Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 13 Februari 2013

Setiap manusia bebas dari tuduhan sampai terbukti kesalahannya

Setiap manusia bebas dari tuduhan sampai terbukti kesalahannya



BAB HUKUM-HUKUM UMUM

PASAL 13

Setiap manusia bebas dari tuduhan sampai terbukti kesalahannya. Seseorang tidak dikenakan sanksi, kecuali dengan keputusan pengadilan. Tidak dibenarkan menyiksa seorang pun, dan siapa saja yang melakukan itu akan mendapatkan hukuman.

KETERANGAN

  • Pasal ini menjelaskan tiga hal, yaitu :
  • Pertama, kaedah “Al ashlu baraa’atu adz dzimah” (hukum asal adalah tidak ada celaan atas seseorang). Dalilnya adalah : Diriwayatkan dari Waa’il bin Hajar ia berkata : ”Seseorang dari Hadramaut dan seorang dari Kindah datang menemui Rasul SAW. Orang Hadramaut berkata: “Ya Rasulullah, orang ini telah merebut tanah milik ayahku.” Orang Kindah berkata: “Itu adalah tanahku dan aku tanami, ia tidak punya hak sama sekali.” Maka Nabi berkata kepada orang Hadramaut : ”Apakah engkau punya bukti ? Ia menjawab : “Tidak.” Kata Rasul : “Bagi engkau bersumpah.” Ia berkata : “Ya Rasulullah, seorang laki-laki ini fajir tidak akan menimpakan sesuatu pun atas sumpahku atasnya dan tidak saling menjaga diri dari sesuatu pun.” Maka Rasul bersabda : ”Tidak ada bagi engkau kecuali hal itu.” Sabda Nabi : “Bayinah (bukti) itu bagi orang yang menuntut dan sumpah bagi orang yang mengingkari.” Rasul membebankan bukti bagi penuntut hal itu menunjukkan bahwa pihak tertuntut bebas hingga terbukti tuntutan itu.

  • Kedua, tidak dijatuhkan hukuman kecuali dengan keputusan hakim di majelis mahkamah (peradilan). Dalilnya adalah sabda Rasul : ”Barangsiapa yang aku ambil harta miliknya maka inilah hartaku hendaklah ia mengambilnya, dan barangsiapa yang dicambuk punggungnya maka ini punggungku hendaklah ia mengambil qishash dariku.” Hal itu berkaitan dengan seorang hakim yang memutuskan hukuman tidak semestinya maka hendaklah diqishash. Ini menunjukkan bahwa seorang hakim tidak boleh menghukum seseorang sebelum jelas kesalahan pihak yang harus mendapat sanksi. Demikian juga dikatakan kepada Rasul tentang li’an : “Seandainya engkau merajam seseorang tanpa adanya bukti sungguh akan aku merajamnya.” Hal itu menunjukkan bahwa beliau tidak merajam perempuan itu karena tidak adanya bukti sekalipun ada dugaan. Bukti tidak sah kecuali diungkapkan dihadapan hakim di majelis mahkamah. Hanya saja hakim boleh menahan orang yang didakwa sebelum terbukti untuk proses pembuktian. Masa penahanan itu harus dibatasi dalam jangka waktu tertentu yang pendek. Diriwayatkan dari Bahiz bin Hakiim dari bapaknya bahwa “Rasul menahan seorang laki-laki yang didakwa kemudian melepaskannya.” Dalam hadits Abu Hurairah : “bahwa Nabi menahan dalam pembuktian selama satu hari satu malam.” Jadi semata ditahan untuk menyingkap yang tersembunyi.

  • Ketiga, ketiadaan hukuman sebelum terbukti dosanya dan ketidakbolehan menjatuhkan sanksi seperti siksaan Allah di Akhirat kelak yakni dibakar (dengan api). Dalilnya adalah, hadits di atas. Jadi tidak boleh menyiksa sedikitpun sebelum terbukti dosanya. Adapun ketidakbolehan hukuman seperti hukuman di Akhirat maka diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasul SAW bersabda : “Janganlah kamu menyiksa dengan siksaan Allah.” Hadits yang lain dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda : “Adapun api, tidaklah menyiksa dengannya kecuali Allah.” (HR. Bukhari). Abu Dawud meriwayatkan bahwa Nabi bersabda : “Tidak boleh menyiksa dengan api kecuali tuhannya api (Allah).” (HR. Abu Dawud).

PASAL 14

Hukum asal setiap perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syara’. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal bagi setiap benda/alat yang digunakan hukumnya mubah, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.

KETERANGAN

  • Setiap muslim diperintahkan untuk menundukkan perbuatannya sesuai dengan hukum syara’. Allah berfirman : ”Maka demi tuhanmu mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga menjadikan engkau (Muhammad) sebagai pemutus atas perkara yang mereka perselisihkan” (QS. An Nisaa : 65). “Apa saja yang diberikan oleh Rasul kepadamu maka ambillah dan apa saja yang dilarang oleh Rasul bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr : 7). Prinsip asal bagi perbuatan seorang muslim adalah wajib terikat dengan hukum syara’.

  • Kaedah syara’ “laa syar’a qabla wuruudi asy syar’iy  tidak ada hukum sebelum dinyatakan oleh syara’. Yakni tidak ada hukum sebelum Allah menyatakannya.

  • Dengan demikian “al ashlu fiy al af’al at taqayadu bi al hukmi asy syar’iy wa laisa al ashlu fiiha al ibahah“ (Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’ dan bukannya mubah. Karena mubah sendiri merupakan salah satu hukum syara’.)


  • Allah menyatakan “Pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kamu agamamu dan aku cukupkan nikmatku kepadamu dan telah aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian” (QS. Al Maidah : 3). “Dan telah kami turunkan kepadamu Al kitab sebagai penjelas atas segala sesuatu” (QS. An Nahl : 89). Jelas bahwa tidak ada satupun perbuatan atau sesuatu yang tidak ada penjelasan hukumnya menurut syara’.

  • Kaedah syara’ “al ashlu fiy al asy-yaa`i al ibahah maa lam yarid daliilu at tahriim” (Hukum asal sesuatu adalah mubah selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya). Allah menghalalkan seluruh yang ada di bumi, kecuali ada dalil lain yang mengharamkan sesuatu benda tertentu, seperti bangkai dan daging babi. Maka haramnya sesuatu harus ada dalil yang menyatakannya haram.

PASAL 15

Segala sesuatu yang menghantarkan kepada yang haram, hukumnya adalah haram, apabila telah terwujud dua syarat, pertama, sesuatu itu menghantarkan kepada perbuatan yang haram dengan dugaan kuat; kedua, perbuatan yang haram itu telah diharamkan oleh syara’.

KETERANGAN

  • ...kaedah “al wasiilatu ila al haram haram” (wasilah kepada yang haram maka hukumnya haram). Akan tetapi harus memenuhi dua syarat : pertama, sesuatu itu menghantarkan kepada sesuatu yang haram berdasarkan dugaan kuat (ghalabatu zhann), kedua, sesuatu yang haram tersebut memang telah haram sesuai dengan nash syara’.

  • Kaedah yang semisal adalah “asy syai`u al mubah idza aushala fardun min afraadihi ila dlarar hurrima dzalika al fardu wahdahu wa yabqa asy syai`u mubaahan” (sesuatu yang mubah jika salah satu bagian dari bagian-bagian perkara yang mubah itu menghantarkan kepada dharar (kemudharatan) maka bagian itu saja yang haram sedang hukum sesuatu itu sendiri tetap mubah.

Setiap manusia bebas dari tuduhan sampai terbukti kesalahannya
Hizbut Tahrir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam