili seluruh perkara secara umum ketika beliau mengangkatnya sebagai Qadhi di Yaman.

PASAL 74

Mahkamah banding tingkat pertama maupun mahkamah banding tingkat kedua tidak boleh ada, karena seluruh bentuk pengadilan — dalam hal memutuskan satu perselisihan — kedudukannya sama. Apabila seorang Qadhi memutuskan suatu perkara, keputusannya sah/ berlaku dan tidak boleh seorang Qadhi lain membatalkan keputusannya.

KETERANGAN

Dalilnya adalah Ijma Shahabat. Mereka telah bersepakat dalam hal ini. Abu Bakar, misalnya, sering mengeluarkan keputusan atas sejumlah perkara berdasarkan ijtihadnya dan Umar dalam hal ini sering berbeda pendapat dengan Abu Bakar. Akan tetapi, keputusan Abu bakar tetap berlaku dan tidak bisa digugurkan. Demikian pula Ali; ia sering berbeda pendapat dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Umar, tetapi keputusan Umar tetap berlaku dan tidak bisa digugurkan. Ali juga sering menentang pendapat Abu Bakar dan Umar, tetapi keputusan keduanya tidak bisa digugurkan. Akan tetapi, jika keputusan seorang Qadhi bertentangan dengan nash-nash qath’i atau ia memutuskan tidak sesuai dengan hukum-hukum Islam (berdasarkan hukum-hukum kufur), maka keputusannya wajib ditolak atau diluruskan oleh Qadhi yang lain. Dalilnya adalah tindakan Rasulullah. Jabir ibn Abdillah menuturkan, “Sesungguhnya pernah ada seorang laki-laki telah berzina dengan seorang wanita. Rasulullah lantas memerintahkan untuk mencambuk keduanya. Akan tetapi kemudian datang informasi bahwa ia telah menikah, maka Rasul pun merajamnya.”

Syarat Qadhi biasa dan muhtasib
Hizbut Tahrir

Qadha/Pengadilan adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat

Qadha/Pengadilan adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat



BAB PERADILAN

PASAL 66

Qadha adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Badan pengadilan ini bertugas menyelesaikan perselisihan yang terjadi antar sesama masyarakat, atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak jama’ah atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga masyarakat dengan aparat pemerintah, baik Khalifah; pejabat atau pegawainya.

KETERANGAN

Peradilan Islam telah disyariatkan oleh al-Quran maupun as-Sunnah. Dalilnya antara lain firman Allah: "Dan hendaknya engkau hukumi (perkara yang terjadi) di antara mereka dengan dasar apa yang telah diturunkan oleh Allah." (Q.S. Al Maidah: 49); "Dan apabila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka..." (Q.S. An Nur: 48)

Sedangkan dalil As Sunnah adalah, bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah memimpin lembaga peradilan (qadha') dan memutuskan masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari A'isyah istri Nabi SAW yang mengatakan, bahwa Utbah Bin Abi Waqqas telah menitipkan bayi laki-laki Zam'ah kepada saudara laki-lakinya, yaitu Sa'ad Bin Abi Waqqas (dengan pesan): "Ini anakku, maka terima dan peliharalah menjadi anakmu." Pada saat penaklukan kota Makkah, anak itu diminta oleh Sa'ad, sambil berkata: "Ini anak saudaraku, yang dulu telah dititipkan kepadaku." Lalu Abdu Bin Zam'ah berdiri menghampirinya dengan berkata: "Ini saudaraku dan anak laki-laki bapakku, yang telah dilahirkan 'melalui tempat tidurnya' (keturunannya)." Kemudian mereka berdua sama-sama mengadu kepada Rasulullah SAW. Di mana Sa'ad berkata: "Ya Rasulullah, ini adalah anak saudaraku yang telah dititipkan kepadaku." Sementara Abdu Bin Zam'ah berkata: "Dia saudaraku, dan anak laki-laki bapakku yang dilahirkan 'melalui tempat tidurnya' (keturunannya)." Rasulullah SAW kemudian bersabda: "Dia saudaramu, ya Abdu Bin Zam'ah." Kemudian beliau bersabda: "Anak itu adalah milik keturunannya (lil firasy), sedangkan "lil 'ahir" (orang yang tidak memiliki garis keturunan dengannya) haram memilikinya."

Beliau juga pernah mengangkat para qadhi. Beliau pernah mengangkat 'Ali Bin Abi Thalib untuk menjadi qadhi di Yaman, di mana beliau pernah menasihatinya, berupa penjelasan terhadap cara memutuskan suatu perkara dengan bersabda: "Apabila dua orang yang berselisih datang menghadap kepadamu, jangan segera kau putusi salah satu di antara mereka sebelum engkau mendengarkan pengakuan dari pihak yang lain."

Beliau juga pernah mengangkat Abdullah Bin Naufal sebagai qadhi di Madinah.

PASAL 67

Khalifah merupakan Qadhi Qudhat/Amir Qadha yang dipilih dari kalangan laki-laki, baligh, merdeka, Islam, berakal, adil dan faqih. Qadhi Qudhat memiliki wewenang mengangkat qadhi-qadhi, memperingatkan dan memberhentikan mereka dari jabatannya, sesuai dengan peraturan administratif yang berlaku. Pegawai-pegawai mahkamah pengadilan terikat dengan kepala kantor peradilan, yang mengatur urusan administrasi untuk seluruh peradilan.

KETERANGAN

Khalifah pada dasarnya akan memilih orang-orang yang bertanggung jawab atas bidang tertentu, termasuk bidang peradilan. Dalam hal ini pemimpin peradilan disebut sebagai Amir Qadhi atau Qadhi Qudhat (semacam mahkamah agung). Qadhi Qudhat memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan para qadhi. Qadhi Qudhat bukan pegawai pemerintah (muwazhzhaf) tetapi termasuk pejabat pemerintah. Dia bertanggung jawab mengelola peradilan negara. Akan tetapi, Qadhi Qudhat tidak dipandang sebagai pembantu khalifah dalam bidang peradilan, karena dia hanya memiliki wewenang khusus, yakni bidang peradilan, sementara yang disebut Mu’awin memiliki kewenangan yang bersifat umum, mencakup segala bidang.

Memang, Qadhi Qudhat belum pernah terbentuk pada zaman Nabi, Khulafa ar-rasyidin, maupun zaman Kekhalifahan Umayyah. Qadhi Qudhat baru terbentuk pada zaman Khalifah Harun ar-Rasyid. Yang menjadi Qadhi Qudhat saat itu adalah Abu Yusuf al-Kindi, seorang mujtahid terkemuka yang bermazhab Hanafi. Oleh karena itu, dalam hal ini, penunjukkan Qadhi Qudhat bersifat mubah saja. Akan tetapi, ia disyaratkan memilki syarat-syarat sebagaimana halnya penguasa —seperti muslim, baligh, berakal, merdeka, adil — di samping tentu saja menguasai fikih. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda, “Seseorang yang mengadili manusia dengan kebodohannya adalah ahli neraka.”

PASAL 68

Para Qadhi terbagi dalam tiga golongan:
Qadhi biasa, berwenang menyelesaikan perselisihan antara urusan muamalat dan uqubat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Qadhi muhtasib, berwenang menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan hak-hak jama’ah/ masyarakat.
Qadhi mazhalim, berwenang mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga dan negara.

KETERANGAN

Qadhi biasa (Al Qadhi) dalilnya adalah tindakan Rasulullah ketika menunjuk Mu’adz bin Jabal sebagai gubernur sekaligus Qadhi di Yaman. Qadhi muhtasib dalilnya adalah tindakan dan sabda Rasulullah. Disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang suka menipu.” (HR Ahmad dari Abu Hurayrah).
Qadhi mazhalim dalilnya adalah firman Allah: Jika kalian berselisih mengenai suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya (QS an-Nisa: 59). Ayat ini didahului oleh kalimat, “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasulnya serta kepada ulil amri (pemimpin) kalian.”

Dengan demikian, jika ada perselisihan antara rakyat dan pemimpinnya, maka hendaklah dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini berarti harus ada lembaga yang mengadilinya. Inilah yang disebut dengan Qadhi Mazhalim. Dalil lainnya adalah tindakan Rasulullah, meskipun Rasul tidak secara khusus menunjuk Qadhi Mazhalim di dalam seluruh aspek kenegaraan. Rasulullah pernah menunjuk Rasyid ibn Abdillah sebagai Qadhi Mazhalim. Rasulullah SAW Juga pernah bersabda, “Siapa saja yang pernah terambil hartanya, maka inilah hartaku, ambillah; siapa saja yang pernah tercambuk punggungnya, maka inilah punggungku, cambuklah.” Sabda Rasul ini tidak lain menunjukkan pada peradilan mazhalim. Akan tetapi Rasulullah, sebagaimana Khulafa ar-Rasyidin tidak secara khusus mengangkat Qadhi Mazhalim, karena mereka sendiri yang langsung menjalankanya.

Qadha/Pengadilan adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat
Hizbut Tahrir

Di setiap markas militer harus terdapat sejumlah perwira yang cukup dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang kemiliteran

Di setiap markas militer harus terdapat sejumlah perwira yang cukup dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang kemiliteran



BAB ANGKATAN BERSENJATA

PASAL 64

Di setiap kompleks/markas harus terdapat sejumlah perwira yang cukup dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang kemiliteran, serta berpengalaman dalam menyusun strategi perang dan mengatur peperangan. Hendaknya perwira di setiap batalion diperbanyak dalam jumlah tak terhingga, sesuai kemampuan yang ada.

KETERANGAN

Karena pasukan tersebut berada di banyak distrik dan setiap distrik yang ada harus siap sewaktu-waktu untuk terjun dalam medan peperangan, karena itu di setiap distrik harus ada sejumlah pleton secara cukup. Hal itu merupakan realisasi dari kaidah: "Apabila suatu kewajiban tidak akan terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya adalah wajib."

Begitu pula pasukan tadi harus (wajib) memiliki persenjataan, perbekalan serta bahan-bahan yang cukup, agar benar-benar mampu melaksanakan tugasnya sebagai pasukan Islam. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT: "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang kalian tambatkan untuk berperang (yaitu dengan persiapan itu) kalian menggetarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka, yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya." (Q.S. Al Anfal: 60).

Kesiapan untuk menghadapi perang hukumnya fardhu, di mana kesiapan tersebut harus terlihat jelas sehingga bisa menggetarkan musuh serta orang-orang munafik. Firman Allah yang mengatakan: "Turhibuu" (agar kalian menggetarkan) merupakan illat adanya kesiapan tersebut. Di mana kesiapan tersebut tidak bisa dinilai sempurna, kecuali kalau illat disyari'atkannya kesiapan tersebut telah dipenuhi, yaitu menggetarkan musuh dan orang-orang munafik. Dari sini, maka kemudian lahir hukum wajibnya memiliki persenjataan, perbekalan, bahan-bahan serta peralatan pasukan yang lain secara cukup. Sehingga betul-betul bisa melahirkan kegentaran pada musuh. Lebih-lebih kalau kesiapan tersebut dimiliki oleh pasukan (tentara) Islam agar mampu melaksakan tugas jihad dalam rangka menyebarkan dakwah Islam.

PASAL 65

Setiap pasukan harus dilengkapi dengan persenjataan, perbekalan, sarana dan fasilitas yang dibutuhkan serta kepentingan-kepentingan lainnya, yang membantu pelaksanaan tugasnya sebaik mungkin sebagai pasukan Islam.

KETERANGAN

Dalilnya adalah firman Allah, "Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang kalian tambatkan untuk berperang (yaitu dengan persiapan itu) kalian menggetarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka, yang kalian tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya." (Q.S. Al Anfal: 60).

Di setiap markas militer harus terdapat sejumlah perwira yang cukup dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang kemiliteran
Hizbut Tahrir

Amirul Jihad terdiri dari empat instansi : Bidang Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan Dalam Negeri dan Perindustrian

Amirul Jihad terdiri dari empat instansi : Bidang Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan Dalam Negeri dan Perindustrian



BAB AMIRUL JIHAD

PASAL 51

Amirul Jihad terdiri dari empat instansi, yaitu : Bidang Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan Dalam Negeri dan Perindustrian. Semuanya diatur dan dipimpin oleh Amirul Jihad

KETERANGAN

Jihad adalah metode baku dalam Islam di dalam upaya menyebarkan dakwah ke seluruh dunia setelah Islam diterapkan di dalam negeri. Jihad bahkan dipandang sebagai aktivitas pokok negara, karena di dalamnya tercakup sejumlah urusan seperti perang dan damai, hubungan luar negeri dengan negara-negara lain, pembentukan dan pengelolaan militer, termasuk pendirian industri yang berhubungan dengan militer. Pada masa hidupnya, Rasulullah SAW memimpin langsung hal-hal yang berkaitan dengan jihad ini, demikian juga dengan para khalifah setelah beliau. Akan tetapi, kadang-kadang sebagian urusan jihad, atau bahkan seluruhnya, acapkali juga didelegasikan kepada orang-orang tertentu. Atas dasar ini, negara membutuhkan adanya Amirul Jihad. Dengan demikian, dalilnya adalah tindakan (af’al) Rasulullah dan para Shahabatnya.

PASAL 52

Departemen luar negeri mengatur urusan-urusan luar negeri yang berkaitan dengan hubungan pemerintah dengan negara-negara asing, di dalam segala aspeknya.

KETERANGAN

Rasulullah banyak melakukan hubungan luar negeri dengan negara-negara lain. Rasulullah misalnya pernah mengutus Utsman ibn Affan untuk berunding dengan pihak Quraisy sebagaimana beliau juga menerima utusan dari pihak Quraisy; mengirimkan sejumlah utusan kepada para raja sebagaimana juga menerima sejumlah utusan dari para raja dan penguasa lain; melakukan sejumlah perjanjian dan kesepakatan damai. Demikian pula yang dilakukan para khalifah setelah beliau. Dengan demikian, dalilnya adalah tindakan (af’al) Rasulullah dan para Shahabat.

PASAL 53

Departemen pertahanan mengatur seluruh urusan yang berhubungan dengan angkatan bersenjata, baik menyangkut tentara, kepolisian, perlengkapan tempur, pengiriman satuan tempur dan sejenisnya termasuk akademi militer, delegasi militer dan semua hal yang dibutuhkan dari kebudayaan Islam maupun pengetahuan umum bagi pasukan, begitu pula yang berkaitan dengan peperangan dan persiapannya.

KETERANGAN

Semuanya ini diurusi dan dipimpin oleh departemen peperangan. Sedangkan nama departemennya, dihubungkan dengan perang (harb wal qital). Di mana perang membutuhkan pasukan, sedangkan pasukan membutuhkan persiapan serta membutuhkan pembentukan pimpinan, pleton, komandan hingga tentara-tentaranya.

Pasukan tersebut membutuhkan bendera dan panji, sedangkan pembentukan pasukan tersebut membutuhkan persiapan serta pelatihan fisik dan ketrampilan, yang berhubungan dengan ketrampilan perang dengan mempergunakan berbagai jenis senjata, dan terus mengembangkan sesuai dengan perkembangan persenjataan tersebut. Oleh karena itu, pendidikan ketrampilan dan kemiliteran merupakan salah satu perlengkapan pasukan. Dan pelatihan dengan ketrampilan-ketrampilan perang dengan berbagai jenis persenjataan merupakan masalah pasukan yang urgen.

Oleh karena pasukan tersebut adalah pasukan Islam, serta tentara negara khilafah yang mengemban dakwah Islam, maka pasukan tersebut harus dididik dengan pengetahuan Islam (tsaqofah Islamiyah) secara umum, serta pengetahuan-pengetahuan Islam yang berhubungan dengan perang, hukum-hukum perang, hukum perdamaian, perang, gencatan senjata, perjanjian-perjanjian, penyerahan-penyerahan, kesepakatan-kesepakatan, serta masalah-masalah tersebut secara detail. Karena itu, akademi-akademi militer dengan semua jenjangnya serta duta-duta militer merupakan wewenang departemen peperangan ini.
Sebagaimana tugas pasukan tersebut ada yang dikhususkan untuk menjaga pertahanan dan keamanan (hankam) dalam negeri, semacam polisi, maka pasukan - demikian juga polisi yang merupakan bagian dari pasukan tersebut - semua persenjataannya, perbekalan-perbekalan, bahan-bahan, perlengkapan, serta perbekalan yang lazim lainnya harus dipenuhi (dicukupi). Karena itulah, maka departemen peperangan mencakup persiapan semua perlengkapan yang dibutuhkan.

PASAL 54

Departemen keamanan dalam negeri mengatur urusan administrasi yang berkaitan dengan keamanan, dan bertanggung jawab terhadap stabilitas keamanan dalam negeri dan menggunakan angkatan bersenjata; dan kepolisian sebagai unsur utama untuk menjaga keamanan.

KETERANGAN

Di antara perkara yang dapat mengancam stabilitas keamanan dalam negeri adalah adanya orang-orang yang murtad dari Islam; para pemberontak/gerakan separatis; para pengacau keamanan yang melakukan aktivitas perusakan dan penghancuran fasilitas pribadi, umum, maupun negara; para pembegal dan penjahat, dsb. Pananganannya hanya diserahkan kepada pihak kepolisian. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, jika diperlukan, tentara bisa dilibatkan untuk membantu tugas polisi.

PASAL 55

Departemen perindustrian mengatur semua urusan yang berkaitan dengan industri, baik industri berat seperti pembuatan turbin, mesin, rangka pesawat, produk suku cadang, dan industri elektronika; ataupun industri ringan. Pengaturannya mencakup pabrik industri yang produknya tergolong jenis kepemilikan umum maupun milik individu yang ada hubungannya dengan industri senjata. Seluruh pabrik Industri yang ada, harus dibangun atas dasar politik pertahanan.

KETERANGAN

Jihad adalah upaya mengemban dakwah — yang harus selalu dilakukan oleh negara — melalui perang (qital). Perang membutuhkan angkatan bersenjata/tentara. Tentara membutuhkan senjata. Oleh karena itu, diperlukan adanya industri, bukan hanya industri persenjataan, seluruh industri yang ada mesti didasarkan pada keperluan untuk pertahanan negara dan aktivitas jihad ini. Untuk membangun kemandirian dan tidak bergantung pada negara lain, negara perlu mengembangkan sendiri industri pertahanan/persenjataan. Dalilnya adalah firman Allah: “Persiapkanlah oleh kalian untuk menghadapi mereka (orang-orang kafir) kekuatan apa saja yang kalian mampu dan kuda-kuda yang ditambatkan dalam rangka menteror musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian.” (QS al-Anfal: 60).

Karena negara Islam merupakan negara pengemban dakwah Islam, dengan cara berjihad, maka negara tersebut harus menjadi negara yang senantiasa siap setiap saat untuk melaksanakan jihad. Hal ini mengharuskan adanya industri berat atau industri ringan di dalam negeri yang dibangun dengan asas politik peperangan. Sehingga sewaktu-waktu ketika negara tersebut ingin mengubah orientasi industri ke industri-industri peperangan dengan berbagai jenisnya, akan sangat mudah. Oleh karena itu, semua industri tersebut harus dibangun di dalam negara khilafah dengan asas politik peperangan. Semua industri tersebut harus dibangun, baik yang menghasilkan industri-industri berat maupun ringan, dengan asas politik ini. Sehingga ketika ingin mengubah orientasinya, menjadi industri yang menghasilkan perlengkapan perang, kapan saja negara tersebut membutuhkan, maka akan dengan mudah mengubahnya.

Amirul Jihad terdiri dari empat instansi : Bidang Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan Dalam Negeri dan Perindustrian
Hizbut Tahrir

Related Posts with Thumbnails

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam